Ads 468x60px

23 Agustus, 2011

Hubungan antara paritas ibu hamil dengan kepatuhan dalam melakukan imunisasi TT di Puskesmas


Tetanus disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh bakteri yang disebut Clostridium tetani. Tetanus merupakan salah satu penyebab kematian bayi di Indonesia. Program yang telah terbukti efektif untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah adalah dengan imunisasi. Salah satu imunisasi yang diberikan kepada wanita usia subur dan ibu hamil adalah imunisasi TT yang berguna untuk mencegah terjadinya tetanus.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara paritas ibu hamil dengan kepatuhan dalam melakukan imunisasi TT di Puskesmas Sekampung Kabupaten Lampung Timur periode Januari-Juni 2011. Penelitian ini bersifat analitik, subjek penelitian yaitu ibu hamil Trimester III, sedangkan objek penelitiannya adalah paritas ibu hamil dan kepatuhan dalam melakukan imunisasi TT.
Populasi pada penelitian ini yaitu 104 ibu hamil, sedangkan sampel yang diambil adalah seluruh jumlah populasi (total sampling). Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar checklist. Data diperoleh berupa data sekunder yang ada di Puskesmas Sekampung mengenai imunisasi TT dalam bentuk Register Kohort ibu. 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil di Puskesmas Sekampung Kabupaten Lampung Timur  periode Januari-Juni 2011 sebanyak 104 responden sebagian besar adalah grandemultigravida (35,58%) dan tidak patuh dalam melakukan imunisais TT (62,52%). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji chi square didapatkan nilai 2hitung  sebesar 6,747 dan nilai 2tabel  dengan dk = 2 sebesar 5,991. Karena 2hitung (6,747)¬ > 2tabel (5,991), maka Ho ditolak Ha terima, artinya terdapat hubungan antara paritas dengan kepatuhan dalam melakukan imunisasi TT pada ibu hamil.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah ibu hamil di Puskesmas Sekampung adalah sebagain besar dengan paritas grandemultigravida dan tidak patuh dalam melakukan imunisasi TT serta terdapat hubungan antara paritas dan kepatuhan tersebut, sehingga dapat disarankan kepada para petugas kesehatan untuk dapat meningkakan upaya penyuluhan kepada para ibu mengenai manfaat dari imunisasi TT tersebut. 

Kata Kunci : Paritas, ibu hamil, imunisasi TT

Anda tertarikUntuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA



Gambaran Kunjungan Ibu Nifas 6 hari

Kunjungan nifas merupakan upaya mendeteksi adanya komplikasi atau bahaya masa nifas yang di hadapi ibu perdarahan, infeksi, mastitis, syok, demam tinggi dan pembendungan payudara. Periode pasca persalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi, dan keluarganya secara psiologis emosinal,dan sosial. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas.



Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran kunjungan ibu nifas 6 hari di RB Handayani Labuhan Maringgai tahun 2011, dengan subjek penelitian adalah ibu  yang melalui masa nifas 6 hari dan objek penelitian gambaran kunjungan ibu nifas 6 Hari.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif dengan populasi adalah seluruh ibu yang melalui masa nifas 6 hari sejumlah 47 orang ibu dan pengambilan sampel dengan tehnik metode total sampling sehingga sampel yang diambil 47 orang ibu nifas 6 hari. Pengumpulkan data menggunakan metode angket dan alat ukur berupa kuisioner untuk memperoleh informasi dari responden dengan cara memilih salah satu alternatif  jawaban mengunakan cheklist.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hasil adalah ibu yang melakukan kunjungan sebanyak 15 orang (31,91%) tidak melakukan kunjungan yaitu sebanyak 32 orang (68,09%), umur yang melakukan kunjungan berumur 20-35 tahun (60%), dan yang tidak melakukan juga sebagian besar pada umur 20-35 (71,9%), pendidikan  yang melakukan kunjungan sebagian  besar dengan pendidikan menengah (73,3%), dan yang tidak melakukan juga dengan pendidikan menengah (78,1%), tingkat ekonomi yang melakukan kunjungan sebagian besar dengan tingkat ekonomi sedang (53,5%), dan ibu yang tidak melakukan juga sebagian besar dengan tingkat ekonomi sedang (71,9%), berdasarkan paritas yang melakukan kunjungan sebagian besar dengan paritas primipara (66,7%), dan yang tidak melakukan dengan paritas multipara (84,4%), berdasarkan jarak tempuh yang melakukan kunjungan sebagian besar dengan jarak tempuh yang dekat (86,7%), dan yang tidak melakukan sebagian besar dengan jarak tempuh yang jauh (87,5%).
Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut, maka saran kepada tenaga kesehatan khususnya pihak RB Handayani untuk dapat memberikan konseling mengenai manfaat kunjungan masa nifas serta untuk lebih pro aktif melakukan kunjungan bagi ibu nifas ke rumah bagi ibu yang belum dapat melakukan mobilisasi umum secara baik.

Kata Kunci : Kunjungan Nifas 6 hari, Ibu Nifas


Anda tertarikUntuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA

Hubungan Antara Umur Dan Paritas Ibu Hamil Dengan Kejadian Perdarahan Ante Partum (PAP) di RSUD


Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi baru lahir (AKBBL) di Indonesia saat ini masih jauh dari target yang harus dicapai pada tahun 2015 sesuai dengan kesepakatan sasaran pembangunan Millenium. Adapun faktor penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan 40-60 %, preeklamsi dan eklampsi 20-30%, infeksi 20-30 %. Perdarahan merupakan faktor terbesar penyebab tingginya AKI. Kejadian plasenta previa dan solusio plasenta bervariasi diberbagai tempat berkisar antara 0,3% sampai 0,6% dari keseluruhan persalinan, sedangkan di rumah sakit lebih tinggi karena menerima rujukan dari luar

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan antara umur dan paritas Ibu Hamil dengan kejadian perdarahan antepartum di RSUD Ahmad Yani Metro tahun 2010, dengan subjek penelitian adalah ibu hamil denganperdarahan antepartum dan objek penelitian adalah umur dan dan paritas ibu.

Jenis penelitian ini adalah analitik korelasional dengan pendekatan waktu secara cross sectional, dengan populasi adalah seluruh ibu seluruh ibu hamil yang mengalami perdarahan antepartum sebanyak 75 ibu hamil, dimana keseluruhan populasi tersebut dijadikan sampel dengan tehnik total sampling. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dengan menggunakan lembar cheklist.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hasil bahwa distribusi frekuensi Kejadian perdarahan antepartum terdiri dari 48 kasus plasenta previa (64%), solusio plasenta 27 kasus (36%), umur ibu hamil untuk kejadian plasenta previa terbanyak pada umur yang beresiko (< 20 dan > 35 tahun) (74,5%), dan pada solusio plasenta terbanyak pada umur 20-35 tahun (53,87%), paritas ibu hamil untuk kejadian plasenta previa terbanyak dengan paritas grande multi (78,26%), dan untuk solusio plasenta terbanyak dengan paritas multipara (53,33%), terdapat hubungan antara umur ibu hamil dengan kejadian perdarahan antepartum, dengan nilai x2 hitung 5,988 > dari x2 tabel 3,841, dan terdapat hubungan antara paritas ibu hamil dengan kejadian perdarahan antepartum dengan nilai x2 hitung 6,670 > dari x2 tabel 5,991.

