Ads 468x60px

30 April, 2012

Plasenta Previa


Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi se¬telah anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapat penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok yang fatal. Salah satu sebabnya adalah plasenta previa. Oleh sebab itu, perlulah keadaan ini diantisipasi seawal-awalnya selagi perdarahan belum sampai ke tahap yang membahayakan ibu dan janinnya. Antisipasi dalam perawatan prenatal adalah sangat mungkin oleh karena pada umumnya penyakit ini berlangsung perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan berulang yang mulanya tidak banyak tanpa disertai rasa nyeri dan terjadi pada waktu yang tidak tertentu, tanpa trauma. Sering disertai oleh kelainan letak janin atau pada kehamilan lanjut bagian bawah janin tidak masuk ke dalam panggul, tetapi masih mengambang di atas pintu atas panggull. Perempuan hamil yang ditengarai menderita plasenta previa hams segera dirujuk dan diangkut ke rumah sakit terdekat tanpa melakukan periksa dalam karena perbuatan tersebut memprovokasi perdarahan berlangsung semakin deras dengan cepat.

Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. Sejalan dengan bertambah membesamya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah ra¬him ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Feno¬mena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta previa ketika pemerik¬saan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun dalam masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital. Oleh karena itu, pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal ataupun intranatal.

Klasifikasi
  1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum.
  2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri in¬ternum.
  3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum.
  4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah him demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta normal4.

Insiden
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan curio Uterus bercacat ikut mempertinggi angka kejadianfiya, Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan insidennya berkisar 1,7% sampai dengan 2,9% pada negara maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1 % mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetrik yang memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih tinggi.

Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahm dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemu¬kakan  sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor risiko bagi terjadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok dijumpai insiden plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon monooksida pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensas. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga me¬nutupi sebagian atau seluruh ostium uteri intemum.

Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin lup. lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenu akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan in¬tervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi barn akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain¬less). Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta pre-via parsialis atau letak rendah, perdarahan barn terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal tersebut perlu diper¬timbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan viii dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-buli dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi oada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna -etentio placentae), atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.

Gambaran klinik
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui vagina rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian.
Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan; perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahan diperhebat berhubung segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian, perdarahan bisa berlangsung sampai pascapersalinan. Perdarahan bisa juga bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta. Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut tidak tegang.

Diagnosis
Perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan lanjut biasanya menderita plasenta previa atau solusio plasenta. Gambaran klinik yang klasik sangat menolong membedakan antara keduanya. Dahulu untuk kepastian diagnosis pada kasus dengan perdarahan banyak, pasien dipersiapkan di dalam kamar bedah demikian rupa segala sesuatunya termasuk staf dan perlengkapan anestesia semua siap untuk tindakan bedah sesar. Dengan pasien dalam posisi litotomi di atas meja operasi dilakukan periksa dalam (vaginal toucher) dalam lingkungan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) secara hati-hati dengan dua jari telunjuk dan jari tengah meraba forniks posterior untuk mendapat kesan ada atau tidak ada bantalan antara jari dengan bagian terbawah janin. Perlahan jari-jari digerakkan menuju pembukaan serviks untuk meraba jaringan plasenta. Kemudian jari-jari digerakkan mengikuti seluruh pembukaan untuk mengetahui deraja: atas klasifikasi plasenta. Jika plasenta lateralis atau marginalis dilanjutkan dengan amniotomi dan diberi oksitosin drip untuk mempercepat persalinan jika tidak terjadi perdarahan banyak untuk kemudian pasien dikembalikan ke kamar bersalin. Jika terjadi perdarahan banyak atau ternyata plasenta previa totalis, langsung dilanjutkan dengar. seksio sesarea. Persiapan yang demikian dilakukan bila ada indikasi penyelesaian persalinan. Persiapan yang demikian disebut dengan double set-up examination1,2,4. Perk diketahui tindakan periksa dalam tidak boleh/kontra-indikasi dilakukan di luar persiapan double set-up examination. Periksa dalam sekalipun yang dilakukan dengan sangat lembut dan hati-hati tidak menjamin tidak akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Jika terjadi perdarahan banyak di luar persiapan akan berdampak pada prognosis lebih buruk bahkan bisa fataI.

Dewasa ini double set-up examination pada banyak rumah sakit sudah jarang dilakukan berhubung telah tersedia alat ultrasonografi. Transabdominal ultrasonogram dalam keadaan kandung kemih yang dikosongkan akan memberi kepastian diagnosis plasenta previa dengan ketepatan tinggi sampai 96%-98%. Walaupun lebih superior jarang diperlukan transvaginal ultrasonografi untuk medeteksi keadaan ostium uteri internum. Di tangan yang tidak ahli pemakaian transvaginal ultrasonografi bisa me provokasi perdarahan lebih banyak5. Di tangan yang ahli dengan transvaginal ultrasonografi dapat dicapai 98 % positive predictive value dan 100 % negative predictive value pada upaya diagnosis plasenta previa. Transperineal sonografi dapat mendeteksi ostium uteri intranum dan segmen bawah rahim, dan teknik ini dilaporkan 90 To positive predictive value dan 100 % negative predictive value dalam diagnosis plasenta previa. Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat dipergunakan untuk mendeteksi kelain¬an pada plasenta termasuk plasenta previa. MRI kalah praktis jika dibandingkan dengan USG, terlebih dalam suasana yang mendesak.

Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang menderita plasenta previa, di antaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan fatal.
  1. Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok.
  2. Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat seg¬men ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta dan bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang pernah seksio sesarea. Dila¬porkan plasenta akreta terjadi 10 % sampai 35 % pada pasien yang pernah seksio sesarea satu kali, naik menjadi 60 % sampai 65 % bila telah seksio sesarea 3 kali4.
  3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh karena itu, ha¬rm sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria uterina, ligasi arteria ovarika, pemasangan tampon, atau ligasi arteria hipogastrika, maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
  4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
  5. Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterml. Pada kehamilan 37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk me¬ngetahui kematangan pare janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat pematangan pare janin sebagai upaya antisipasi3.
  6. Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan dalam kepustakaan selain masa rawatan yang lebih lama, adalah berisiko tinggi untuk solusio plasenta (Risiko Relatif 13,8), seksio sesarea (RR 3,9), kelainan letak janin (RR 2,8), perdarahan pasca¬persalinan (RR 1,7), kematian maternal akibat perdarahan (50 %), dan disseminated intravascular coagulation (DIC) 15,9 %4.

