Ads 468x60px

03 Juni, 2011

Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan


Data tentang persalinan oleh tenaga kesehatan menurut SDKI 2007 berkisar diantara 73% hingga 80.36%. Di tingkat desa, sebagian besar persalinan masih terjadi di rumah, dengan proporsi sekitar 64% - 78%. Dengan kondisi tersebut diatas maka Indonesia masih menempati peringkat pertama untuk kematian maternal dan neonatal di lingkup negara-negara Asean. Menurut data terkini (2008) rasio kematian maternal adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup dan rasio kematian bayi adalah 34/1000 kelahiran hidup. Trend penurunan angka kematian maternal dari tahun 1985 ke tahun 2007, menurun secara landai. Penurunan secara tajam, seharusnya terjadi pada tahun 2000 ketika Indonesia menyepakati inisiatif global “health for all by the year 2000” dalam upaya menurunkan rasio kematian maternal dari 450 menjadi 225 per 100.000 kelahiran hidup.  

Apabila proporsi cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan, rasio persalinan di fasilitas kesehatan dengan persalinan di rumah, persentase tenaga kesehatan yang kompeten dan kemampuan fasilitas untuk memberikan pelayanan berkualitas masih seperti kondisi sekarang ini, tampaknya upaya akselerasi penurunan angka kematian maternal dan neonatal, tidak akan pernah mencapai Target Pembangunan Milenium (MDG 2015). Program Persiapan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) Ditjen Binkesmas Depkes RI merupakan intervensi inovatif yang akan memberi hasil guna yang tinggi apabila dilaksanakan secara tepat dan didukung oleh semua pihak yang terkait.   

Dengan pendekatan kualitas, persiapan persalinan adalah penyediaan tenaga kesehatan yang kompeten untuk memberikan pelayanan sesuai dengan praktik terbaik atau standar yang telah ditetapkan. Agar hal tersebut dapat memberi manfaat maksimal maka setiap anggota masyarakat harus mempunyai akses dan memperoleh asuhan persalinan oleh tenaga terampil tersebut. Dengan pendekatan program, persiapan persalinan diartikan sebagai perencanaan dan penyediaan pertolongan persalinan yang bersih dan aman, terutama apabila hal itu terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di dalam sistem kesehatan nasional. 

Pencegahan komplikasi menggunakan kedua pendekatan tersebut diatas dan bertujuan untuk membuat ibu dan bayi baru lahir dapat memperoleh derajat kesehatan yang tinggi dan terhindar berbagai ancaman atau risiko fungsi reproduksi. Tujuan tersebut harus dicapai melalui kemitraan  lintas program dan sektor, pemerintah dan masyarakat, serta publik dan swasta untuk memobilisasi potensi dan sumberdaya kesehatan yang ada, upaya pemberdayaan keluarga terutama tentang budaya hidup sehat dan mengenali tanda-tanda bahaya kehamilan dan persalinan, serta peran dan kepedulian masyarakat dalam pendanaan persalinan, merujuk tepat waktu, penyediaan sarana transportasi, dan utilisasi fasilitas kesehatan yang mampu menangani komplikasi secara adekuat dan tuntas.

Salah satu upaya strategik dalam P4K adalah mempromosikan dan menyediakan pelayanan persalinan yang berkualitas di setiap fasilitas kesehatan. Upaya ini telah dilaksanakan oleh negara Srilangka sejak tiga dekade yang lalu dan hasilnya sangat mengagumkan. Dengan sumberdaya dan dana kesehatan yang terbatas, Srilangka mewajibkan persalinan di fasilitas bagi setiap warga negaranya. Dengan intervensi tersebut, dalam tiga tahun terakhir, negara ini mempunyai rasio kematian maternal yang setara dengan negara-negara maju, yaitu 3-5 per 100.000 kelahiran hidup. Kebijakan tersebut, tidak akan berjalan efektif apabila tenaga kesehatan dan kinerja institusi kesehatan yang memberikan asuhan persalinan tidak dapat diandalkan dan jaminan kualitas pelayanan tidak dapat diberikan. 

Pedoman Asuhan Ibu Nifas


Asuhan Nifas mencakup penatalaksanaan ibu, neonatus dan bayi selama. Beberapa fasilitas pelayanan kesehatan memfokuskan asuhan bagi ibu dan bayi baru lahir dalam beberapa hari setelah bayi lahir tetapi ada juga yang memberikan pelayanan selama masa nifas (6 minggu). 

Tujuan
Segera setelah melahirkan, ibu akan mengalami perubahan fisik dan emosi yang nyata. Ibu yang pernah melahirkan, lebih memilih tinggal di tempat bersalin dalam 24-48 jam tetapi primipara, lebih suka tinggal lebih lama dari waktu tersebut. Asuhan yang tepat dan benar dapat membawa dampak jangka panjang yang menguntungkan bagi ibu dan bayi baru lahir. Kondisi pascapersalinan yang perlu diperhatikan adalah risiko infeksi, perlukaan jalan lahir, perdarahan, gangguan pembekuan darah, hipertensi/preeklampsia/eklampsia, dan depresi.  

I. Asuhan Nifas Selama di Fasilitas Kesehatan
Apabila ibu melahirkan dapat melampaui kala IV dengan baik, maka ia telah melewati periode yang paling kritis dari suatu persalinan. Pengamatan dan pemeriksaan keluhan nyeri, kondisi uterus, lokhia, perineum, dan produksi urin merupakan hal esensial dalam jam-jam pertama setelah melahirkan. Lakukan pemantauan setiap 15 menit dalam 1 jam pertama, setiap 30 menit pada 1 jam berikutnya dan 4 hingga 8 jam kemudian. 