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah distribusi frekuensi  kejadian perdarahan terbanyak adalah plasenta previa dengan umur beresiko (<20 dan > 35 tahun) dan paritas grandemulti, serta terdapat hubungan antara umur dan paritas dengan kejadian perdarahan antepartum di RSUD A. Yani Metro tahun 2010.

Kata Kunci : Perdarahan Antepartum, Umur dan paritas

Anda tertarikUntuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA

Selulitis


Patofisiologi dan etiologi
Selulitis adalah peradangan pada kulit dan jaringan subkutan yang dihasilkan dari infeksi umum, biasanya dengan bakteri Staphylococcus atau Streptococcus. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari trauma kulit atau infeksi bakteri sekunder dari luka terbuka, seperti luka tekanan, atau mungkin terkait dengan trauma kulit. Hal ini paling sering terjadi pada ekstremitas, terutama kaki bagian bawah.

Pencegahan
Kebersihan yang baik dan pencegahan kontaminasi silang adalah penting. Jika ada luka terbuka, mencegah infeksi dan mempromosikan penyembuhan sangat penting.

Tanda dan Gejala
Tanda awal dari selulitis adalah area lokal peradangan yang mungkin menjadi lebih umum jika tidak ditangani dengan baik. Manifestasi klinis umum termasuk kehangatan, kemerahan, edema lokal, nyeri, nyeri, demam, dan limfadenopati. Ini dapat dilihat dalam setiap bidang luka terbuka, dengan trauma kulit, dan di kaki bagian bawah. Infeksi dapat memperburuk cepat jika tidak ditangani dengan baik.

Tes Diagnostik
Kultur dan sensitivitas pengujian dari setiap pustula atau drainase yang diperlukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi. Kultur darah juga dapat diindikasikan untuk menyingkirkan bakteremia.

Terapi Intervensi
Antibiotik topikal dan sistemik yang diresepkan sesuai dengan budaya dan hasil uji sensitivitas. Debridement jaringan nonviable diperlukan jika ada luka terbuka. Antibiotik sistemik diindikasikan jika demam dan limfadenopati yang hadir. Hangat, lembab kompres dapat dipesan, meskipun tidak ada bukti bahwa ini berguna dalam mengobati rasa sakit atau infeksi.
Jerawat Vulagaris
Patofisiologi dan Etiologi
Acne vulgaris adalah gangguan kulit yang umum dari kelenjar-kelenjar sebaceous dan folikel rambut mereka yang biasanya terjadi pada wajah, dada, punggung atas, dan bahu. Etiologi multifokal. Penyebab paling umum adalah perubahan hormon selama masa pubertas.

Kelenjar sebaceous berada di bawah kendali endokrin, terutama androgen. Stimulasi androgen (misalnya, selama masa remaja atau siklus menstruasi) pada gilirannya merangsang kelenjar sebaceous untuk meningkatkan produksi sebum. Ini, bersama dengan obstruksi bertahap dari duet pilosebaceous dengan puing-puing akumulasi, pecah kelenjar sebaceous, yang menyebabkan reaksi inflamasi yang dapat menyebabkan papula, pustula, nodul, dan kista. Jerawat terjadi ketika saluran-saluran melalui mana sebum ini mengalir menjadi terhubung.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya dan tingkat keparahan jerawat termasuk kecenderungan turun-temurun, stres, dan iritasi eksternal seperti sabun atau kosmetik. Hal ini tidak berhubungan dengan diet, cokelat, aktivitas seksual, atau berdosa.

Pencegahan
Acne vulgaris terjadi terlepas dari intervensi, namun, intervensi tertentu dapat mengurangi keparahan atau mencegah komplikasi. Menghindari "memilih" jerawat mencegah peradangan lebih lanjut dan jaringan parut. Pasien harus menghindari mencuci berlebihan, iritasi, dan abrasive.

Tanda dan Gejala
Lesi awal yang disebut komedo. Komedo tertutup atau whiteheads, adalah papula putih kecil dengan bukaan folikel kecil. Ini mungkin akhirnya menjadi komedo terbuka, atau komedo. Warna tidak disebabkan oleh kotoran tetapi oleh lipid dan pigmen melanin. Jaringan parut terjadi sebagai akibat dari peradangan kulit yang signifikan; memetik dapat memperburuk peradangan dan menyebabkan lebih lanjut jaringan parut. Peradangan yang dihasilkan dapat menyebabkan papula, pustula, nodul (Gambar 54,6), kista, atau abses. 
Terapi Intervensi
Pengobatan membantu mencegah lesi baru dan membantu lesi kontrol saat ini. Agen topikal yang efektif meliputi benzoil peroksida (Desquam-X; Benzagel), yang merupakan agen antibakteri yang dapat membantu mencegah penyumbatan pori-pori; antibiotik (eritromisin, tetrasiklin) untuk membunuh bakteri dalam folikel, dan vitamin A asam (Retin-A, tretinoin) untuk colokan melonggarkan pori dan mencegah terjadinya komedo baru. Agen topikal dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi. Mungkin diperlukan 3-6 minggu sebelum perbaikan terlihat.

Semua agen topikal harus diterapkan dengan tangan yang bersih untuk jerawat-daerah rawan, tidak hanya di mana jerawat terjadi. Mereka harus diterapkan pada kulit kering. Obat-obatan tidak harus diterapkan dekat mata, lipatan nasolabial, atau pendatang dari mulut karena potensi iritasi. Jika pasien memerintahkan kombinasi dari agen topikal, kecuali kontraindikasi, tretinoin yang digunakan pada malam hari dan yang lain pada pagi atau sore hari. Tretinoin dapat dinetralkan jika dicampur langsung dengan agen lainnya. Pasien harus berhati-hati dengan paparan sinar matahari atau saat menggunakan tretinoin sunlamp. Juga, mengingatkan pasien yang mungkin perlu untuk melanjutkan perawatan bahkan setelah membersihkan kulit.

Antibiotik sistemik (jangka panjang, dosis rendah) dan isotretinoin (Accutane) biasanya disediakan untuk kasus yang parah jerawat, pasien harus dipantau untuk efek samping. Terapi estrogen (kontrasepsi oral) mungkin juga akan diresepkan untuk wanita muda, namun risiko sering lebih besar daripada manfaatnya. Perempuan harus menyadari bahwa beberapa antibiotik mengurangi efektivitas kontrasepsi oral. Kortikosteroid sistemik kadang-kadang mungkin diresepkan untuk jerawat nodular parah, tetapi mereka berhubungan dengan efek samping yang parah.
Perawatan medis lainnya termasuk ekstraksi komedo, suntikan intralesi kortikosteroid, cryosurgery (pembekuan dengan nitrogen cair), mengupas ringan (sinar UV, karbon dioksida, nitrogen cair, asam ringan), dermabrasi (kupas kimia dalam), eksisi bekas luka, dan injeksi fibrin atau kolagen di bawah bekas luka. Perawatan ini tergantung pada preferensi keparahan, umur, kondisi, dan dokter dan pasien.

Tip Perawatan
Benzoil peroksida topikal dapat pemutih berwarna fabric5. Apakah pasien memakai katun T-shirt putih di bawah pakaian jika benzoil peroksida i5 u5ed di belakang, dan uee sarung bantal tua atau putih pada malam hari.