Penanganan
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester kedua atau tri¬mester ketiga hams dirawat dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan faktor Rh. Jika Rh negatif RhoGam perlu diberikan pada pasien yang belum pernah mengalami sensitisasi. Jika kemudian ternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan masih prematur dibolehkan pulang dilanjutkan dengan rawat rumah atau rawat jalan dengan syarat telah mendapat konsultasi yang cukup dengan pihak keluarga agar dengan segera kembali ke rumah sakit bila terjadi perdarahan ulang, walaupun kelihatannya tidak mencemaskan. Dalam keadaan yang stabil tidak ada keberatan pasien dirawat di rumah atau rawat jalan. Sikap ini dapat dibenarkan sesuai dengan hasil penelitian yang mendapatkan tidak ada perbedaan pada morbiditas ibu dan janin bila pada masing¬masing kelompok diberlakukan rawat inap atau rawat jalan. Pada kehamilan antara 24 minggu sampai 34 minggu diberikan steroid dalam perawatan antenatal untuk pema¬tangan pare janin3. Dengan rawat jalan pasien lebih bebas dan kurang stres serta biaya dapat ditekan. Rawat inap kembali diberlakukan bila keadaan menjadi lebih serius.

Hal yang perlu dipertimbangkan adalah adaptasi fisiologik perempuan hamil yang memperlihatkan seolah keadaan klinis dengan tanda-tanda vital dan hasil pemeriksaan laboratorium yang masih normal padahal bisa tidak mencerminkan keadaannya yang sejati. Jika perdarahan terjadi dalam trimester kedua perlu diwanti-wanti karena perdarahan ulangan biasanya lebih banyak. Jika ada gejala hipovolemia seperti hipotensi dan takikardia, pasien tersebut mungkin telah mengalami perdarahan yang cukup berat, lebih berat daripada penampakannya secara klinis. Transfusi darah yang banyak perlu segera diberikan.
Pada keadaan yang kelihatan stabil dalam rawatan di luar rumah sakit hubungan suami isteri dan kerja rumah tangga dihindari kecuali jika setelah pemeriksaan ultrasonografi ulangan, dianjurkan minimal setelah 4 minggu, memperlihatkan ada migrasi plasenta menjauhi ostium uteri internum. Bila hasil USG tidak demikian, pasien tetap dinasihati untuk mengurangi kegiatan fisiknya dan melawat ke tempat jauh tidak dibenarkan sebagai antisipasi terhadap perdarahan ulang sewaktu-waktu.

Selama rawat Map mungkin perlu diberikan transfusi darah dan terhadap pasien dilakukan pemantauan kesehatan janin dan observasi kesehatan maternal yang ketat berhubung tidak bisa diramalkan pada pasien mana dan bilamana perdarahan ulang akan terjadi. Perdarahan pada plasenta previa berasal dari ibu karenanya keadain janin tidak sampai membahayakan. Pasien dengan plasenta previa dilaporkan berisiko tinggi untuk mengalami solusio plasenta (rate ratio 13,8), seksio sesarea (rate ratio 3,9), kelainan letak janin (rate ratio 2,8), dan perdarahan pascasalin (rate ratio 1,7). Sebuah laporan menganjurkan pemeriksaan maternal serum alfa feto protein (MSAFP) dalam trimester kedua sebagai upaya mendeteksi pasien yang perlu diawasi dengan ketat. Bila kadar MSAFP naik tinggi lebih dari 2 kali median (2.0 multiples of the median) pasien tersebut mempunyai peluang 50 % memerlukan rawatan dalam rumah sakit karena per¬darahan sebelum kehamilan 30 minggu, hams dilahirkan prematur sebelum 34 minggu hamil, dan hams dilahirkan atas indikasi hipertensi dalam kehamilan sebelum kehamilan 34 minggu. Pada lebih kurang 20 % pasien solusio plasenta datang dengan tanda his. Dalam keadaan janin masih prematur dipertimbangkan memberikan sulfas magnesikus untuk menekan his buat sementara waktu sembari memberi steroid untuk memperce¬pat pematangan paru janin. Tokolitik lain seperti beta-mimetics, calcium channel blocker tidak dipilih berhubung pengaruh sampingan bradikardia dan hipotensi pada ibu. Demikian dengan indometasin tidak diberikan berhubung mempercepat penutupan auktus arteriosus pada janin.Perdarahan dalam trimester ketiga perlu pengawasan lebih ketat dengan istirahat baring yang lebih lama dalam rumah sakit dan dalam keadaan yang serius cukup alasan untuk merawatnya sampai melahirkan. Serangan perdarahan ulang yang banyak bisa raja terjadi sekalipun pasien diistirahat baringkan. Jika pada waktu masuk terjadi perdarahan -ang banyak perlu segera dilakukan terminasi bila keadaan janin sudah viabel. Bila per darahannya tidak sampai demikian banyak pasien diistirahatkan sampai kehamilan 36 minggu dan bila pada amniosentesis menunjukkan pam janin telah matang, terminasi :a:at dilakukan dan jika perlu melalui seksio sesarea.

Pada pasien yang pernah seksio sesarea perlu diteliti dengan ultrasonografi, Color atau MRI untuk melihat kemungkinan adanya plasenta akreta, inkreta, atau perkreta. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan baik oleh mereka yang ahli dan berpengalaman. Dengan USG dapat dilihat demarkasi antara lapisan Nitabuch dengan desidua basalis yang terputus. Dengan Color Doppler terlihat adanya turbulensi aliran da¬rah ke dalam plasenta yang meluas ke jaringan sekitarnya. Dengan MRI dapat diperlihatkan _asan jaringan plasenta ke dalam miometrium (plasenta inkreta atau perkreta).

Apabila diagnosis belum pasti atau tidak terdapat fasilitas ultrasonografi transvaginal  trduga plasenta previa marginalia atau terduga plasenta previa parsialis dilakukan double set up examination (lihat di atas) bila inpartu ataupun sebelumnya bila perlu. Pasien dengan semua klasifikasi plasenta previa dalam trimester ketiga yang dideteksi dengan ultrasonografi transvaginal belum ada pembukaan pada serviks persalinannya dilakukukan melalaui seksio sesarea. Seksio sesarea juga dilakukan apabila ada perdarahan banyak "an nengkhawatirkan.