1. Nyeri dan rasa tidak nyaman. 

  • Rasa nyeri (insisi, laserasi, kram uterus atau kontraksi akibat partus lama) 
  • Pembesaran payudara bilateral akibat aktifasi produksi ASI
  • Persalinan perabdominam, memerlukan analgetika yang lebih kuat 
  • Sefalgia spinal adalah nyeri kepala setelah anestesia spinal untuk Seksio Sesaria. 
  • Sefalgia dengan gangguan pengelihatan, waspadai sebagai gejala hipertensi/PE 
  • Nyeri hebat disertai terbatasnya gerakan tungkai, curigai sebagai tromboflebitis

2. Fundus dan Involusi Uteri. 

  • Kondisi uterus dinilai dari tinggi fundus dan konsistensi dinding uterus (palpasi abdominal).
  • Setelah melahirkan, fundus uteri setinggi atau sedikit diatas umbilikus. Pada umumnya, tinggi fundus uteri menyusut 1 cm atau 1 jari dari hari ke hari.
  • Sebelum melakukan pemeriksaan, pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong. Kandung kemih yang penuh dapat membuat fundus bergeser dari linea mediana, terdorong lebih tinggi dari normal dan menghalangi proses involusi. 

3. Lokhia. 

  • Darah yang terus mengalir atau membasahi pembalut/penyerap darah dalam 1 jam pertama pascapersalinan, perlu diperiksa lebih lanjut 
  • Lokhia berlebihan (sub-involusi uterus, sisa plasenta, gangguan pembekuan). 
  • Lokhia rubra (merah) terjadi pada hari pertama hingga ketiga pascapersalinan. 
  • Lokhia serosa (merah muda/kecoklatan) terjadi dari hari ke 2 - 10 
  • Lokhia alba (keputihan) timbul setelah hari kesepuluh 
  • Bercak lokhia dapat terjadi hingga minggu ke-enam pascapersalinan, terutama pada ibu-ibu yang menyusukan bayinya secara eksklusif. 

4. Perineum. 

  • Pemeriksaan dan penanganan perineum (episiotomi atau laserasi). Panjang luka episiotomi berkisar antara 1–2 inchi (2.5–5 cm). 
  • Luka episiotomi harus dijahit (ditautkan) agar proses penyembuhan dapat berjalan dalam 24 jam pascaepisiotomi. Edema dan kerapuhan perineum akan menyulitkan penyatuan luka episiotomi. 
  • Warna kemerahan, pembengkakan dan cairan nanah disekitar luka episiotomi menandakan adanya infeksi  
  • Perhatikan ada-tidaknya hematoma perineum akibat cedera vaskuler perineum. 
  • Selain perineum, periksa kemungkinan hemoroid (ukuran, jumlah dan sifatnya). 

5. Distensi Kandung Kemih. 

  • Dalam 48 jam pertama pascapersalinan, terjadi peningkatan produksi urin dan diuresis postpartum maka minta ibu sering berkemih untuk mencegah distensi saluran/kandung kemih yang dapat menyebabkan sub-involusi uterus dan nyeri suprapubik/lumbal. 
  • Untuk mereka yang menggunakan kateter menetap (Foley catheter), produksi urin diperiksa setiap jam dalam 8 jam pertama setelah melahirkan karena setelah itu kateter akan dilepaskan dan pemeriksaan dilakukan secara manual.

II.Asuhan Nifas setelah Pulang dari Fasilitas Kesehatan
Idealnya, asuhan nifas dilanjutkan (hingga 1-2minggu postpartum) melalui kunjungan rumah (home visits) oleh petugas kesehatan untuk memantau kondisi kesehatan ibu, bayi dan dukungan dari keluarganya. Apabila tidak tersedia dana operasional untuk kunjungan rumah dari fasilitas kesehatan, hal ini dapat dilakukan melalui sistem atau jejaring komunikasi yang tersedia (hand phone, posyandu, Buku KIA/KMS). Masalah pascapersalinan lanjutan adalah mastitis, endometritis, dan depresi postpartum.

III. Asuhan Nifas Minggu Kedua hingga Ke-enam Pascapersalinan
Pemeriksaan pada minggu ke-enam didasarkan pada budaya lokal yang membolehkan ibu membawa bayinya keluar rumah setelah 40 hari ibu bersalin. Walaupun demikian, pemeriksaan atau kunjungan nifas dapat dimulai pada minggu pertama, kemudian minggu kedua, minggu ke-empat dan minggu ke-enam pascapersalinan. 
Asuhan nifas pada minggu pertama dan kedua, berupa pemeriksaan kondisi kesehatan umum, involusi uterus, pemeriksaan payudara dan produksi ASI, pemeriksaan kondisi kesehatan dan perkembangan bayi dalam masa neonatal dini dan memasuki periode neonatal lanjut. Pada minggu ke-empat, dilakukan asuhan nifas ibu dan asuhan bayi terutama kemajuan tumbuh kembang dan pemberian imunisasi. Kunjungan nifas pada minggu ke-enam berupa pemeriksaan kondisi kesehatan ibu, pemberian ASI eksklusif (yang juga merupakan kontrasepsi alamiah) atau konseling KB apabila metode Laktasi Amenorea tidak dapat diandalkan. 

Edukasi Kesehatan dan Tumbuh Kembang Bayi
Ibu dan keluarga perlu diberdayakan untuk menerapkan budaya hidup sehat untuk memperoleh derajat kesehatan yang tinggi dan terhindar dari masalah kesehatan atau penyakit yang membahayakan keselamatan ibu dan bayi. Pengenalan dini tanda bahaya dan segera mencari pertolongan pada petugas kompeten, juga perlu diketahui oleh ibu dan keluarga.  

Menjaga higiene diri, keluarga dan lingkungan dapat menghindarkan ibu dan bayi terhadap penyakit menular atau berbahaya, budaya cuci-tangan sebelum dan sesudah memberi asupan, merawat bayi dan menyiapkan makanan bagi keluarga. Penyediaan air bersih dan mengkonsumsi makanan dengan nilai gizi yang tinggi dan seimbang. Nasehatkan ibu untuk membaca informasi dan melaksanakan jadwal kunjungan ibu dan bayi seperti yang ada didalam Buku KIA atau KMS. 