Proses Keperawatan jauh Pasien dengan Infeksi Kulit
Penilaian / Pengumpulan Data
Penilaian subjektif dari infeksi kulit dapat mulai dengan apa? akronim. Tentukan mana infeksi kulit berada; Bagaimana rasanya (apakah itu gatal, terbakar, terluka?); Apa yang memperburuk dan Mengurangi gejala; Timing, atau berapa lama telah hadir, bagaimana parah itu; dan data lainnya Berguna, seperti apakah ada pembengkakan, drainase, atau demam. Persepsi Pasien adalah penting karena ia atau dia mungkin memiliki informasi tentang sumber atau penyebab infeksi.

Tujuan penilaian mencakup mengamati daerah yang terkena dan menggambarkan infeksi dalam hal jenis dan konfigurasi dari lesi, ukuran kehadiran warna, dan drainase. Juga mengamati untuk pembengkakan, dan memeriksa suhu tinggi. Jika pasien memiliki cellulitis dari ukuran, ekstremitas dan dokumen lingkar ekstremitas harian dan prn.
Menilai pemahaman pasien tentang penyebab infeksi, dan tindakan pengendalian infeksi.

DIAGNOSIS KEPERAWATAN, PERENCANAAN, DAN PELAKSANAAN.
Risiko penyebaran infeksi
Hasil Diharapkan: Daerah yang terinfeksi tidak akan menyebar ke daerah lain pada pasien atau orang lain.
- Memantau dan dokumen ukuran dan lokasi dari harian daerah yang terinfeksi dan prn. Pemantauan Carefzal dapat mengidentifikasi perbaikan atau penyebaran infeksi baru.
- Monitor suhu setiap 8 jam dan prn. Sebuah meningkatnya suhu bisa. mengindikasikan memburuknya atau infeksi sistemik.
- Monitor untuk tanda-tanda dan gejala penyebaran sistemik infeksi. Infeksi sistemik harus dilaporkan dan segera diobati untuk mencegah komplikasi, termasuk sepsis.
- Gunakan tindakan pencegahan standar, termasuk mencuci tangan hati-hati, saat memberikan perawatan pasien untuk mencegah penularan kepada diri sendiri atau orang lain.
- Menerapkan kewaspadaan isolasi yang tepat untuk pasien dengan infeksi menular. Tindakan pencegahan kontak biasanya cukup, walaupun tindakan pencegahan udara mungkin diperlukan jika individu immunocompromised yang hadir. Isolasi mengurangi penyebaran infeksi.
- Instruksikan pasien pada perawatan luka, mencuci tangan yang tepat, dan pembuangan pakaian kotor. Pasien harus mengikuti tindakan pencegahan untuk melindungi diri dan orang lain.
- Instruksikan pasien pada penggunaan obat anti-infektif agen, termasuk pentingnya mengambil persis seperti yang diarahkan untuk mencegah perkembangan infeksi tahan.
- Untuk pasien dengan jerawat:
• Anjurkan pasien untuk menjaga tangan dari wajah dan terutama untuk tidak menyentuh atau memencet jerawat. Menjaga rambut bersih dan dari wajah. Langkah-langkah ini membantu mencegah penyebaran dan infeksi sekunder.

Nyeri akut
Hasil yang diharapkan: Pasien akan keadaan rasa sakit yang dikendalikan pada tingkat yang dapat diterima.
- Monitor nyeri (jika ada) dengan menggunakan skala nyeri. Penilaian memberikan dasar untuk intervensi keperawatan.
- Administer analgesik seperti yang diperintahkan, terutama sebelum perubahan dressing atau perawatan. Analgesik mengurangi rasa sakit dan membantu mencegah sakit selama perubahan rias.
- Untuk pasien dengan herpes zoster:
Terapkan dingin, kompres lembab lesi menyakitkan atau lesi gatal untuk membantu membersihkan dan kering dan mengurangi gatal.
Terapkan dressing perusahaan seperti membungkus, stoking, atau nyaman T-shirt untuk mengurangi rasa sakit dari neuralgia postherpetic.
- Untuk pasien dengan selulitis:
Tinggikan ekstremitas yang terkena seperti yang diperintahkan untuk mengurangi pembengkakan dan kenyamanan meningkat.

Evaluasi
Jika intervensi telah efektif, lesi kulit akan meningkatkan, dan tidak akan menyebar ke daerah baru atau untuk orang lain. Pasien akan menyatakan bahwa nyeri adalah dikelola.

GANGGUAN KULIT parasit
Pediculosis
Patofisiologi dan Etiologi
Pedieulosis adalah infestasi oleh kutu. Ada tiga tipe dasar: pedikulosis capitis (kutu kepala), pedikulosis corporis (kutu badan), dan pedikulosis pubis (kemaluan, atau kepiting, kutu). Umumnya, gigitan kutu kulit dan memakan darah manusia, meninggalkan telur mereka dan kotoran, yang dapat menyebabkan rasa gatal. Kutu berbentuk oval dan sekitar 2 mm.

Dalam pedikulosis capitis, kutu betina bertelur (nits) di dekat kulit kepala, di mana nits menjadi melekat erat shaft rambut. Daerah yang paling umum dari infestasi adalah belakang kulit kepala dan di belakang telinga. Nits sekitar 1 sampai 3 mm dan muncul keperakan putih dan berkilau. Penularan terjadi melalui kontak langsung atau kontak dengan benda-benda penuh, seperti sisir, sikat, wig, topi, dan selimut. Hal ini paling umum pada anak-anak dan orang dengan rambut panjang.
Pediculosis korporis disebabkan oleh kutu badan yang bertelur di lapisan pakaian dan kemudian menusuk kulit. Daerah kulit biasanya terlibat adalah leher, batang, dan paha.
Pediculosis simfisis disebabkan oleh kutu kepiting. Hal ini umumnya terlokalisasi di daerah genital, tetapi juga dapat dilihat pada rambut dada, aksila, bulu mata, dan janggut. Kutu sekitar 2 mm panjang dan memiliki penampilan crablike. Hal ini terutama ditularkan melalui kontak seksual atau ke tingkat yang lebih rendah dengan sprei penuh.

Pencegahan
Pencegahan melibatkan menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi atau objek. Sikat, sisir, topi, dan barang pribadi lainnya tidak harus dibagi. Kebersihan pribadi yang baik dan rutin mencuci pakaian adalah tindakan pencegahan lainnya, namun, bahkan seseorang dengan teliti kebersihan dapat mengembangkan infeksi ini jika ada kontak dengan organisme.

Tanda dan Symproms
Pediculosis kapitis dapat mengakibatkan tidak ada rasa gatal atau rasa gatal dan menggaruk, terutama pada bagian belakang kepala. Nits mungkin terasa melekat pada rambut. Ruam yang populer dapat dilihat.
Pediculosis korporis mungkin muncul sebagai titik hemoragik menit. Excoriations dapat dicatat di punggung, bahu, perut, dan ekstremitas. Hal ini juga dapat menyebabkan rasa gatal.
Pediculosis simfisis menghasilkan gatal ringan sampai berat, terutama pada malam hari. Titik hitam atau cokelat kemerahan (kutu tinja) dapat dicatat di dasar rambut atau pakaian dalam. Biru abu-abu makula juga dapat dicatat pada batang, paha, dan aksila, ini adalah hasil dari air liur serangga 'pencampuran dengan bilirubin.