Kebanyakan seksio sesarea pada plasenta previa dapat dilaksanakan melalui insisi melintang pada segmen bawah rahim bagian anterior terutama bila plasentanya terletak di belakang dan segmen bawah rahim telah terbentuk dengan baik. Insisi yang demi¬kian dapat juga dikerjakan oleh dokter ahli yang cekatan pada plasenta yang terletak anterior dengan melakukan insisi pada dinding rahim dan plasenta dengan cepat dan dengan cepat pula mengeluarkan janin dan menjepit tali pusatnya sebelum janin sem¬pat mengalami perdarahan (fetal exsanguination) akibat plasentanya terpotong. Seksio sesarea ldasik dengan insisi vertikal pada rahim hanya dilakukan bila janin dalam letak lintang atau terdapat varises yang luas pada segmen bawah rahim. Anestesia regional dapat diberikan dan pengendalian tekanan darah dapat dikendalikan dengan baik di tangan spesialis anestesia. Pertimbangan ini dilakukan mengingat perdarahan intraoperasi dengan anestesia regional tidak sebanyak perdarahan pada pemakaian anestesia umum. Namun, pada pasien dengan perdarahan berat sebelumnya anestesia umum lebih baik mengingat anestesia regional bisa menambah berat hipotensi yang biasanya telah ada dan memblokir respons normal simpatetik terhadap hipovolemia.

Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG di samping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. De¬ngan demikian, banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum sepe¬nuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu penelitian yang melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan kawan-kawan (1999) dilaporkan angka kelahiran prematur 47 %. Hubungan hambatan pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta previa belum terbukti.

Vasa Previa
Vasa previa adalah keadaan di mana pembuluh darah janin berada di dalam selaput ketuban dan melewati ostium uteri internum untuk kemudian sampai ke dalam insersi¬nya di tali pusat. Perdarahan terjadi bila selaput ketuban yang melewati pembukaar. serviks robek atau pecah dan vaskular janin itu pun ikut terputus. Perdarahan ante¬partum pada vasa previa menyebabkan angka kematian janin yang tinggi (33 % sampai 100 %).
Faktor risiko antara lain pada plasenta bilobata, plasenta suksenturiata, plasenta letak rendah, kehamilan pada fertilisasi in vitro, dan kehamilan ganda terutama triplet. Semua keadaan ini berpeluang lebih besar bahwa vaskular janin dalam selaput ketuban melewati ostium uteri. Secara teknis keadaan ini dimungkinkan pada dua situasi yaitu pada insersio velamentosa dan plasenta suksenturiata. Pembuluh darah janin yang melewati pembukaan serviks tidak terlindung dari bahaya terputus ketika ketuban pecah dalam persalinan dan janin mengalami perdarahan akut yang banyak.
Keadaan ini sangat jarang kira-kira 1 dalam 1.000 sampai 5.000 kehamilan.'Untuk berjaga-jaga ada baiknya bila dalam asuhan prenatal ketika pemeriksaan USG dilaku¬kan, perhatian diperluas kepada keadaan ini dengan pemeriksaan transvaginal Color Doppler ultrasonografi. Bila terduga telah terjadi perdarahan fetal, untuk konfirmasi dibuat pemeriksaan yang bisa memastikan darah tersebut berasal dari tubuh janin dengan pemeriksaan APT atau Kleihauer-Betke. Pemeriksaan ini didasari darah janin yang tahan terhadap suasana alkali. Pemeriksaan yang terbaik adalah dengan elektroforesis.
Bila diagnosis dapat ditegakkan sebelum persalinan, maka tindakan terpilih untuk menyelamatkan janin adalah melalui bedah sesar

Sumber: Prawirohardjo,2008

28 April, 2012

Kenapa darah di PMI Mahal kan yang donor darah enggak minta bayaran?


Begitulah mungkin pertanyaan yang sering dilontarkan oleh orang yang meminta darah di PMI atau orang yang membawa pendornot sendiri tapi tetap diminta biaya untuk setiap kantong darahnya. Banyak masyarakat yang masih bertanya2 dan berasumsi bahwa PMI memperjualbelikan darah dengan harga yg mahal padahal darah tsb didapat secara cuma cuma dari para pendonor. berikut sedikit penjelasanyang saya dapat dari seorang tenaga kesehatan di PMI di forum kaskus (id baduang).
Penjelasan begini gan....katanya sih.....:D

UTD PMI mengeluarkan biaya proses pengolahan dari para pendonor sampai darah tersebut siap didistribusikan ke pasien, diantara biaya tersebut adalah :


  1. Kantong Darah, kantong darah yg digunakan pada saat agan2 donor darh bukanlah kantong biasa,kantong ini telah didesign khusus agar darah tidak mudah membeku dan tidak rusak
  2. Pengecekan kesehatan donor, pada saat agan donor,agan pasti dicek kesehatanya mulai dari tensi hingga kada Hemoglobin agan. nah,biaya pengecekan kesehan ini juga lumayan mahal gan.untuk pengecekan kadar hemoglobin aja kalo ga salah Rp 8.000/donor
  3. Pemeriksaan LAB penyakit menular, semua darah yang didapat dari para donor dicek penyakit yg sekiranya bisa menular lewat tranfusi darah. sesuai dengan keputusan dari WHO penyakit yang dicek tersebut adalah : HIV, SYPHILIS / RAJASINGA / TREPONEMA, HEPATITIS B, HEPATITIS C. Bayangkan jika Agan medical checkup di RS untuk mengecek keempat penyakit tersebut,berapa biaya yg agan keluarkan bisa JUTAAN. PMI harus memastikan bahwa semua darah yg didistribusikan ke pasien adalah darah yang tidak terjangkit dari penyakit tsb diatas, kalau ada darah yg terdeteksi terjangkit penyakit tsb,maka darahnya dipiahkan untuk dimusnahkan.
  4. Biaya proses komponen darah, darah yang agan donorkan tidak berhenti berbentuk merah itu saja, melainkan nantinya darah akan diproses lagi sesuai dengan kebutuhan dan permintaan pasien. kasarnya, darah tersebut bisa dijadikan darah merah saja,darah putih saja, dll. contohnya kalau lagi musim DBD maka biasanya pasien butuh darah TROMBOSIT gan..proses pembuatan dari darah merah sampai menjadi TROMBOSIT ini memerlukan biaya yg lumayan juga lo..
  5. UJI SILANG SERASI ( Penyocokan antara darah donor dengan darah pasien), banyak masyarakat yg mengira darah bisa langsung ditranfusikan begitu saja,,,beresiko, yang benernya adalah darah tersebut juga perlu dicocokan dahulu dengan darah sipasien.mulai dari kecocokan golongan darahnya dll. Nah, proses UJI SILANG SERASI ini juga butuh biaya...
  6. Biaya operasional lainya, masih banyak lagi biaya lainya gan mulai dari pengembangan SDM,perekrutan donor,pengadaan dan pemeliaharaan alat yg lumayan mahal.....dan lainya.