Tiga Pesan Kunci tentang Waktu dan Penjarangan Kehamilan Yang Sehat (Healthy Timing and Spacing of Pregnancy)
Masyarakat global telah menyepakati tentang waktu dan penjarangan kehamilan yang sehat dan dianggap mampu untuk membantu kaum perempuan untuk mencapai target 5 MDG 2015 yaitu meningkatkan derajat kesehatan perempuan. Terdapat tiga pesan kunci yang terkait dengan topik kehamilan untuk mencapai target tersebut, yaitu:

  • Setelah melahirkan bayi hidup dan sehat maka seorang perempuan harus dapat mencegah kehamilan berikutnya hingga (paling sedikit) 24 bulan. 
  • Setelah mengalami keguguran, seorang perempuan harus menunggu hingga (paling sedikit) 6 bulan sebelum hamil kembali
  • Seorang perempuan, sebaiknya tidak menikah sebelum berusia 18 tahun dan baru hamil setelah berusia 20 tahun 

Pemilihan Kontrasepsi Rasional
Pemilihan jenis kontrasepsi yang rasional diacu pada tujuan penggunaan dan usia klien. Apabilatujuannya adalah penundaan atau pencegahan kehamilan maka hal tersebut akan rasional apabila usia klien dibawah 20 tahun dan belum ingin segera punya anak. Untuk tujuan tersebut maka kontrasepsi pilihannya adalah pil, AKDR, suntikan, implant atau cara sederhana yang efektif. Apabila klien ingin menjarangkan anak dan usia klien berada pada kisaran 20-35 tahun maka alat kontrasepsi yang rasional untuk tujuan tersebut adalah AKDR hingga metode sederhana apabila usia lebih condong ke arah 20 tahun dan AKDR hingga kontrasepsi mantap apabila usia klien lebih condong ke arah 35 tahun (lihat diagram). Apabila klien tidak ingin menambah anak dan usianya berada diatas 35 tahun maka pilihan kontrasepsi yang rasional adalah kontrasepsi mantap atau metode kontrasepsi jangka panjang yang efektif lainnya (lihat diagram dibawah).     

Kontrasepsi Pascapersalinan 
  • Dianjurkan untuk menggunakan Metode Laktasi Amenore (ASI Eksklusif).
  • Tidak harus menghentikan pemberian ASI untuk menggunakan suatu alat kontrasepsi.
  • Kontrasepsi terpilih seharusnya tidak mempengaruhi kualitas dan jumlah  ASI atau mengganggu kesehatan bayi (bila memenuhi kriteria kelaikan medik maka kontrasepsi terpilih adalah AKDR).
  • Kontrasepsi Oral Progestin merupakan alternatif terpilih selama periode laktasi apabila kelaikan medik untuk AKDR tidak terpenuhi (WHO, Reinprayoon et al., 2000). Progestin tidak mempunyai efek negatif terhadap tumbuh-kembang bayi baru lahir (Diaz 2002). 
  • Kontrasepsi Hormonal Kombinasi tidak dianjurkan untuk masa pascapersalinan atau laktasi karena dapat menyebabkan penurunan produksi ASI (Tankeyoon et al., 1984) dan berkontribusi terhadap peningkatan risiko thrombosis postpartum (4 minggu).


Pedoman Asuhan Bayi Baru Lahir


Walaupun sebagian besar proses persalinan terfokus pada ibu, tetapi karena proses tersebut merupakan  pengeluaran hasil kehamilan (bayi) maka penatalaksanaan persalinan dikatakan berhasil apabila ibu dan bayi yang dilahirkan berada dalam kondisi yang optimal. Asuhan segera untuk bayi baru lahir merupakan hal yang esensial setelah pertolongan persalinan. 



I. Komponen Asuhan Bayi Baru Lahir 
Komponen asuhan bayi baru lahir meliputi:
Pencegahan infeksi
Penilaian segera setelah lahir
Pencegahan kehilangan panas
Asuhan tali pusat
Inisiasi Menyusu Dini
Manajemen laktasi 
Pencegahan infeksi mata
Pemberian vitamin K1
Pemberian imunisasi 
Pemeriksaan fisik BBL

1. Pemberian ASI
Inisiasi Menyusu Dini 
Setelah lahir, keringkan tubuh bayi, ikat tali pusatnya kemudian letakkan (tengkurap) di dada ibu sehingga terjadi kontak kulit ibu-bayi. Posisikan kepala bayi diantara kedua payudara dan perhatikan upaya naluriah bayi untuk menyusu. Dalam 1 jam pertama, upaya ini dapat membuat temperatur tubuh bayi menjadi stabil dan inisiasi menyusu dini berhasil dilaksanakan. Tutup kepala bayi dengan topi dan selimuti tubuhnya.  

Pemberian ASI selanjutnya
Rangsang isap pada puting susu menyebabkan hipofise anterior mengeluarkan hormon Prolaktin untuk menghasilkan ASI. Semakin sering bayi menyusu, semakin banyak prolaktin dan ASI dikeluarkan. Pada hari-hari pertama pengisapan puting susu secara adekuat, akan dihasilkan secara bertahap 10 – 100 ml ASI. Produksi ASI akan optimal setelah hari 10-14 usia bayi. Bayi sehat memerlukan 700-800 ml ASI per hari (kisaran 600-1000 mL) untuk tumbuh-kembang bayi. 

Posisi menyusui 
Posisi bayi saat menyusui sangat menentukan keberhasilan pemberian ASI dan mencegah lecet puting susu (Enkin, et al, 2000). Pastikan ibu memeluk bayinya dengan benar. Berikan bantuan dan dukungan jika ibu memerlukannya, terutama baru pertama menyusui atau ibu sangat muda.

Perawatan payudara
Pastikan puting susu selalu bersih dan kering
Ajarkan cara menyusukan yang benar untuk mencegah lecet dan retak 
Jelaskan cara mengkaji gejala dan tanda tersumbatnya saluran ASI atau mastitis 
Mungkin ada masalah bila timbul gejala atau tanda berikut ini: 
  • Bintik atau garis merah atau panas pada salah satu atau kedua payudara
  • Gumpalan atau pembengkakan yang terasa nyeri
  • Demam (suhu lebih dari 38 C) 

1. Manajemen laktasi
2. Pencegahan Infeksi Mata
Salep atau tetes mata untuk pencegahan infeksi mata diberikan setelah 1 jam kontak kulit ke kulit dan bayi selesai menyusu. Gunakan salep/tetes mata Tetrasiklin 1% atau Garamycin dalam waktu satu jam setelah kelahiran. 

3. Pemberian vitamin K 
Semua bayi baru lahir harus diberikan vitamin K1 injeksi 1mg intramuskuler setelah 1 jam kontak kulit ke kulit dan bayi selesai menyusu  untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian BBL.