Komplikasi
Infeksi bakteri sekunder dapat terjadi dengan capitis pedikulosis, mengakibatkan impetigo, furuncles, pustula, kerak, dan rambut kusut. Lesi sekunder yang dapat terjadi dengan korporis pedikulosis termasuk goresan paralel linier, hiperemia, eksim, dan hiperpigmentasi. Yang paling penting, kutu badan mungkin vektor untuk penyakit riketsia. Komplikasi dengan simfisis pedikulosis termasuk dermatitis dan koeksistensi penyakit menular seksual lainnya.

Tes diagnostik
Diagnosis melalui sejarah dan penilaian fisik. Pasien juga dapat diuji untuk penyakit menular seksual lain jika pedikulosis pubis hadir.

Terapi Intervensi
Perawatan medis yang bertujuan untuk membunuh parasit dan mekanis menghilangkan kutu. Pediculicides mengandung pyrethrins atau permetrin adalah senyawa yang paling sering direkomendasikan. Agen ini harus membunuh kutu dan kutu, meskipun beberapa kutu mengembangkan resistensi pestisida, membuat penghapusan mekanik yang diperlukan. Permetrin (Nix) tetap aktif selama sekitar satu minggu, membunuh kutu dewasa segera dan kutu saat mereka menetas hari kemudian. Pyrethrins (RID, A-200 Pyrinate) harus diterapkan kembali dalam 1 minggu untuk membunuh kutu yang baru menetas.
Komplikasi diperlakukan, sesuai, dengan antipruritics, kortikosteroid topikal, dan antibiotik sistemik. Physostigmine salep oftalmik diterapkan untuk alis dan bulu mata yang terkena. Obat lain tidak harus diterapkan pada alis atau bulu mata.

Pendidikan Pasien
Yakinkan pasien dan keluarga yang kutu kepala dapat terjadi pada siapa saja, dan ini bukan tanda berdosa. Infestasi kutu diperlakukan secara rawat jalan, pendidikan sehingga pasien adalah penting. Paket instruksi harus diikuti untuk penggunaan yang benar dari semua obat.
Anjurkan pasien untuk mandi dengan sabun dan air dan untuk mendisinfeksi sisir dan sikat di tempat yang panas, air sabun obat. Sebuah sisir bergigi halus dicelupkan ke dalam cuka dapat digunakan untuk menghapus nits dari daerah berbulu. Nits dapat dihapus dari alis dan bulu mata dengan kapas aplikator berujung setelah pengobatan. Pakaian, seprai, dan handuk harus dicuci dalam air panas dan deterjen; pakaian unwashable harus kering-dibersihkan atau disegel dalam kantong plastik selama 10 hari. Pengobatan harus dimulai segera untuk mencegah penyebaran cepat. Anggota keluarga dan kontak dekat (kontak seksual dengan pubis pedikulosis) harus diperiksa apakah dihinggapi dan harus mengenakan pakaian bersih.
Shampoo dan lotion membunuh kutu, tetapi mereka tidak menghapusnya. Untuk melonggarkan nits dari kulit kepala, rambut dapat direndam dalam larutan cuka dan bagian yang sama air dan shower cap selama 15 menit dikenakan. Rambut kemudian disisir dengan sisir bergigi halus dan teliti dibilas atau keramas untuk mekanis menghilangkan kutu. Anak-anak dapat kembali ke sekolah setelah pengobatan medis yang memadai, bahkan jika mati kutu masih ada.

TIP KEPERAWATAN
Hal ini tidak mungkin untuk kering yang bersih atau mencuci semua item yang terinfeksi, seperti kasur dan mebel berlapis kain. Kutu dewasa dapat tinggal jauh dari human5 hanya 3 sampai 4 hari. Oleh karena itu, 5imply vakum furnitur berlapis. Kutu mati dalam 3 sampai 4 hari tanpa kontak manusia.

Kudis
Patofisiologi dan Etiologi
Kudis adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei. Ini adalah hasil dari kontak kulit intim atau berkepanjangan atau kontak lama dengan pakaian yang terinfeksi, tempat tidur, atau hewan (misalnya, anjing, kucing, hewan kecil lainnya). Parasit liang ke dalam lapisan dangkal kulit (Gambar 54.7). Liang ini muncul sebagai pendek, bergelombang, garis-garis hitam kecoklatan. Pasien asimtomatik sementara organisme mengalikan, tetapi yang paling menular saat ini. Gejala tidak terjadi selama hampir 4 minggu dari waktu kontak.

Pencegahan
Semua orang (dan hewan) dalam kontak intim dengan pasien yang terinfeksi harus ditangani pada saat yang sama untuk menghilangkan tungau. Tungau bertahan kurang dari 24 jam tanpa kontak manusia. Oleh karena itu, sprei, pakaian, dan handuk harus dicuci, tapi perabotan tidak perlu dibersihkan. Pakaian bersih dan linen harus diterapkan.

Tanda dan Gejala
Keluhan utama adalah gatal dan ruam. Gatal dapat intens, terutama pada malam hari. Gatal terjadi 1 bulan setelah infestasi dan dapat bertahan selama beberapa hari sampai minggu setelah pengobatan. Ruam dapat muncul sebagai kecil, papula eritematosa tersebar, terkonsentrasi di jaring jari, aksila, lipatan pergelangan tangan, umbilikus, selangkangan, dan alat kelamin. Pasien laki-laki mungkin menunjukkan papula mengkritik pada penis dan daerah selangkangan.

Komplikasi
Reaksi hipersensitivitas terhadap tungau dapat menyebabkan lesi berkulit, vesikel, pustula, excoriations, dan superinfeksi bakteri.

Sumber :
Terjemahan dari 
Understanding the Integumentary System by F.A Davis @2007

15 Agustus, 2011

Prinsip Endokrinologi: Kelenjar Endokrin Sentral


SISTEM ENDOKRIN
Sistem endokrin secara umum mengatur aktivitasaktivitas yang lebih memerlukan durasi daripada kecepatan. Kelenjar-kefenjar endokrin mengeluarkan hormon, zat perantara kimiawi dalam darah yang bekerja pada set-sel sasaran yang biasanya terletak jauh dari kelenjar endokrin tersebut. Sebagian besar aktivitas sel sasaran yang berada di bawah kontrot hormon diarahkan untuk mempertahankan homeostasis. Kelenjar endokrin sentral mencakup hipotalamus dan kelenjar hipofisis. Hipotalamus, bagian dari otak, serta kelenjar hipofisis posterior bekerja sebagai satu kesatuan untuk mengeluarkan berbagai hormon untuk mempertahankan keseimbangan air serta untuk proses melahirkan dan menyusui. 
Hipotalamus juga mengeluarkan hormon-hormon regulator yang mengontrol keluaran kelenjar hipofisis anterior. Kelenjar hipofisis anterior mengeluarkan enam hormon, yang pada gilirannya mengontrol keluaran hormonal beberapa kelenjar endokrin perifer. Salah satu hormon kelenjar hipofisis anterior, yakni hormon pertumbuhan, mendorong pertumbuhan serta mempengaruhi konsentrasi glukosa dan asam amino darah.