08 April, 2012

Hubungan Hipertensi Gestasional dengan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir


Salah satu indikator keberhasilan pelayanan pada neonatal adalah angka kematian bayi yang rendah. Penyebab kematian bayi antara lain asfiksia. Asfiksia adalah keadaan bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Kejadian asfiksia di Indonesia berkisar 27,97%, asfiksia di Lampung sebesar 34,19%, berdasarkan data prasurvey di RSU A. Yani Metro, diketahui asfiksia merupakan kejadian terbanyak ke dua di RSU A. Yani Metro Tahun 2008 sebesar 15,26%. Timbulnya asfiksia disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah hipertensi gestasional. Kejadian hipertensi gestasional di RSU A. Yani Metro Tahun 2008 adalah 8,9% dari 754 persalinan. Rumusan masalah penelitian ini adalah adakah hubungan antara hipertensi gestasional dengan asfiksia pada bayi baru lahir di Ruang Bersalin RSU A. Yani metro Tahun 2008. 
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan hipertensi gestasional dengan asfiksia pada bayi baru lahir di ruang kebidanan RSU A Yani Metro tahun 2008. 
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi penelitian seluruh bayi lahir di Ruang Kebidanan RSU A. Yani Metro Tahun 2008 berjumlah 747 orang. Penentuan sampel menggunakan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat kesalahan 5% bedasar tabel krectjie di peroleh jumlah sampel 254 responden. Pengambilan sampel dengan tehnik random sampling secara acak sederhana. Data di ambil dengan menggunakan checklist melalui studi dokumentasi. Selanjutnya di analisis secara univariat dan bivariat dengan chi square.
Hasil analisis univariat didapatkan proporsi bayi yang mengalami asfiksia sebanyak 36,6%, sedangkan proporsi ibu yang mengalami hipertensi gestasional sebanyak 23,2%. Hasil analisis bivariat melalui uji statistik didapatkan nilai p = 0,000.
Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara hipertensi gestasional dengan asfiksia pada bayi baru lahir di ruang kebidanan RSU A Yani Metro Tahun 2008. Penulis menyarankan agar petugas kesehatan dapat meningkatkan pengawasan dan penanganan kejadian asfiksia atau faktor-faktor penyebab terjadinya asfiksia termasuk hipertensi gestasional 

Kata kunci : Asfiksia, Hipertensi Gestasional 
Daftar bacaan : 31 (1993-2009)

Anda tertarik Untuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA




Hubungan Antara Suami Perokok Dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)


Bayi Berat Lahir Rendah merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal, salah satu penyebabnya adalah rokok. Merokok tidak hanya berpengaruh terhadap  orang yang menghisapnya, tetapi juga mempengaruhi semua orang yang berada di sekitarnya, termasuk janin yang sedang berkembang dari ibu hamil yang kebetulan berada di dekatnya. Para  ahli menemukan adanya hubungan antara berat bayi yang dilahirkan oleh isteri seorang perokok akibat gangguan perkembangan janin selama dalam kandungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lahir rendah di wilayah kerja Puskesmas Karang Rejo Kecamatan Metro Utara tahun 2007. Penelitian ini bersifat analitik studi retrospektif yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan ini terjadi. Sampel dalam penelitian ini adalah suami yang memiliki bayi usia 0 – 1 tahun di wilayah kerja Puskesmas Karang Rejo yang berjumlah 21 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Analisa data dalam penelitian ini adalah analisis data bivariat.
Dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lahir rendah. Dengan diperolehnya niali P hitung lebih besar dari taraf kesalahan α (0,32 > 0,05). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara suami perokok dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

Kata Kunci : Suami Perokok, Bayi Berat Lahir Rendah

Anda tertarik Untuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA



Hubungan Antara Post Natal Breast Care Dengan Bendungan ASI


Pembentukan sumber daya manusia dimulai sejak lahir dengan diberikannya ASI Ekslusif. Bayi yang tidak diberi ASI Ekslusif kurang mendapatkan antibody yang melindungi tubuh dari infeksi, sehingga bayi rentan mengalami diare yang merupakan penyebab kematian utama balita didunia. Angka kejadian diare pada bayi usia 1 bulan  sampai kurang dari 12 bulan di Kota Gajah pada tahun 2007 tercatat 35 kasus. ASI Ekslusif yang tidak terlaksana dengan baik dapat disebabkan oleh bendungan ASI. Bendungan ASI adalah pembengkakan payudara yang terjadi karena ASI tidak keluar. Angka kejadian bendungan ASI di BPS Wilayah Kerja Puskesmas Kota Gajah termasuk tinggi yaitu sebanyak 26% bila dibandingkan dengan Puskesmas Gunung Sugih 18,5% dan Puskesmas Terbanggi Subing 15,4%. Bendungan ASI di Kota Gajah salah satu penyebabnya adalah karena kurang terlaksananya Post Natal Breast Care oleh ibu post partum. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian tentang hubungan Post Natal Breast Care dengan bendungan ASI.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Post Natal Breast Care dengan bendungan ASI di BPS Wilayah Kerja Puskesmas Kota Gajah Kabupaten Lampung Tengah.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi yang digunakan adalah semua ibu bersalin pada bulan juni tahhun 2009 di BPS Wilayah Kerja Puskesmas Kota Gajah sebanyak 42 orang. Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah semua populasi diambil sebagai sampel yaitu 42 ibu bersalin. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah check list. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan uji chi square. 
Hasil penelitian diperoleh berdasarkan analisis univariat dari 42 responden sebanyak 40,48% mengalami bendungan ASI, yang melakukan Post Natal Breast Care 61,90%, pada tahap pelaksanaan Post Natal Breast Care diperoleh 52,38% dengan persiapan lengkap, 57,14% pelaksanaan baik dan evaluasi sesuai 64,29%. Hasil analisis bivariat p value (0,001) artinya ada hubungan yang signifikan antara Post Natal Breast Care dengan bendungan ASI dan nilai OR 12,6. 
Kesimpulan dari penelitian ini ada hubungan antara Post Natal Breast Care dengan bendungan ASI, oleh karena itu pengawasan pelaksanaan Post Natal Breast Care perlu ditingkatkan untuk menekan angka terjadinya bendungan ASI.