4. Imunisasi BBL
Imunisasi Hepatitis B bermanfaat untuk  mencegah infeksi Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi. Imunisasi Hepatitis B pertama diberikan 1 jam setelah pemberian Vitamin K1, pada saat bayi baru berumur 2 jam. Selanjutnya Hepatitis B dan DPT diberikan pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan. Dianjurkan BCG dan OPV diberikan pada saat bayi berumur 24 jam (pada saat bayi pulang dari klinik) atau pada usia 1 bulan (KN). Selanjutnya OPV diberikan sebanyak 3 kali pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan. Lakukan pencatatan dan anjurkan ibu untuk kembali pada jadwal imunisasi berikutnya.

5. Jadwal Pemeriksaan Bayi Baru Lahir 
Pemeriksaan BBL dilakukan pada: 
  • Saat bayi berada di klinik (dalam 24 jam) 
  • Saat kunjungan lanjut (pada usia 1-3 hari, usia 4-7 hari dan usia 8-28 hari)  

Berikan pengertian kepada ibu dan keluarga untuk tidak meninggalkan klinik sebelum umur bayi 24 jam. Asuhan Bayi Baru lahir dilakukan selama ibu dan bayi berada di klinik 

6. Pemeriksaan Fisik BBL 
Untuk BBL, lakukan pemeriksaan sebagai berikut: 
1. Keadaan umum
2. Memeriksa pernapasan (frekuensi dan upaya bernapas normal/abnormal) 
3. Melihat gerakan dan tonus otot (baik dan simetris)
4. Melihat warna kulit
5. Meraba temperatur kulit (hangat/dingin/panas).
6. Melihat adanya hipersalivasi dan/atau muntah 
7. Melihat adanya kelainan bawaan
8. Kepala (normal & sime tris, bengkak atau memar)
9. Abdomen (normal & simetris, pucat, perdarahan tali pusat)
10. Pengeluaran mekonium dan air seni 
11. Menimbang bayi
12. Menilai cara menyusu

7. Konseling Keluarga untuk Perawatan Bayi Baru Lahir di Rumah
Beri informasi tentang:
Tanda bahaya pada BBL 
Jelaskan pada ibu tanda-tanda bahwa bayi cukup mendapat ASI bila:
  • Bayi terlihat bugar dan tidak rewel 
  • Penurunan berat badan < 10% berat badan lahir pada minggu pertama 

Berat badan naik 160 gram per minggu atau 300 gram pada bulan pertama 
Bayi buang air kecil minimal 6 kali sehari 
Tinja berubah dari coklat gelap ke terang/kuning setelah hari ke-3 
Menjaga kehangatan bayi di rumah: 
Jelaskan cara menjaga temperatur tubuh bayi (pakaian, selimut, kontak kulit)
Menjaga ruangan atau bagian ruangan tetap hangat, terutama pada cuaca dingin
Tempatkan bayi dekat ibu agar mudah dijangkau dan disusukan 

Tanda-tanda bahaya bayi baru lahir
Tidak dapat menyusu
Kejang
Mengantuk atau tidak sadar
Napas cepat ( >60 per menit)
Merintih
Retraksi dinding dada bagian bawah 
Sianosis sentral

8. Penanganan Bayi selama Dalam Perjalanan ke Tempat Rujukan
Menjaga bayi tetap hangat dengan melakukan kontak kulit ibu-bayi 
Selimuti bayi dan kenakan topi pada kepala bayi 
Lindungi bayi dari sinar matahari langsung 
Meminta ibu tetap menyusukan (bila mungkin) bayi selama perjalanan tetapi jika bayi tak dapat menyusu dan perjalanan lebih dari 3 jam, minta ibu memerah ASI dan berikan ke bayi menggunakan cangkir kecil/sendok  

II. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia
Menurut WHO, sekitar 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia dan hampir 1 juta bayi tersebut meninggal per tahun. Di Indonesia, 57% meninggal pada masa BBL (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu BBL yang meninggal. Penyebab kematian BBL di Indonesia adalah BBLR (29%),  asfiksia (27%), dan sisanya disebabkan oleh trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital. Upaya pencegahan efektif untuk menanggulangi masalah tersebut dilakukan melalui pelayanan antenatal terfokus, persalinan bersih dan aman, dan asuhan neonatal oleh tenaga profesional/kompeten. 

1. Asfiksia Bayi Baru Lahir 
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.

2. Penyebab Asfiksia.
Gangguan pada ibu yang dapat menyebabkan asfiksia BBL adalah:
Preeklampsia dan eklampsia
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
Partus lama atau partus macet
Demam selama persalinan
Kehamilan Post Matur (sesudah 42 minggu kehamilan)   

Kondisi tali pusat yang dapat menimbulkan asfiksia BBL:
Lilitan tali pusat
Tali pusat pendek
Simpul sejati (true knot) tali pusat
Prolapsus tali pusat

3. Persiapan Resusitasi Bayi Baru lahir 
Penolong harus selalu siap melakukan resusitasi BBL setiap kali menolong persalinan. Walau asfiksia terjadi hanya beberapa menit tetapi bayi dapat menderita kerusakan otak atau meninggal. 
a. Persiapan Keluarga
b. Persiapan tempat
c. Persiapan Peralatan untuk Tindakan Resusitasi
  • Kain mengeringkan dan menyelimuti bayi serta pengganjal bahu bayi 
  • Alat pengisap lendir DeLee atau bola karet
  • Tabung dan Sungkup/  Balon dan Sungkup.
  • Kotak Alat Resusitasi.
  • Sarung Tangan.
  • Jam atau pencatat waktu.

d. Persiapan diri

4. Keputusan untuk Resusitasi Bayi Baru Lahir 
Lakukan penilaian usia kehamilan dan air ketuban sebelum bayi lahir. Letakkan dan selimuti bayi di atas perut ibu, lakukan penilaian cepat usaha bernapas dan tonus otot untuk menentukan apakah bayi perlu diresusitasi. Nilai APGAR bukan acuan untuk tindakan resusitasi karena keputusan harus dibuat dalam waktu 30 detik (penilaian awal). Nilai APGAR dipakai untuk menilai kemajuan kondisi BBL pada  1 dan 5 menit bayi lahir.   