Komunikasi adalah hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat sel yang secara kolektif membentuk tubuh. Kemampuan sel berkomunikasi dengan sesama sel penting bagi koordinasi aktivitas mereka yang beragam untuk mempertahankan homeostasis serta untuk mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tubuh sebagai satu kesatuan. Sistem endokrin, yang mengeluarkan zat perantara kimiawi ke dalam darah yang dikenal sebagai hormon, khusus melaksanakan komunikasi intrasel (antarsel).
Terdapat tiga jenis komunikasi antarsel 
1. Cara komunikasi antarsel yang paling erat adalah melalui gap junction, yaitu saluran-saluran halus yang menjembatani sitoplasma sel-sel yang terletak berdampingan di sebagian jaringan. Melalui susunan anatomis khusus ini, molekul kecil dan ion dapat dipertukarkan secara langsung antara sel-sel yang bersangkutan tanpa pernah melalui cairan ekstrasel (CES). Gap junction sangat penting untuk menyalurkan penyebaran sinyal listrik dari satu sel ke sel lain di otot jantung dan otot polos.
2. Adanya molekul-molekul pembawa sinyal di permukaan membran sebagian sel memungkinkan sel-sel tersebut secara langsung berhubungan dan berinteraksi dengan sel-sel tertentu lain dengan cara khusus. Ini merupakan cara yang digunakan fagosit sistem pertahanan tubuh untuk secara spesifik mengenal dan secara selektif menghancurkan sel-sel yang tidak diinginkan, misalnya mikroba penginvasi, sementara membiarkan sel-sel tubuh tidak terpengaruh.
3. Cara tersering yang digunakan oleh sel untuk berkomunikasi dengan sesamanya adalah melalui zat perantara kimiawi antarsel, yang terdiri dari empat jenis: parakrin, neurotransmiter, hormon, dan neurohormon. Tiap-tiap zat perantara kimiawi spesifik disintesis oleh sel-sel khusus untuk melaksanakan tugas tertentu. Setelah dikeluarkan ke CES oleh rangsangan yang sesuai, zat-zat pembawa sinyal tersebut bekerja pada sel lain tertentu, sel sasaran dari zat perantara tersebut, dalam cara yang khusus. Keempat zat perantara kimiawi tersebut berbeda sumber dan jarak serta cara mereka sampai ke tempat kerja masing-masing.

Parakrin adalah zat perantara kimiawi lokal yang efeknya hanya bekerja pada sel-sel di sekitar yang dekat dengan tempat pengeluarannya. Karena parakrin tersebar melalui proses difusi sederhana, kerja zat ini terbatas dalam jarak dekat. Zat-zat ini tidak masuk ke darah dalam jumlah yang bermakna karena cepat diinaktifkan oleh enzim-enzim lokal. Salah satu contoh parakrin adalah histamin, yang dibebaskan oleh sel mast selama respons peradangan di dalam jaringan yang cedera atau terinvasi (lihat h. 369). Histamin bekerja pada otot arteriol di sekitarnya untuk menimbulkan vasodilatasi lokal yang kemudian diikuti oleh peningkatan aliran darah yang diperlukan untuk menambah perangkat pertahanan tubuh ke tempat yang terkena.
Parakrin harus dibedakan dari zat-zat kimia yang mempengaruhi sel-sel di sekitarnya setelah dikeluarkan secara nonspesifik selama perjalanan aktivitas sel. Sebagai contoh, peningkatan konsentrasi lokal COz di otot yang sedang aktif merupakan salah satu faktor yang mendorong vasodilatasi lokal dengan bekerja langsung pada otot polos arteriol di sekitarnya (lihat h. 309). Kemudian terjadi peningkatan aliran darah yang membantu memenuhi peningkatan kebutuhan metabolisme jaringan yang lebih aktif. Namun, COZ dihasillcan oleh semua sel dan tidak secara spesifik dikeluarkan untuk menimbulkan respons spesifik ini, sehingga COZ dan zat kimia serupa yang dikeluarkan secara nonspesifik, misalnya H' dan K', tidak dianggap sebagai parakrin. Sel saraf (neuron) berkomunikasi secara langsung dengan sel-sel yang mereka persarafi (sel sasaran) dengan mengeluarkan zat perantara kimiawi yang jarak jangkauan kerjanya sangat pendek yang dikenal sebagai neurotransmiter sebagai respons terhadap potensial aksi (lihat h. 90). Seperti parakrin, neurotransmiter berdifusi dari tempat pengeluarannya melintasi ruang ekstrasel yang sempit untuk bekerja secara lokal pada sel-sel sasaran di sekitarnya, baik berupa neuron, otot, atau kelenjar.

Hormon adalah zat perantara kimiawi jarak jauh yang secara spesifik disekresikan ke dalam darah oleh kelenjar endokrin (sebagai respons terhadap sinyal yang sesuai. Darah membawa zat perantara ini ke bagian tubuh lain tempat zat tersebut menimbulkan pengaruhnya pada sel sasaran yangterletak jauh dari tempat pengeluarannya.

Neurohormon adalah hormon yang dikeluarkan ke dalam darah secara spesifik oleh neuron neurosekretorik. Seperti neuron biasa, neuron neurosekretorik memiliki akson dan dendrit serta dapat berespons dan menghantarkan potensial aksi. Neuron neurosekretorik tidak secara langsung mempersarafi sel sasaran, tetapi mengeluarkan zat perantara kimiawinya, yaitu neurohormon, ke dalam darah setelah mendapat rangsangan yang sesuai. Neurohormon selanjutnya disebarluaskan melalui darah ke sel sasaran. Dengan demikian, seperti sel endokrin, neuron neurosekretorik mengeluarkan zat perantara kimiawi melalui darah, sedangkan neuron biasa mengeluarkan neurotransmiter ke dalam ruang tertutup.
Neurotransmiter dan neurohormon harus dibedakan dari neuromodulator. Dua zat perantara kimiawi pertama disekresi oleh neuron. Zat perantara yang terakhir bekerja pada neuron untuk menimbulkan perubahan biokimia jangka panjang di sel saraf. Neuromodulator dapat berasal dari bermacam-macam sumber, misalnya sekresi neuron yang bekerja secara lokal atau hormon yang bekerja jarak jauh.
Topik utama dalam bab ini adalah sistem endokrin dan zat-zat perantara hormon dan neurohormon yang disalurkan melalui darah. Istilah umum "hormori" secara inheren mencakup neurohormon.

PRINSIP UMUM ENDOKRINOLOGI
Hormon disekresikan oleh berbagai keleriar endokrin untuk menimbulkan berbagai efek regulatorik di seluruh tubuh.
Endokrinologi adalah ilmu mengenai penyesuaianpenyesuaian kimia homeostatik dan aktivitas lain yang dilaksanakan oleh hormon, sekresi kelenjar endokrin tubuh. Setelah disekresikan, hormon berkelana dalam darah menuju sel sasaran, tempat ia mengatur atau mengarahkan fungsi tertentu. Sebagian hormon memiliki satu jenis sel sasaran; yang lain memiliki banyak. 
Sistem endokrin adalah salah satu sistem kontrol tubuh utama, yang lain adalah sistem saraf, yang telah Anda kenal. Ingatlah bahwa sistem endokrin dan saraf memiliki cara kerja yang berbeda serta bidang otoritas yang berlainan, namun keduanya juga memiliki banyak persamaan dan saling berinteraksi secara luas (lihat h. 104-106). Secara umum, sistem saraf bertanggung jawab untuk mengkoordinasi respons yang bersifat cepat dan akurat serta penting untuk memperantarai interaksi dengan lingkungan eksternal.