Kata kunci : Post Natal Breast Care, Bendungan ASI
Daftar bacaan : 28 (1986-2009)

Anda tertarik Untuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA




Hubungan antara pengetahuan kader tentang peran dan tugas dengan rendahnya cakupan imunisasi


Keberhasilan Program imunisasi untuk mencapai daya ungkit yang diharapkan akan sangat tergantung dari hasil cakupan program imunisasi. Kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan imunisasi yang tinggi dan merata dapat menimbulkan letusan atau  kejadian luar biasa dan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Menurut Depkes RI (2006) Diperkirakan pada Negara berkembang  dari setiap 1000 anak lahir, 5 akan cacat karena poliomyelitis, 10 meninggal karena tetanus neonatorum, 20 meninggal karena batuk rejan (pertusis) serta 30 atau lebih meninggal oleh morbili atau komplikasinya. Pencapaian program imunisasi untuk Lampung Tengah dari januari sampai dengan juli 2007 untuk semua jenis imunisasi berjumlah ± 66,23% (Dinkes. Lampung Tengah, 2007), sedangkan Kampung Subing Karya dari 4 posyandu dan jumlah kader posyandu 9 orang yang aktif dan 11 orang yang tidak aktif.diperoleh  hasil untuk semua  jenis imunisasi sebanyak 34,01 %  dari target 80 % yang ditetapkan (Puskesmas Seputih Mataram, 2007). Untuk itu dilakukan analisa data untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan kader tentang peran dan tugas dengan rendahnya cakupan imunisasi di Kampung Subing Karya tahun 2007.
Jenis penelitian  kuantitatif dengan cara  analisis dan rancangan Cross Sectional atau pendekatan silang. Penelitian cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dengan efek dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoadmodjo, 2005).Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan pengetahuan kader posyandu tentang peran dan tugas dengan rendahnya cakupan imunisasi di Kampung Subing Karya Kecamatan Seputih Mataram tahun 2007.Subjek dari penelitian ini Pengetahuan kader dan Objek penelitian adalah kader posyandu dengan jumlah sampel 20 orang kader dan cakupan imunisasi dengan jumlah sampel 49 bayi Pengambilan sampel dengan teknik sampling jenuh atau total populasi.Analisa yang dilakukan menggunakan analisa bivariat dengan rumus chi square dan fisher exact .
Hasil penelitian hubungan antara pengetahuan kader tentang peran dan tugas  dengan cakupan imunisasi menunjukkan hasil p hitung = 1 > 0,05. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan kader posyandu dengan rendahnya cakupan imunisasi. Menurut  Notoatmodjo (2003) bahwa setiap organisme dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor – faktor lain dari orang bersangkutan (determinan prilaku) yaitu faktor internal (karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin  dan sebagainya) dan faktor eksternal (lingkungan merupakan faktor dominan yang mewarnai prilaku seseorang).
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah hubungan antara pengetahuan kader posyandu tentang perang dan cakupan imunisasi tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan tetapi oleh prilaku dari kader itu sendiri dimasyarakat. Sedangkan hubungan antara pengetahuan kader tentang tugas dengan rendahnya cakupan imunisasi tidak dipengaruhi oleh pengetahuan tetapi oleh prilaku kader itu sendiri dan lingkungan. Oleh karena itu untuk peningkatan cakupan imunisasi perlu dilakukan perencanaan yang cermat, kemampuan managerial dari penyelenggara terutama kader posyandu dan tersedianya fasilitas yang cukup memadai.

Kata Kunci : Kader posyandu, Peran, Tugas, Imunisasi

Anda tertarik Untuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA



Hubungan Antara Pemberian Susu Formula Dengan Kejadian Diare Pada Bayi Umur 0 – 6 Bulan


Bayi merupakan aset masa depan yang akan melanjutkan pembangunan di suatu negara. Masa bayi dan balita merupakan masa yang rentan terhadap serangan penyakit terutama diare. Diare dapat menyebabkan dehidrasi bahkan dapat berdampak pada kematian. Pada bayi penyebab tersering diare adalah karena pemberian susu formula. Diare pada pemberian susu formula dapat terjadi karena laktose intoleran, cara pemberian, dan kebersihan alat. Di Puskesmas Tambah Subur tahun 2008 terdapat 34 kasus diare dari 400 bayi dibandingkan dengan Puskesmas Porbolinggo yang merupakan tetangga kecamatan hanya 18 kasus dari 610 bayi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pemberian susu formula dengan kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan di Puskesmas Tambah Subur.

Penelitian ini menggunakan survey analitik dengan desain penelitian cross sectional, populasinya adalah seluruh ibu yang memiliki bayi umur 0 – 6 bulan yang diberi susu formula berjumlah 110 ibu. Sampel penelitian ini berjumlah 85 ibu  dengan tehnik simple random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner, cara ukurnya dengan metode wawancara Teknik analisa data yang digunakan adalah chi square. 

Hasil penelitian diperoleh bahwa prevalansi kejadian diare pada bayi yang diberi susu formula 63,53%, proporsi cara pemberian susu formula 64,71% tidak sesuai aturan, proporsi kebersihan alat 64,71%, alat yang digunakan untuk menyajikan susu formula tidak bersih. Berdasarkan uji chi square diperoleh chi square X2 hitung 43,94 > X2 tabel 3,841 berarti ada hubungan antara cara pemberian susu formula dengan kejadian diare pada bayi umur 0 – 6 bulan. Dan hasil uji statistik chi square X2 39,23 > X2 tabel 3,841 berarti ada hubungan antara kebersihan alat dengan kejadian diare pada bayi 0 – 6 bulan. 
Kesimpulan ada hubungan bermakna antara pemberian susu formula dengan kejadian diare pada bayi umur 0 – 6 bulan di Puskesmas Tambah Subur.  Untuk itu disarankan Puskesmas Tambah Subur agar  memberikan penyuluhan tentang cara pemberian susu formula, kebersihan alat dan  pencegahan diare bagi ibu yang memiliki bayi umur 0-6 bulan yang diberi susu formula.  