5. Asuhan Dasar BBL:  
  • Keringkan, bersihkan dan jaga kehangatan tubuh bayi 
  • Bebaskan dan bersihkan jalan napas 
  • Berikan rangsangan taktil: 
  • IMD dan kontak kulit ibu-bayi 

6. Prosedur Resusitasi Bayi Baru Lahir 
Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa BBL perlu resusitasi, tindakan  harus segera dilakukan. Penundaan pertolongan membahayakan bayi. Letakkan bayi di tempat yang kering (perut bawah ibu), kemudian lakukan pemotongan tali pusat.

a. Langkah Awal
Langkah awal dilakukan dalam waktu 30 detik.  Pada umumnya, 5 langkah (hangat, posisi, isap, usap, posisi ulang) dapat merangsang bayi bernapas spontan/teratur. 
Lakukan penilaian bayi.
  • Bila bayi bernapas normal: lakukan asuhan pasca resusitasi.
  • Bila  bayi  megap-megap atau tidak bernapas: mulai lakukan ventilasi bayi.

b. Ventilasi 
1. Pasang sungkup:
2. Ventilasi 2 kali.
3. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
  • Jika bayi bernapas spontan/menangis, hentikan ventilasi secara bertahap. 
  • Jika  bayi megap-megap atau tidak  bernapas, lanjutkan ventilasi.

4. Ventilasi lanjutan dan penilaian hasil tindakan  
5. Merujuk bayi bila sesudah 2 menit resusitasi bayi belum bernapas spontan.
6. Lanjutkan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi. 

7. Asuhan Pascaresusitasi 
1) Resusitasi Berhasil: bayi menangis dan bernapas normal sesudah langkah awal atau sesudah ventilasi.
a. Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi.                                                                                          
b. Pemantauan dan perawatan tali pusat
c. Bila napas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya
d. Pencegahan hipotermi
e. Pemberian vitamin K1
f. Pencegahan infeksi
g. Pemeriksaan fisik
h. Pencatatan dan pelaporan

2) Resusitasi Belum Berhasil: bayi harus dirujuk, lakukan hal-hal berikut:
  • Konseling tentang rujukan atau kemungkinan bayinya gagal diselamatkan
  • Minta keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi secepatnya
  • Suami atau keluarga mendampingi selama rujukan.
  • Informasikan kasus rujukan ke fasilitas rujukan 
  • Bawa peralatan dan obat yang diperlukan selama rujukan.

Sementara itu, juga lakukan:
a. Langkah-langkah resusitasi (bila masih diperlukan).
b. Memantau tanda bahaya dan merawat tali pusat.
c. Ibu menyusukan bayinya, kecuali ada gangguan napas dan masalah lain
d. Memberikan vitamin K1.
e. Menjaga kondisi bayi tetap stabil dan  mencegah terjadinya infeksi.
f. Membuat surat rujukan.
g. Membuat catatan dan persiapan laporan kasus.

3) Resusitasi Tidak Berhasil: sesudah resusitasi 10 menit dihitung dari bayi tidak bernapas dan detak jantung 0. 
a. Hentikan resusitasi. 
b. Sampaikan dengan hati-hati pada ibu/keluarga bahwa bayi tidak tertolong 
c. Berikan dukungan moral sesuai budaya setempat. 

8. Asuhan Lanjutan Pascalahir (Usia 2-24 Jam Setelah Lahir) 
Asuhan lanjutan dilakukan melalui kunjungan rumah (kunjungan BBL/neonatus). Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut dalam 24 jam pertama kesehatan bayi setelah lahir atau setelah tindakan resusitasi. Ajari ibu dan atau keluarga untuk menilai keadaan bayi. Jelaskan mengenai pemantauan BBL dan bagaimana memperoleh pertolongan segera bila bayi mengalami masalah. Rujuk segera bila ditemukan satu/beberapa tanda-tanda bahaya.

9. Pencatatan dan Pelaporan
10.Pencegahan Infeksi
Pencegahan Infeksi Menurut Jenis Alat Resusitasi: 
  • Meja resusitasi (dekontaminasi, cuci-bilas dan keringkan)
  • Tabung resusitasi (dekontaminasi, cuci-bilas dan DTT kimiawi-bilas). Lakukan 3 langkah tersebut secara rutin, terutama bila digunakan pada kasus dengan infeksi). Uraikan bagian demi bagian sebelum melakukan pencegahan infeksi.
  • Sungkup silikon dan katup karet (klorin 0,1% 20 menit dan bilas dengan air DTT)
  • Alat pengisap yang dipakai ulang (dekontaminasi, cuci-bilas dan DTT)
  • Kain dan selimut (dekontaminasi, cuci-bilas, keringkan di udara terbuka dalam ruangan/area yang bersih dan kering).


Pedoman Asuhan Persalinan Kala III dan IV


Asuhan Kala III Persalinan
Kala III Persalinan atau Kala Uri (Pengeluaran Plasenta) merupakan kelanjutan Kala I dan Kala II Persalinan. Dengan demikian, berbagai aspek yang akan dihadapi pada Kala III dan IV (periode 2 jam setelah plasenta lahir), sangat berkaitan dengan apa yang telah dikerjakan pada tahap-tahap sebelumnya.

1. Manajemen Aktif Kala Tiga 
Manajemen Aktif Kala III (MAK III) membuat kontraksi uterus lebih efektif dan dapat mempersingkat waktu, mencegah dan mengurangi perdarahan pada Kala III Persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. 

Langkah-langkah Manajemen Aktif Kala III
a. Pemberian oksitosin 10 I.U IM
b. Penegangan Tali Pusat Terkendali (PTT)
c. Masase (rangsangan taktil) uterus

2. Atonia Uteri
Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus adalah 500-800 cc/menit dan jika uterus tidak segera berkontraksi (Atonia Uteri) setelah plasenta lahir, maka ibu dapat kehilangan darah 350-500 cc/menit dari bekas tempat implantasi plasenta. Atonia uteri dapat menyebabkan ibu meninggal dalam waktu kurang dari satu jam. Lebih dari 90% perdarahan dalam 24 jam pertama pascapersalinan disebabkan oleh atonia uteri.  MAK III adalah intervensi terbaik untuk mencegah perdarahan pascapersalinan.