Sistem endokrin, di pihak lain, terutama mengontrol aktivitas-aktivitas yang lebih memerlukan durasi daripada kecepatan, termasuk yang berikut:
1. Pengaturan metabolisme organik serta keseimbangan Hz0 dan elektrolit, yang secara kolektif penting untuk memperthankan lingkungan internal yang konstan
2. Mendorong perubahan-perubahan adaptif untuk membantu tubuh mengatasi situasi-situasi yang penuh stres
3. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat sekuensial dan berlangsung mulus.
4. Mengontrol reproduksi
5. Mengatur produksi sel darah merah.
6. Bersama dengan sistem saraf otonom, mengontrol dan mengintegrasikan sirkulasi serta pencemaan dan penyerapan makanan.

Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar endokrin yang tersebar di tubuh Walaupun kelenjarkelenjar endokrin umumnya tidak berhubungan secara anatomis, mereka secara fungsional dianggap membentuk suatu sistem. Kelenjar-kelenjar tersebut melaksanakan fungsi mereka dengan mensekresikan hormon, dan di antara berbagai kelenjar endokrin berlangsung banyak interaksi fungsional.
Pada kenyataannya, fungsi satu-satunya sebagian hormon adalah mengatur produksi dan sekresi hormon lain. Suatu hormon yang fungsi utamanya mengatur sekresi hormon kelenjar endokrin lain secara fungsional diklasifikasikan sebagai hormon tropik. Sebagai contoh, satu-satunya fungsi thyroid stimulating hormone (TSH) dari kelenjar hipofisis anterior adalah mengatur sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Hormon nontmpik, di pihak lain, menimbulkan pengaruhnya terutama pada jaringan sasaran nonendokrin. Hormon tiroid, yang meningkatkan tingkat konsumsi OZ serta aktivitas metabolisme hampir semua sel di tubuh, adalah salah satu contoh hormon nontropik.
Hal-hal pokok berikut menambah kompleksitas sistem endokrin:
- Sebuah kelenjar endokrin mungkin menghasilkan banyak hormon. Hipofisis anterior, sebagai contoh, mensekresikan enam hormon yang berlainan; masingmasing berada di bawah mekanisme kontrol yang berbeda serta memiliki fungsi yang juga berbeda, sebagian bersifat tropik dan sebagian nontropik.
- ebuah hormon mungkin disekresikan oleh lebih dari satu kelenjar endokrin. Sebagai contoh, hipotalamus dan pankreas keduanya mensekresikan hormon somatostatin.
- ebuah hormon sering memiliki lebih dari satu jenis sel sasaran, sehingga dapat menginduksi lebih dari satu jenis efek. Sebagai contoh, vasopresin mendorong reabsorpsi HZO oleh tubulus ginjal serta vasokonstriksi arteriol di seluruh tubuh.
- Satu set sasaran dapat dipengaruhi oleh lebih dari satu hormon. Sebagian set mengandung bermacam-macam reseptor untuk berespons dengan berbagai cara terhadap berbagai hormon. Sebagai gambaran, insulin mendorong perubahan glukosa menjadi glikogen di dalam set hati dengan merangsang suatu enzim hati tertentu, sementara hormon lain, glukagon, meningkatkan penguraian glikogen menjadi glukosa di dalam set hati dengan mengaktifkan enzim hati yang lain.
- Suatu zat perantara kimiawi dapat berupa hormon atau neurotransmiter, bergantung pada sumber dan cara penyampaiannya ke set sasaran. Norepinefrin, yang disekresikan sebagai hormon oleh medula adrenal dan dibebaskan sebagai neurotransmiter oleh serat saraf pascaganglion simpatis, adalah contoh utama.
- Sebagian organ hanya memiliki fungsi endokrin (mengkhususkan diri untuk mengeluarkan hormon saja; contohnya hipofisis anterior dan kelenjar tiroid), sementara organ lain pada sistem endokrin melakukan fungsi-fungsi nonendokrin selain mensekresikan hormon. Sebagai contoh, testis memproduksi sperma dan juga mensekresikan hormon pria testosteron. Contoh lain organ dengan fungsi campuran adalah ovarium, saluran pencernaan, pankreas, ginjal, dan bahkan otak. Pada setiap organ, kecuali otak, fungsi bercampur karena organ juga mengandung jaringan nonendokrin ditambah kelompok set endokrin yang bermigrasi selama masa perkembangan mudigah. Fungsi endokrin otak berasal dari adanya neuron neurosekretorik. Di otak tidak ada set endokrin sejati.

Karena hormon tersebar luas melalui sistem sirkulasi, hormon-hormon yang memiliki berbagai jenis set sasaran mampu mengkoordinasikan aktivitas berbagai jaringan untuk melaksanakan suatu tujuan bersama. Jaringan seperti otot, hati, dan lemak semuanya berespons terhadap hormon dengan suatu cara yang memastikan bahwa kontribusi mereka bagi metabolisme perantara secara keseluruhan berlangsung secara harmonis.
Sistem endokrin juga menghasilkan koordinasi fungsi yang bersifat temporal (waktu). Hal tersebut terutama jelas pada kontrol endokrin atas siklus reproduksi, misalnya daur haid, yang fungsi normalnya memerlukan pola spesifik perubahan sekresi berbagai hormon.
Walaupun tampak sangat luas, Tabel 18-i tidak mencantumkan berbagai "kandidat" atau calon hormon yang belum dapat dikualifikasikan sebagai hormon, baik karena karakteristiknya yang tidak sesuai dengan definisi klasik hormon atau karena zat-zat tersebut baru ditemukan sehingga statusnya sebagai hormon belum didokumentasikan secara konklusif. Tabel tersebut juga tidak mencantumkan hormon-hormon yang disekresikan oleh set efektor sistem pertahanan (set darah putih dan makrofag) serta berbagai faktor pertumbuhan, yang baru ditemukan dan masih belum diketahui seluk-beluknya, yang mendorong pertumbuhan jaringan tertentu, misalnya faktor pertumbuhan epidermis (epidermal growth factor) dan faktor pertumbuhan saraf (nerve growth factor). Selain itu, tabel ini memang tidak lengkap. Pertama, kemungkinan besar akan ditemukan banyak hormon baru; daftar hormon akan terus bertambah dengan berkembangnya endokrinologi. Kedua, hormon-hormon yang fungsinya selama ini sudah diketahui ternyata memiliki fungsi lain yang mungkin tidak berkaitan dengan fungsi semula. Sebagai contoh, para peneliti memastikan bahwa hormon antidiuretik, yang mengontrol retensi H20 oleh ginjal selama pembentukan urin, juga menimbulkan vasokonstriksi di otot polos arteriol, sehingga hormon tersebut juga diberi nama vasopresin. Baru-baru ini diketahui bahwa vasopresin mungkin juga berperan dalam demam, belajar, mengingat, dan perilaku.

