Pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini masih diwarnai oleh rawannya derajat kesehatan ibu dan anak, terutama pada kelompok yang paling rawan yaitu ibu hamil, ibu bersalin dan bagi pada masa perinatal. Hal ini ditandai oleh tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi (Depkes, 2009).
Sebagai tolok ukur keberhasilan kesehatan ibu maka salah satu indikator terpenting untuk menilai kualitas pelayanan obstetri dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Balita (AKB) di wilayah tersebut. Di Indonesia, berdasarkan perhitungan oleh BPS diperoleh AKI tahun 2007 sebesar 248/100.000 KH. Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2005 sebesar 307/100.000 KH, AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 (102/100.000 KH) sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen untuk mencapai target tersebut (Depkes, 2009).
Kebijakan Depkes dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat pilar Safe Motherhood”. Namun, untuk mendukung upaya mempercepat penurunan AKI diperlukan penajaman sasaran agar kejadian “4 terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, terlalu banyak anak)” dan kehamilan yang tidak diinginkan dapat ditekan serendah mungkin. Akses terhadap pelayanan antenatal sebagai pilar kedua cukup baik, yaitu 87% pada tahun 2007; namun mutunya masih perlu ditingkatkan terus hasil ini masih lebih rendah dari target yang ditetapkan secara nasional pada tahun 2008 yaitu tinggi K I minimal 100%, K 2 90%. Persalinan yang aman sebagai pilar ketiga yang dikategorikan sebagai pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, pada tahun 2007 baru mencapai 69%. Untuk mencapai AKI sekitar 200 per 100.000 kelahiran hidup diperlukan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sekitar 80%. Cakupan pelayanan obstetri esensial sebagai pilar keempat masih sangat rendah, dan mutunya belum optimal (Depkes, 2009).
Pelayanan antenatal diberikan oleh petugas kesehatan baik yang bekerja di instansi pemerintah maupun swasta. Pelayanan antenatalpun diberikan di Puskesmas-Puskesmas yang tersebar di Indonesia. Saat ini dalam pelaksanaannya, Puskesmas menghadapi banyak masalah. Sejalan dengan otonomi daerah, Puskesmas diupayakan direvitalisasi, antara lain lewat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat (Walujani M, 2005).
Puskesmas dalam memberikan pelayanan antenatal hendaknya menggunakan asuhan standar minimal yang telah ditetapkan oleh pemerintah sejak tahun 1999. Standar minimal ibu hamil “7T” di Puskesmas tersebut yaitu Timbang berat badan, ukur Tekanan darah, ukur Tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi TT, dan pemberian Tablet Fe, dalam rangka persiapan rujukan (Walujani M,.2005 ).
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Ada pertanyaan ataupun komentar ....!