Kata kunci : Diare,  Susu Formula 
Daftar Bacaan : 26 (1995 – 2009)

Anda tertarik Untuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA



Hubungan Paritas dan Usia Ibu dengan Plasenta Previa di Rumah Sakit Umum


Perdarahan pada kehamilan trimester ketiga pada umumnya merupakan perdarahan yang berat, apalagi jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok dan kematian, salah satu penyebabnya adalah plasenta previa, yang menjadi penyebab mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin  di negara berkembang yaitu sekitar 25-50%. Angka kematian ibu di Provinsi Lampung pada tahun 2006 tercatat 134 kasus per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di Kota Metro tercatat 8 orang per 2768 kelahiran hidup dimana penyebab kematian tersebut adalah perdarahan antepartum. Kejadian plasenta previa di Metro khususnya RSU A. Yani Metro dari bulan Januari sampai Desember 2007 tercatat sebanyak 65 kasus plasenta previa. 
Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara paritas dan usia ibu dengan plasenta previa di RSU A. Yani Metro tahun 2007. Subjek penelitian ini adalah ibu bersalin normal dan plasenta previa yang dirawat di ruang kebidanan RSUD A. Yani Metro dan objek penelitian ini adalah paritas, usia ibu dan plasenta previa. 
Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan cross sectional, dengan populasi ibu-ibu bersalin normal dan plasenta previa di ruang kebidanan RSU A. Yani Metro yang berjumlah 842 responden, sedangkan sampel penelitian  berjumlah 210 responden yang diperoleh berdasarkan tabel kreejie diambil dari sebagian populasi dengan teknik random sampling dengan sistematik sampling menggunakan alat ukur check list untuk mengambil data sekunder dari rekam medik,selanjutnya menganalisis menggunakan analisis univariat untuk mengetahui persentase dan analisis bivariat dengan uji chi-square. 
Hasil analisis data yaitu analisis univariat, didapatkan ibu-ibu yang bersalin dan plasenta previa yang termasuk multipara sebanyak 69,05%, sedangkan berdasarkan usia reproduksi tidak sehat (< 20 tahun atau lebih > 35 tahun) sebanyak 27,14%. Analisis bivariat dengan uji Chi-Square menghasilkan tidak ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan plasenta previa dengan x2 hitung (0,45) < x2  tabel (3,841) dan ada hubungan yang bermakna antara usia ibu dengan plasenta previa x2 hitung (10,87) > x2 tabel (3,841). Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan plasenta previa dan ada hubungan yang bermakna antara usia ibu dengan plasenta previa. 

Kata Kunci   :Paritas, Usia Ibu, Plasenta Previa 

Anda tertarik Untuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA



Hubungan Penggunaan Buku KIA Dengan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Kesehatan Ibu


Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan buku yang berisi catatan kesehatan ibu (hamil, bersalin dan nifas) dan anak (bayi baru lahir dan anak balita) serta berbagai informasi cara memelihara dan merawat kesehatan ibu dan anak. Buku ini berkontribusi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu tentang kesehatan ibu dan anak, karena sebab utama tingginya kematian ibu adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang kesehatan ibu. Program pengembangan penggunaan buku KIA di Puskesmas Sukaraja Tiga dimulai kembali pada bulan Maret 2009, dengan jumlah Bidan dan kader yang telah dilatih untuk penggunaan buku KIA ada 11 orang Bidan dan 35 Kader dari masing-masing posyandu, padahal penggunaan buku KIA di Lampung Timur sudah berlangsung dari tahun 2007. Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara bimbingan bidan/kader dan penggunaan buku KIA oleh ibu hamil dengan pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan ibu di wilayah kerja puskesmas Sukaraja Tiga?”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan bimbingan bidan/kader dan penggunaan buku KIA oleh Ibu hamil dengan pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan ibu di wilayah kerja puskesmas Sukaraja Tiga Kecamatan Marga Tiga Lampung Timur.

Penelitian ini bersifat survei analitik dengan rancangan cross sectional. Subjek penelitian ini adalah ibu hamil trimester III yang mempunyai buku KIA di wilayah kerja puskesmas Sukaraja Tiga pada bulan Januari-Mei tahun 2009 dengan jumlah populasi 246 ibu hamil. Pengambilan sampel dengan teknik stratifield proportional random sampling dengan besar sampel 152 ibu hamil. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket dengan alat ukur kuesioner. Analisa data yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji Chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bimbingan bidan/kader terhadap penggunaan buku KIA oleh ibu hamil dengan katagori baik sebanyak 80,9% dan dengan katagori kurangsebanyak 19,1%, penggunaan buku KIA oleh ibu hamil dalam katagori baik sebanyak 62,5% dan dalam katagori kurang sebanyak 37,5%, pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan ibu dalam katagori baik sebanyak 67,1% dan kurang sebanyak 32,9%. Hasil uji statistik dengan chi-square dengan hasil terdapat hubungan bermakna antara bimbingan bidan/kader terhadap penggunaan buku KIA oleh ibu hamil dengan pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan ibu  (p-value=0,00) dengan OR=24,50 yang berarti ibu hamil yang dibimbing bidan/kader berpeluang 24,50 kali dalam peningkatan pengetahuan ibu hamil, begitu pula pada hubungan antara penggunaan buku KIA oleh ibu hamil dengan pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan ibu terdapat hubungan yang bermakna dengan nilai p-valu =0,00 dan OR=30,45 yang berarti ibu hamil yang menggunakan buku KIA berpeluang 30,45 kali dalam peningkatan pengetahuan ibu hamil.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan penggunaan buku KIA dengan pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan ibu. Sehubungan dengan peningkatan kontribusi penggunaan buku KIA terhadap pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan ibu, maka disarankan petugas kesehatan perlu melakukan peningkatan kesadaran dan pemahaman ibu tentang penggunaan buku KIA baik dengan menyelenggarakan pelatihan terhadap kader dan penyuluhan untuk membimbing dan memotivasi ibu untuk menggunakan buku tersebut.

Kata kunci : Buku KIA, Pengetahuan Ibu Hamil
Daftar bacaan : 23 (1992-2009)

Anda tertarik Untuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA




Hubungan Antara Pemberian MP-ASI Secara Dini dengan Kejadian Obstipasi Pada Bayi Usia 0-6 Bulan