Beberapa faktor predisposisi terjadinya atonia uteri: 
hiperdistensi uterus  
  • polihidramnion 
  • hamil kembar atau gemeli
  • makrosomia 

kala I dan/atau II yang memanjang 
partus presipitatus
induksi/augmentasi persalinan dengan tetes oksitosin 
infeksi intrapartum 
grandemultipara 
hipersensitifitas MgSO4  

Penanganan Atonia Uteri
Jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah rangsangan taktil (masase) fundus uteri, lakukan perasat berikut: 
1. Kompresi Bimanual Internal (KBI) 
2. Kompresi Bimanual Eksternal (KBE) 
3. Kompresi Aorta Abdominalis

AKDR Pascaplasenta (Post-Placental IUD)
Untuk pasien yang ingin menjarangkan kehamilan dan telah memilih AKDR untuk sebagai alat kontrasepsi pilihan maka masa pascaplasenta merupakan saat terbaik untuk melakukan pemasangan segera AKDR. Tehnik pemasangan juga tidak sulit karena hanya menjepit AKDR diantara 2 jari (telunjuk dan jari tengah) yang kemudian dimasukkan melalui porsio ke dalam kavum uteri. Dengan tehnik yang benar, kontraksi uterus yang baik dan tetap berbaring selama kala IV maka tingkat ekspulsi pascapemasangan dapat diminimalisasi hingga 5%-8% saja.
 
Asuhan Kala IV Persalinan
Setelah plasenta lahir: 
1. Lakukan masase untuk merangsang uterus berkontraksi secara adekuat  
2. Evaluasi tinggi fundus uteri 
3. Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan. 
4. Pastikan tak ada robekan/laserasi jalan lahir. 
5. Evaluasi keadaan umum ibu. 
6. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala empat (halaman kedua partograf)
Catatan : 
WHO/UNICEF/IVACG Task Force, 2006 merekomendasikan pemberian 2 dosis vitamin A 200.000 IU dalam selang waktu 24 jam pada ibu pascabersalin untuk memperbaiki kadar vitamin A pada ASI dan mencegah terjadinya lecet puting susu. Suplementasi vitamin A juga akan meningkatkan daya tahan ibu terhadap infeksi perlukaan atau laserasi akibat proses persalinan. 

1. Memperkirakan Kehilangan Darah 
Gunakan estimasi simptomatik (keadaan umum dan tekanan darah) karena tidak ada metode pengukuran perdarahan yang paling akurat. Bila ibu lemas, pusing dan hipotensi (turun lebih dari 10-20 mmHg dari kondisi sebelumnya) maka telah terjadi perdarahan 500 hingga 1000 ml. Bila terjadi syok hipovolemik maka ibu telah kehilangan darah 50% dari total jumlah darah ibu (2000-2500 ml). Perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan yang melebihi 500 ml. 

2. Memeriksa Laserasi dan Perdarahan Perineum 
Perhatikan dan pastikan tidak ada perdarahan akibat laserasi atau robekan perineum dan vagina. Nilai perluasan laserasi perineum untuk menilai derajat laserasi/robekan perineum kemudian lakukan penjahitan atau reparasi. 

3. Pencegahan Infeksi
Setelah persalinan, dekontaminasi alas plastik, tempat tidur dan matras dengan larutan klorin 0,5% kemudian cuci dengan deterjen dan bilas dengan air bersih. Jika sudah bersih, keringkan dengan kain bersih supaya ibu tidak berbaring di atas matras yang basah. Dekontaminasi linen yang digunakan selama persalinan dalam larutan klorin 0,5% dan kemudian cuci segera dengan air dan deterjen. 

4. Pemantauan Keadaan Umum Ibu
a. Selama dua jam pertama pasca persalinan:
  • Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih dan darah yang keluar setiap 15 menit (jam pertama) dan setiap 30 menit (jam kedua) 
  • Masase uterus setiap 15 menit (jam pertama) dan setiap 30 menit (jam kedua) 
  • Pantau temperatur tubuh setiap jam (dua jam pertama) 
  • Nilai jumlah darah yang keluar setiap 15 menit ( jam pertama) dan setiap 30 menit (jam kedua)
  • Minta ibu/keluarganya memantau perdarahan dan melakukan masase uterus. 
  • Lanjutkan IMD, bantu ibu mengenakan pakaian bersih, atur posisi ibu agar nyaman, dan lakukan asuhan esensial bagi bayi baru lahir  

b. Ajarkan pada ibu/keluarga bagaimana mencari pertolongan jika ada  tanda-tanda bahaya seperti: 
demam
perdarahan aktif
keluar banyak bekuan darah
bau busuk dari vagina
pusing
lemas luar biasa
penyulit dalam menyusukan bayinya
nyeri panggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri kontraksi biasa
c. Catatan Asuhan dan Temuan (halaman 2 partograf)
Jam Ke
Waktu
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Tinggi Fundus
Kontraksi uterus
Jumlah
Urin
Jumlah Darah Keluar
1
































2
















Perhatikan penyulit atau komplikasi berikut:
Retensio Plasenta 
Tali pusat putus
Atonia uteri
Laserasi jalan lahir
Dehidrasi
Infeksi/Sepsis 
Preeklampsia Berat/Eklampsia
Retensi urin

Pedoman Asuhan Persalinan Kala II

Kala II Persalinan
Proses-proses fisiologis yang terjadi akan dari adanya gejala dan tanda kala dua dan berakhir dengan lahirnya bayi. Penolong persalinan, harus memiliki kompetensi untuk memfasilitasi berbagai proses tersebut, mencegah terjadinya berbagai penyulit, mengenali gangguan atau komplikasi sejak tahap yang paling dini, dan menatalaksana atau merujuk ibu bersalin secara optimal dan tepat waktu. Persalinan kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi. 

Gejala dan tanda kala dua persalinan adalah: 
Rasa ingin meneran bersamaan dengan kontraksi.
Desakan/tekanan pada rektum atau vagina
Perineum menonjol.
Vulva dan sfingter ani membuka.
Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah. 

Pastikan kala dua dengan menemukan tanda-tanda berikut ini:
pembukaan serviks telah lengkap 
terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.