Hormon secara ldmiawi diklasifikasikan menjadi tiga kategori: peptida, amin, dan steroid.
Secara kimiawi, tidak semua hormon serupa, tetapi dapat digolongkan ke dalam tiga kelas berbeda berdasarkan struktur biokimiawi mereka: (1) peptida dan protein, (2) amin, dan (3) steroid. Dua kategori pertama adalah turunan asam amino. Hormon peptida dan protein terdiri dari asam-asam amino yang tersusun membentuk suatu rantai dengan panjang bervariasi; rantai yang lebih pendek adalah peptida dan yang lebih panjang dikategorikan sebagai protein. Untuk memudahkan, kita akan menyebut keduanya sebagai peptida saja. Sebagian besar hormon termasuk ke dalam kelas ini, termasuk hormon yang disekresikan oleh hipotalamus, hipofisis anterior, hipofisis posterior, pankreas, kelenjar paratiroid, saluran pencernaan, ginjal, hati, set C tiroid, dan jantung. Amin berasal dari asam amino tirosin dan mencakup hormon-hormon yang disekresikan oleh kelenjar tiroid dan medula adrenal. Hormon medula adrenal secara spesifik dikenal sebagai katekolamin. Steroid, yang mencakup hormon-hormon yang disekresikan oleh korteks adrenal, gonad, dan sebagian besar hormon plasenta, adalah lemak netral yang berasal dari kolesterol.
Perbedaan kecil struktur kimia antara hormon dalam satu kategori sering menyebabkan perbedaan besar respons biologis. Sebagai contoh, perhatikan perbedaan ringan antara testosteron, hormon seks pria yang bertanggung jawab memacu perkembangan karakteristik maskulin, dan estradiol, bentuk predominan estrogen, yaitu hormon seks wanita yang menyebabkan feminisasi.
Klasifikasi struktural hormon lebih dari sekedar kepentingan biokimiawi. Cara bagaimana suatu hormon disintesis, disimpan, dan disekresi; cara transportasi dalam darah; dan mekanisme hormon yang bersangkutan menimbulkan efek di sel sasaran semua bergantung pada sifat kimia, dengan -yang terpenting adalah kelarutannya dalam lemak. Perbedaan berikut dalam kelarutan berbagai jenis hormon penting untuk fungsi mereka.
1. Semua peptida dan katekolamin bersifat hidrofilik ("senang air") dan lipofobik ("takut lemak"); jadi, mereka sangat larut dalam HZO sedangkan kelarutannya dalam lemak rendah.
2. Semua hormon tiroid dan steroid bersifat lipofilik ("senang lemak") dan hidrofobik ("takut air"); jadi, mereka memiliki kelarutan lemak yang tinggi dan sulit larut dalam HzO.

Mekanisme sintesis, penyunpanan, dan sekresi hormon herbeda-beda sesuai dengan kelas hormon.
Karena perbedaan kimiawi mereka, cara bagaimana berbagai kelas hormon tersebut disintesis, disimpan, dan disekresikan berbeda sebagai berikut.
Hormon Peptida Hormon peptida disintesis dengan cara yang sama seperti yang digunakan untuk mensintesis protein yang akan dikeluarkan (lihat h. 19*). Karena ditujukan untuk dikeluarkan dari sel endokrin, hormon-hormon ini dipisahkan dari protein intrasel melalui sekuestrasi dalam kompartemen yang terbungkus membran sampai saat disekresi. Secara singkat, sintesis hormon peptida memerlukan langkah-langkah berikut:
1. Protein prekursor besar, atau praprohormon, disintesis oleh ribosom di retikulum endoplasma kasar. Protein-protein ini kemudian bermigrasi ke kompleks Golgi di vesikel terbungkus membran yang terlepas dari retikulum endoplasma halus.
2. Selama perjalanannya melalui retikulum endoplasma dan kompleks Golgi, molekul prekursor praprohormon berukuran besar ini mula-mula dipangkas menjadi prohormon dan akhirnya menjadi hormon aktif. "Potongan" peptida yang tertinggal sewaktu praprohormon dipangkas untuk menghasilkan hormon klasik sering disimpan dan disekresikan bersama dengan hormonnya. Keadaan tersebut memunculkan kemungkinan bahwa peptida lain ini juga dapat menimbulkan efek biologis yang berbeda dari produk hormon tradisional; yaitu, sel mungkin sebenarnya mensekresikan banyak hormon, tetapi fungsi produk peptida lainnya sebagian besar tidak diketahui. Salah satu contoh adalah pemotongan molekul prekursor besar pro-opiomelanokortin menjadi tiga produk aktif: hormon adrenokortikotropik (ACTH), melanocyte stimulating hormone (MSH), dan P-endorfin.
3. Kompleks Golgi memekatkan hormon yang sudah selesai, kemudian mengemasnya ke dalam vesikel sekretorik yang dilepas dan disimpan di sitoplasma sampai muncul rangsangan yang sesuai yang memicu pelepasan hormon tersebut. Dengan menyimpan hormon peptida dalam bentuk yang siap dikeluarkan, kelenjar dapat berespons secara cepat terhadap setiap peningkatan kebutuhan akan sekresi tanpa harus pertama kali mensintesis hormon tersebut.
4. Pada rangsangan yang sesuai, vesikel-vesikel sekretorik menyatu dengan membran plasma dan mengeluarkan isi mereka ke luar sel melalui proses eksositosis. Sekresi semacam ini biasanya tidak berlangsung terus menerus; sekresi tersebut hanya dipicu oleh rangsangan spesifik. Hormon yang disekresikan kemudian diserap oleh darah untuk disebarkan.