Makanan pendamping ASI boleh diberikan setelah bayi berusia 6 bulan. Memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini  atau bayi tidak diberi ASI eksklusif selama 6 bulan dapat menurunkan imunitas dan mengganggu pencernaan bayi yang salah satunya adalah obstipasi. Kejadian obstipasi yang terjadi pada bayi dapat berdampak pada obstruksi usus yang permanen sehingga perlu tindakan pembedahan. Pada  kasus lain bayi dapat menderita kekurangan zat gizi (malnutrisi) disebabkan karena berkurangnya fungsi usus terhadap absorbsi gizi. Pemberian MP-ASI dini di Desa Nabang Baru Kecamatan Marga Tiga Kabupaten Lampumg Timur masih tinggi yaitu ada 75 % bayi 0-6 bulan dari 12 ibu-ibu responden mengeluh obstipasi, sehingga perlu diketahui adakah hubungan pemberian MP-ASI secara dini dengan kejadian obstipasi pada bayi 0-6 bulan. 
Penelitian ini bertujuan untuk  mengetahui  hubungan pemberian MP-ASI secara dini dengan kejadian obstipasi pada bayi usia 0-6 bulan di Desa Nabang Baru Kecamatan Marga Tiga Kabupaten Lampung Timur tahun 2009. 
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan cross sectional.   Populasi  yang digunakan yaitu semua ibu-ibu yang  mempunyai bayi usia 0–6 bulan di Desa Nabang Baru Kecamatan Marga Tiga Lampung Timur. Sampel  menggunakan teknik sampling jenuh yaitu 40 responden yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan terhitung pada bulan Desember 2009. Analisis statistik univariat berupa distribusi frekuensi, persentase, berupa chi square (α 0,05). Alat pengumpulan data berupa kuesioner, cara ukur dengan menggunakan angket. 
Hasil analisis univariat menunjukkan pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan  masih cukup tinggi yaitu 57,5 % (23 bayi) dibandingkan dengan yang tidak diberi MP-ASI dini yaitu 42,5 % (17 bayi). Hasil analisis bivariat diperoleh x2 hitung > x2 tabel  (4,67 > 3,481) dengan koefisien kontingensi rendah (C = 0,31). Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pemberian MP-ASI terlalu dini dengan kejadian obstipasi pada bayi usia 0-6 bulan  dengan tingkat hubungan rendah. Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan MP-ASI perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih mengerti dan memahami sehingga pemberian ASI eksklusif  dan MP-ASI dapat diberikan pada waktu yang tepat.

Kata kunci : MP-ASI, Bayi 0-6 bulan 
Daftar bacaan : 22 (1993-2009)

Anda tertarik Untuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA


Hubungan Antara Stress dengan Gangguan siklus Menstruasi Pada Wanita Adolescence


Siklus menstruasi idealnya teratur setiap bulan dengan rentang waktu antara 21-35 hari setiap kali periode menstruasi. Namun tidak semua wanita mengalami siklus menstruasi yang normal, gangguan siklus menstruasi menyebabkan siklus menstruasi menjadi lebih panjang atau lebih dari 35 hari (oligomenore), siklus menstruasi lebih pendek kurang dari 21 hari (polymenore) bahkan tidak menstruasi selama 3 bulan (amenore) dari hasil penyelidikan terhadap 4000 wanita ternyata hanya 3% yang memiliki siklus menstruasi yang teratur dan hanya sekitar 30% wanita yang mempunyai siklus dengan kisaran satu atau dua hari dari statistik rata-rata 28 hari. Wanita yang berovulasi dalam siklus menstruasianya kira-kira 97% dan sekitar 15-25% wanita mempunyai siklus yang tidak berovulasi. Terganggunya siklus menstruasi menunjukkan ketidak seimbangan pada sistem metabolisme dan hormonal yang dampaknya yaitu wanita jadi lebih sulit hamil (infertilitas) karena terganggu proses ovulasi sel telur. Stress merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan siklus mentruasi. 
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara stress dengan gangguan siklus menstruasi pada wanita adolescence di Program Studi Kebidanan Metro. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Kebidanan Metro dengan jumlah 195 orang dan obyek penelitiannya adalah hubungan stress dengan gangguan siklus mentruasi. Lokasi penelitian di Program Studi Kebidanan Metro. 
Metode penelitian yang digunakan adalah survei analitik, dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 195 mahasiswa. Pengambilan sampel dengan teknik sampel jenuh. Pengumpulan data menggunakan angket berupa kuesioner. Analisis yang dilakukan menggunakan analisis univariat dalam bentuk persentase dan bivariat dengan rumus chi square.
Hasil penelitian proporsi gangguan siklus menstruasi pada wanita adolescence di Program Studi Kebidanan Metro tahun 2008 sebesar 14,36%. Proporsi kejadian stress pada wanita adolescence di Program Studi Kebidanan Metro tahun 2008 sebesar 34,87%. Hubungan antara stress dengan gangguan siklus menstruasi, diperoleh harga chi square (x2) hitung > chi square (x2) tabel (5,03 > 3,841).
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara stres dengan gangguan siklus menstruasi pada wanita adolescence di Program Studi Kebidanan Metro.

Kata Kunci : siklus menstruasi, stress, wanita adolescence

Anda tertarik Untuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA



Hubungan Antara Keputihan Dengan Personal Higiene Pada Remaja Putri


Keputihan adalah keluarnya cairan yang berlebihan dari liang senggama    (vagina). Penyebab keputihan antara lain disebabkan oleh jamur, bakteri, atau parasit. Keputihan tidak hanya menyebabkan infeksi namun dapat pula mengakibatkan kemandulan dan hamil diluar kandungan serta kanker leher rahim. 75% wanita Indonesia pernah mengalami keputihan sekali dalam hidupnya dan 3 dari 4 wanita di dunia mengalami keputihan setidaknya sekali dalam hidupnya.  Data poli kebidanan RSUD A. Yani Metro tahun 2008 bulan Januari – April terdapat 39 kasus keputihan. Hasil prasurvei di SMU Muhammadiyah I Metro didapatkan 15 dari 17 remaja putri yang menderita keputihan. Remaja putri merupakan salah satu bagian dari populasi yang beresiko terkena keputihan dan perlu perhatian khusus. Personal Higiene adalah merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting untuk menghindari terjadinya infeksi yang dapat menyebabkan keputihan. 
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi keputihan pada remaja putri, mengetahui proporsi remaja putri yang melakukan personal higiene serta mengetahui hubungan antara keputihan dengan personal higiene pada remaja putri di SMU Muhammadiyah I Metro. Subjek penelitian ini adalah remaja putri kelas X di SMU Muhammadiyah I Metro dan objek penelitian adalah keputihan dan personal higiene. 
Metode penelitian yang di gunakan adalah analitik kuantitatif dengan desain penelitian Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri kelas X di SMU Muhammadiyah I Metro yang berjumlah 114 orang yang di ambil sampel sebanyak 80 orang dengan menggunakan tabel kreejie dengan perhitungan ukuran sampel mempunyai tingkat kepercayaan 95%. Pemilihan sampel dengan cara Simple Random Sampling. Analisis yang di lakukan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dalam bentuk presentase dan analisis bivariat dengan menggunakan Uji Chi Square dengan berdasarkan tingkat kesalahan 5%.    
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi remaja putri yang mengalami keputihan adalah 75% dan proporsi remaja putri yang memiliki personal higiene baik adalah 52,5%. Hasil perhitungan Uji Chi Square menggunakan derajat kesehatan dan tingkat kesalahan 5% di dapatkan harga Chi Square hitung lebih besar dari Chi Square tabel yaitu 4,3 > 3,841. Maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan keputihan dengan personal higiene.  
Kesimpulan dalam penelitian adalah terdapat hubungan antara keputihan dengan personal higiene pada remaja putri di SMU Muhammadaiyah I Metro.