1. Persiapan Penolong Persalinan
Sarung Tangan
Pelindung Diri
Persiapan Tempat Persalinan, Peralatan dan Bahan 
Penyiapan Tempat dan Lingkungan untuk Kelahiran Bayi
Persiapan Ibu dan Keluarga 
  • asuhan sayang ibu 
  • membersihkan perineum  
  • mengosongkan kandung kemih 
  • amniotomi
2. Penatalaksanaan Fisiologis Kala Dua
Membimbing ibu untuk meneran
Pastikan kala dua dan membimbing ibu untuk meneran
Membantu ibu memilih posisi saat meneran  
  • posisi duduk/setengah duduk
  • jongkok/berdiri
  • merangkak/miring ke kiri 
Menilai cara dan kemajuan proses meneran
Memastikan ibu meneran efektif atau perlu bantuan 

3. Menolong Kelahiran Bayi
Mengatur posisi akhir untuk melahirkan bayi 
Pencegahan laserasi 
Episiotomi hanya dilakukan atas indikasi 
  • gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan
  • hambatan dan intervensi untuk segera melahirkan bayi (sungsang, distosia bahu, ekstraksi cunam atau vakum)
  • jaringan parut/rigiditas perineum memperlambat kelahiran bayi 
Melahirkan kepala dan memeriksa kemungkinan lilitan tali pusat
Melahirkan Bahu 
Antisipasi gejala dan tanda distosia bahu: 
  • Kepala seperti tertahan di dalam vagina.
  • Kepala lahir tetapi tidak terjadi putaran paksi luar.
  • Kepala sempat keluar tetapi tertarik kembali ke dalam vagina (turtle sign).
Melahirkan Seluruh Tubuh Bayi
Mengeringkan tubuh bayi dan meletakkannya pada perut bawah ibu 
Menyuntikkan oksitosin
Menjepit tali pusat

Pemantauan Selama Kala Dua Persalinan 
Selama berlangsungnya kala dua persalinan, lakukan pemantauan sebagai berikut:
nadi setiap 30 menit 
frekuensi dan lama kontraksi setiap 30 menit 
DJJ setiap selesai meneran atau setiap 5-10 menit 
penurunan kepala bayi setiap 30 menit (periksa luar) dan periksa dalam setiap 4 jam atau lebih cepat jika ada indikasi
selaput dan cairan ketuban (U/J/M/D/K)
kemungkinan presentasi majemuk atau tali pusat di samping atau terkemuka  
putaran paksi luar 
kehamilan kembar yang tidak diketahui sebelum bayi pertama lahir
catatkan semua pemeriksaan dan intervensi yang dilakukan pada catatan persalinan

Lakukan tindakan awal dan merujuk ibu apabila ditemukan gejala dan tanda berikut ini:
Syok
Dehidrasi berat
Infeksi atau sepsis
Preeklampsia Berat/Eklampsia
Inersia uteri hipotonik
Gawat janin (fase kompensasi)
Bagian terbawah janin masih tinggi setelah dipimpin meneran 
Ramalan atau dugaan distosia
Keluar mekoneum kental disertai memburuknya kondisi bayi dalam rahim 
Prolapsus funikuli 
DJJ makin buruk dengan makin turunnya kepala (lilitan atau simpul tali pusat)
Kehamilan kembar yang tidak terdiagnosis sebelumnya

Pedoman Asuhan Persalinan Kala II Menurut Depkes




ASUHAN KALA I PERSALINAN 
Asuhan Persalinan Normal
Tujuan asuhan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan (optimal).  

Asuhan Persalinan Normal harus diterapkan sesuai dengan standar asuhan bagi semua ibu bersalin di setiap tahapan persalinan oleh setiap penolong persalinan yang kompeten dan dimanapun hal tersebut terjadi. Penolong persalinan mungkin saja seorang bidan, perawat, dokter umum atau spesialis obstetri tetapi mereka harus memahami dan mampu melaksanakan praktik terbaik dalam APN. 

1. Praktik terbaik dalam APN:
a. Pencegahan Infeksi 
b. Memantau kemajuan dan membuat keputusan klinik 
c. Asuhan Sayang Ibu 
d. Persiapan dan merujuk secara tepat waktu dan optimal bagi ibu dan bayi baru lahir.
e. Menghindarkan berbagai tindakan yang tidak perlu atau berbahaya 
f. Manajemen Aktif Kala III 
g. Inisiasi Menyusu Dini dan Kontak Kulit Ibu-Bayi
h. Asuhan Segera Bayi Baru Lahir   
i. Pemantauan kondisi optimal dan antisipasi komplikasi  
j. Asuhan Nifas 
k. Edukasi ibu dan keluarganya 
l. Rekam Medik, Pencatatan dan Pelaporan

2. Lima Benang Merah
Ada lima aspek dasar atau Lima Benang Merah, yang penting dan saling terkait dalam asuhan persalinan yang bersih dan aman, yaitu:
1. Membuat Keputusan Klinik 
2. Asuhan Sayang Ibu dan Sayang Bayi
3. Pencegahan Infeksi 
4. Pencatatan (Rekam Medik) asuhan persalinan 
5. Rujukan 

3. Rujukan 
B:  (Bidan) Pastikan ibu/BBL didampingi penolong ke fasilitas rujukan. 
A:  (Alat) Bawa perlengkapan dan bahan-bahan asuhan persalinan, nifas dan BBL ke tempat rujukan. 
K:  (Keluarga) Informasikan kondisi terakhir dan minta keluarga ikut mendampingi ibu dan/atau BBL ke fasilitas rujukan. 
S:  (Surat) Buat surat rujukan dan informasikan asuhan sebelum dan alasan untuk dirujuk (lampirkan partograf yang telah dibuat).  
O:  (Obat) Bawa obat-obatan esensial dan peralatan resusitasi-stabilisasi selama di perjalanan dan saat tiba di fasilitas kesehatan rujukan.  
K:  (Kendaraan) Siapkan alat transportasi, pastikan kondisinya baik, nyaman dan dapat mencapai fasilitas rujukan pada waktu yang tepat. 
U:  (Uang) Ingatkan suami/keluarga untuk membawa cukup uang untuk biaya pengobatan dan belanja selama ibu/BBL tinggal di fasilitas rujukan. 

4. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Ibu Bersalin 
1. Anamnesis 
Tujuan anamnesis adalah mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan, kehamilan dan persalinan untuk membuat keputusan klinik, diagnosis dan rencana asuhan atau perawatan yang sesuai. Dokumentasikan semua temuan.  Setelah anamnesis lengkap, lakukan pemeriksaan fisik. 
2. Pemeriksaan Fisik 
keadaan umum
pemeriksaan abdomen  
periksa dalam
3. Mencatat dan Mengkaji Hasil Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 
4. Pengenalan Dini Terhadap Masalah dan Penyulit 
Riwayat persalinan perabdominam/Seksio Sesaria
Perdarahan  
Usia gestasi kurang dari 37 minggu
Ketuban pecah disertai dengan keluarnya mekonium kental atau gawat janin
Ketuban  pecah (lebih dari 24 jam) dan tanda-tanda amnionitis 
Tekanan darah lebih dari 160/110 atau pre-eklampsia berat
Tinggi fundus 40 cm atau lebih (makrosomia, polihidramnion, kehamilan ganda)
Gawat janin 
Malpresentasi atau presentasi ganda (majemuk) 
Tali pusat menumbung 
Syok 
Belum in partu atau fase latent memanjang
Partus lama
Penyakit sistemik yang berat (ikterus, anemia, vitium cordis, TBC, DM)

5. Persiapan Asuhan Persalinan 
Di manapun asuhan persalinan dilaksanakan, lakukan persiapan umum berikut ini: 
kamar bersalin bersih, suhu nyaman, sirkulasi baik dan terlindung dari tiupan angin. 
air bersih dan mengalir untuk 24 jam. 
air disinfeksi tingkat tinggi (DTT)  
larutan sabun, antiseptik, dekontaminan/DTT, deterjen, kain pembersih, kain pel, sarung tangan dan peralatan-bahan proses peralatan pakai ulang 
ruang inpartu/observasi dan kamar mandi  
tempat tidur yang bersih untuk ibu dan rawat gabung BBL. 
meja resusitasi dan asuhan BBL (dilengkapi radiant warmer).
meja instrumen
wadah dan proses limbah 

1. Persiapan Peralatan, Obat-Obatan dan Bahan yang  Diperlukan
Daftar perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang diperlukan untuk asuhan persalinan dan BBL diuraikan dalam Lampiran. Pastikan semuanya lengkap tersedia dan peralatan harus dalam keadaan siap pakai. Ketidak-mampuan menyediakan semua peralatan, obat, bahan dan pasokan pada saat diperlukan akan meningkatkan risiko komplikasi dan membahayakan keselamatan jiwa ibu dan BBL.  

2. Persiapan Rujukan.
Jika ibu datang hanya untuk mendapatkan asuhan persalinan dan kelahiran bayi dan tidak memahami bahwa kondisinya mungkin akan memerlukan upaya rujukan maka lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya untuk membantu mereka membuat rencana. Sebelum dirujuk, kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarganya. Siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan/perawatan yang telah diberikan dan kemajuan persalinan (partograf) untuk dibawa ke fasilitas rujukan. 

3. Dukungan Emosional 
Anjurkan suami dan keluarga untuk mendampingi ibu selama persalinan dan proses kelahiran bayinya. Minta mereka berperan aktif dalam mendukung dan mengenali berbagai upaya yang mungkin sangat membantu kenyamanan ibu. Hargai keinginan ibu untuk menghadirkan kerabat atau teman khusus untuk menemaninya. 

4. Mengatur Posisi 
Anjurkan ibu untuk mencoba posisi-posisi yang nyaman selama persalinan dan minta suami dan pendamping lainnya untuk membantu ibu. Ibu boleh berjalan, berdiri, duduk, jongkok, berbaring miring atau merangkak. Posisi tegak atau jongkok dapat membantu turunnya kepala bayi dan dapat memperpendek waktu persalinan. Beritahukan pada ibu untuk tidak berbaring telentang lebih dari 10 menit.  

5. Pemberian Cairan dan Nutrisi 
Anjurkan ibu untuk mendapat asupan (makanan ringan dan minum air) selama persalinan. Sebagian ibu masih ingin makan selama fase laten tetapi setelah masuk di fase aktif, mereka hanya ingin mengkonsumsi cairan saja. Minta agar keluarganya menawarkan ibu untuk minum dan makanan sesering mungkin selama persalinan. 
6. Kamar Mandi 
WHO dan Asosiasi Rumah Sakit Internasional tidak merekomendasikan kamar mandi/toilet di kamar bersalin dengan karena dapat meningkatkan risiko infeksi nosokomial dan menurunkan tingkat sanitasi kamar bersalin (tingginya frekuensi dan khalayak pengguna, lalu lintas antar ruang, cemaran mikroorganisme, percikan air atau sekret tubuh membasahi lantai yang basah dan meningkatkan risiko infeksi.    

7. Pencegahan Infeksi 
Menjaga sanitasi ruangan dan lingkungan harus pada tingkat tertinggi. Kepatuhan dalam menjalankan praktik-praktik pencegahan infeksi, akan melindungi penolong persalinan dan keluarga ibu dari infeksi. Anjurkan ibu membersihkan diri di awal persalinan dan memakai pakaian yang bersih. Praktik mencuci tangan, menggunakan peralatan steril/DTT dan barier protektif akan menurunkan risiko infeksi ke tingkat yang paling rendah.

8. Partograf  

Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik. Tujuan penggunaan partograf adalah:
Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan 
Menilai persalinan berjalan normal atau abnormal
Rekam medik kondisi awal ibu dan bayi, asuhan yang diberikan, perubahan kondisi dan upaya koreksi kondisi ibu, kondisi bayi, kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan/tindakan yang diberikan dan keluaran pelayanan ibu bersalin dan bayi baru lahir 
Partograf digunakan untuk:
semua ibu dalam persalinan  
persalinan fisiologis maupun patologis. 
setiap fasilitas kesehatan baik pemerintah atau swasta
digunakan oleh semua penolong persalinan  

Catatan persalinan tersebut terdiri dari informasi dan kegiatan/asuhan berikut:
  • Data atau Informasi Umum
  • Kala I
  • Kala II
  • Kala III 
  • Bayi baru lahir 
  • Kala IV


Fans Page