Kata Kunci : Keputihan, Personal Higiene, Remaja

Anda tertarik Untuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA




Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi Keluarga Kader Dengan Peran Serta Kader Posyandu


Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM)mempunyai peranan yang sangat besar dan strategis secara umum dan khususnya bidang kesehatan. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak posyandu yang kinerjanya menurun, yang disebabkan antara lain karena faktor kader yang kurang berfungsi. Berdasarkan pengalaman saat PKL PKMD pada bulan Desember 2007 dan studi pendahuluan yang di lakukan di Desa Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah pada bulan Maret 2008, di peroleh data jumlah kader di 4 Posyandu sebanyak 20 orang. Namun pada kenyataannya dari 2 Posyandu yang diamati, masing – masing hanya 1 dan 2 kader yang aktif berperan dalam kegiatan Posyandu tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan, tingkat ekonomi keluarga, dan peran serta kader Posyandu serta hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah tahun 2008. 
Subjek penelitian ini adalah semua kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah, sedangkan objek penelitianya yaitu tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif korelatif dengan rancangan cross sectional. Sampel yang di gunakan adalah sampel jenuh yakni semua kader Posyandu yang berjumlah 20 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner penelitian. Analisis data penelitian menggunakan chis square test dengan memperhitungkan nilai probabilitas (p-value). 
Hasil penelitian di peroleh gambaran distribusi proporsi peran serta kader Posyandu terdapat 50,0 % (10 kader) yang berperan serta kurang di kegiatan Posyandu. Hasil analisis uji variat dengan uji chi square di peroleh hasil : hubungan tingkat pengetahuan dengan peran serta kader Posyandu dengan p-value 0,180 yang berarti tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan peran serta kader Posyandu, dan hubungan tingkat ekonomi keluarga dengan peran serta kader Posyandu diperoleh nilai p-value 1,000 yang berarti tidak ada hubungan antara tingkat ekonomi keluarga dengan peran serta kader Posyandu.
Kesimpulan penelitian diperoleh peran serta kader Posyandu dengan kategori kegiatan sebanyak 50,0 % (10 kader), dan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan tingkat  ekonomi keluarga dengan peran serta kader Posyandu.

Kata kunci : Tingkat pengetahuan, tingkat ekonomi, peran serta kader posyandu

Anda tertarik Untuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA




Hubungan Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Anak Di TK


Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan nasional dan derajat kesehatan manusia Indonesia. Derajat kesehatan ini sangat dipengaruhi oleh intake zat gizi, intak zat gizi yang rendah akan menyebabkan gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada tahun 2006 angka kejadian gizi buruk di Kabupaten Lampung Tengah adalah 1.88%. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain, sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja menurunnya prestasi belajar di sekolah.       
Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan status gizi dengan prestasi belajar anak di TK Raudatul Athfal Al – Hikmah Rejo Basuki V. Subjek  penelitian ini semua anak yang mengikuti pendidikan di TK Raudatul Athfal        Al – Hikmah TA 2008/2009, objek penelitian status gizi dan prestasi belajar
Jenis penelitian ini merupakan metode analitik kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 34 anak di TK Raudatul Athfal Al – Hikmah Rejo Basuki V dan teknik pengambilan sampel yaitu non random sampling yaitu sebanyak 34 anak. Pengambilan data menggunakan instrumen berupa chek list. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan chi square. 
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga anak yaitu 38,24% anak memiliki status gizi tidak baik, sedangkan prestasi belajar anak lebih dari sepertiganya 41,18% anak memiliki prestasi belajar yang tidak baik, dan dari hasil penghitungan bahwa x2 hitung > x2 tabel, yaitu 6,87 > 3,841 dengan dk 1, maka terdapat hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar.
 Kesimpulan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga anak memiliki status gizi tidak baik, dan prestasi belajar lebih dari sepertiga anak memiliki prestasi belajar tidak baik, dan terdapat hubungan antara status gizi dengan prestasi anak di TK. Diharapkan Bagi tenaga pengajar agar dapat lebih memperhatikan keadaan status gizi anak didiknya dan program bulanan untuk memberikan makanan tambahan agar tetap dilanjutkan.

Kata Kunci : Status Gizi, Prestasi Belajar, Anak TK
Daftar bacaan : 32 (1996 - 2008)

Anda tertarik Untuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA


04 April, 2012

Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Pemberian ASI Pada Ibu


Rata-rata pertambahan berat badan perbulan pada kelompok bayi yang diberi ASI eksklusif lebih besar dari pada bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif. Pemberian ASI dirasakan sangat menurun di beberapa negara industri dan menurun sangat cepat dinegara-negara berkembang. Prosentase jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif di Lampung sudah cukup tinggi yaitu 70,33%. Di Lampung Tengah jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif 46,56%, tetapi di Kecamatan seputih Agung prosentasi bayi yang mendapat ASI eksklusif masih rendah yaitu 44,40%. Penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : ibu sakit, ibu bekerja, puting susu lecet, bendungan ASI dan mastitis. 
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu. Subyek penelitian ini adalah ibu menyusui yang mempunyai bayi berumur 0-2 tahun yang bertempat tinggal di Desa Simpang Agung Kecamatan Seputih Agung Lampung Tengah tahun 2007. Besarnya sampel adalah 60 ibu menyusui dan pengambilan sampelnya menggunakan sampel jenuh.
Alat pengambilan data yang dipergunakan adalah kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 6 variabel dan masing-masing variabel terdapat 5 pertanyaan yang mengarah kesatu jawaban akhir yaitu ada atau tidaknya gangguan pemberian ASI pada ibu. Penelitian ini diukur dengan menggunakan skala ordinal serta analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. 
Hasil penelitian dari 60 sampel ibu saat menyusui terdapat 46 ibu yang  mempunyai gangguan pemberian ASI. Dari 46 orang tersebut terdapat ibu sakit dan ibu bekerja yang masing-masing mempunyai jumlah 9 orang (19,6%), 25 orang (54,3%) puting susu lecet, 3 orang (6,5%) bendungan ASI dan tidak ada satupun yang disebabkan oleh mastitis.

Kata Kunci: Gangguan, ASI, Ibu

Anda tertarik Untuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA



Fans Page