Hormon Steroid Langkah-langkah berikut dilakukan oleh semua sel steroidogenik (penghasil steroid) untuk memproduksi dan mengeluarkan produk hormon mereka:
1. Kolesterol adalah prekursor umum bagi semua hormon steroid. Walaupun sel steroidogenik mensintesis sendiri sebagian kolesterol, sebagian besar bahan mentah ini berasal dari lipoprotein berdensitas rendah (LDL) yang telah dimasukkan ke dalam sel dan diuraikan oleh enzim lisosom untuk membebaskan kolesterolnya (lihat h. 290). Penyerapan dan penguraian LDL diatur sedemikian rupa, sehingga lebih banyak kolesterol tersedia pada saat kebutuhan sel-sel steroidogenik terhadap zat ini meningkat. Selain itu, kolesterol yang tidak digunakan dapat mengalami modifikasi secara kimiawi dan disimpan dalam jumlah besar sebagai butiran lemak di dalam sel-sel steroidogenik. Pengubahan bentuk kolesterol simpanan menjadi kolesterol bebas untuk digunakan mensintesis hormon steroid juga dikontrol. Dengan demikian, perbekalan kolesterol bebas untuk digunakan oleh sel steroidogenik dapat dikoordinasikan erat dengan kebutuhan tubuh secara keseluruhan akan produk hormon bersangkutan.
2. Sintesis berbagai hormon steroid dari kolesterol memerlukan serangkaian reaksi enzimatik yang memodifikasi molekul kolesterol, sebagai contoh, dengan mengubah-ubah jenis dan posisi gugus-gugus sisi yang melekat ke rangka kolesterol atau derajat saturasi di dalam cincin steroid (Gbr. 18-4). Setiap perubahan kolesterol menjadi hormon steroid tertentu memerlukan bantuan sejumlah enzim yang keberadaannya terbatas pada organ-organ steroidogenik tertentu. Dengan demikian, setiap organ steroidogenik hanya mampu menghasilkan hormon (-hormon) steroid yang enzim-enzimnya dimiliki oleh organ tersebut. Sebagai contoh, suatu enzim kunci yang penting untuk pembentukan kortisol hanya ditemukan di korteks adrenal, sehingga tidak ada organ steroidogenik lain yang mampu menghasilkan hormon ini. Setiap enzim yang diperlukan untuk mengubah kolesterol menjadi hormon steroid terdapat di dalam kompartemen intrasel spesifik, misalnya mitokondria atau retikulum endoplasma. Dengan demikian, molekul steroid berpindah ke sana kemari dengan mekanisme yang belum diketahui antara berbagai kompartemen di dalam sel steroidogenik untuk mengalami modifikasi bertahap sampai produk sekretorik akhir terbentuk.
3. Tidak seperti hormon peptida, hormon steroid tidak disimpan setelah dibentuk. Setelah terbentuk, hormon steroid larut-lemak segera berdifusi menembus lemak membran plasma sel steroidogenik untuk masuk ke dalam darah. Hanya prekursor hormon kolesterol yang disimpan dalam jumlah bermakna di dalam sel steroidogenik. Dengan demikian, kecepatan sekresi hormon steroid seluruhnya dikontrol oleh kecepatan sintesis hormon. Sebaliknya, sekresi hormon peptida terutama dikontrol dengan mengatur pengeluaran simpanan hormon yang sudah terbentuk.
4. Setelah disekresi ke dalam darah, sebagian hormon steroid mengalami perubahan lebih lanjut di dalam darah atau organ lain, tempat mereka diubah menjadi hormon yang lebih poten atau hormon lain.

Amin Golongan amin-hormon tiroid dan katekolamin medula adrenal-memiliki jalur sintesis dan sekresi yang khas yang akan dijelaskan secara rind saat setiap hotmon ini dibahas secara spesifik. Namun, golongan amin memiliki beberapa ciri umum:
1. Mereka berasal dari asam amino tirosin.
2. Enzim-enzim yang terlibat secara langsung dalam sintesis jenis hormon ini tidak ada yang terdapat di kompartemen organel di dalam sel sekretorik.
3. Kedua jenis amin disimpan sampai waktunya untuk disekresikan.

Hormon larut-air ditransportasikan dalam keadaan terlarut di dalam plasma, sedangkan hormon larut-lemak sebagian besar diangkut secara terikat ke protein plasma.
Semua hormon disalurkan melalui darah, tetapi tidak semuanya diangkut dengan cara yang sama. Hormon peptida hidrofilik (larut-air) diangkut hanya dengan melarutkannya di dalam plasma. Namun, hormon steroid dan hormon tiroid, yang lipofilik (larut-lemak) dan sulit larut dalam air, tidak dapat larut di dalam plasma yang berupa air dalam jumlah memadai. Sebagian besar hormon lipofilik yang beredar dalam darah untuk menuju sel sasaran berada dalam keadaan terikat secara reversibel ke protein-protein plasma. Sebagian terikat ke protein plasma spesifik yang dirancang hanya untuk mengangkut satu jenis hormon, sementara protein plasma lainnya, misalnya albumin, tanpa pilih-pilih mengangkut setiap hormon yang "menumpang".
Pada beberapa hormon, 1% atau kurang dari hormon total tetap tidak terikat. Angka ini perlu diperhatikan, karena walaupun kecil, hanya fraksi hormon lipofilik yang bebas dan tidak terikat inilah yang aktif secara biologis (yaitu, bebas menembus dinding kapiler dan berikatan dengan reseptor sel sasaran untuk menimbulkan pengaruh). Setelah berinteraksi dengan sel sasaran, maka hormon yang bersangkutan dengan cepat diinaktifkan atau dibersihkan, sehingga tidak lagi mampu berinteraksi dengan sel sasaran lain. Karena hormon yang terikat ke molekul pembawa berada dalam keadaan keseimbangan dinamis dengan hormon bebas, bentuk terikat hormon steroid atau tiroid tersebut memberikan sejumlah besar cadangan hotmon lipofilik yang sewaktuwaktu dapat digunakan untuk mengganti bentuk bebas yang aktif. Jumlah hormon bebas yang sedikit namun efektif inilah yang dipantau dan disesuaikan untuk mempertahankan fungsi endokrin normal, bukan konsentrasi plasma total hormon yang bersangkutan.
Katekolamin bersifat khusus, yaitu bahwa hanya sekitar 50% hormon hidrofilik ini yang beredar dalam bentuk bebas, sementara 50% lainnya terikat secara longgar ke protein plasma albumin. Karena katekolamin larut dalam air, arti penting pengikatan ini masih belum jelas.
Sifat-sifat kimiawi suatu hormon menentukan tidak saja cara transportasinya dalam darah, tetapi juga caracara agar dapat memasukannya secara artifisial ke dalam darah untuk kepentingan terapi. Karena sistem pencernaan tidak mensekresikan enzim-enzim yang dapat mencerna hormon steroid dan tiroid, kedua jenis hormon tersebut, misalnya steroid seks yang terkandung dalam pil antihamil, dapat diserap secara utuh dari saluran pencernaan ke dalam darah apabila diberikan per oral. Jenis hormon lain tidak dapat diberikan per oral, karena hormon-hormon tersebut akan diserang dan diubah menjadi fragmen-fragmen inaktif oleh enzim-enzim pencerna protein. Dengan demikian, jika diperlukan hormonhormon ini harus diberikan melalui tute nonoral; sebagai contoh, defisiensi insulin (diabetes melitus) diterapi dengan menyuntikkan insulin setiap hari.

Hormon pada umumnya menimbulkan pengaruhnya dengan mengubah aktivitas protein intrasel.
Hormon hatus berikatan dengan reseptor sel-sasaran yang spesifik untuknya agar efek hormon tersebut muncul 
Jalur Steroidogenik untuk Hormon Steroid Utama Semua hormon steroid dibentuk melalui serangkaian reaksi enzimatik yang memodifikasi molekul kolesterol, misalnya dengan mengubah-ubah gugus sisi vang melekat ke molekul tersebut. Setiap organ steroidogenik hanya dapat menghasilkan hormon-hormon steroid, yang perangkat lengkap enzim-enzim untuk memodifikasi molekul kolesterolnya memang dimiliki organ tersebut. Sebagai contoh, testis memiliki perangkat enzim yang diperlukan untuk mengubah kolesterol menjadi testosteron (hormon seks pria), sementara ovarium memiliki enzim-enzim yang diperlukan untuk menghasilkan progesteron dan berbagai estrogen (hormon seks wanita).

Namun, letak reseptor di sel sasaran dan mekanisme bagaimana pengikatan hormon ke reseptornya menginduksi suatu respons berbeda-beda bergantung pada karakteristik kelarutan hormon. Berdasarkan letak reseptor mereka, hormon dapat dikelompokkan menjadi dua kategori:
1. Peptida dan katekolamin yang hidrofilik, yang sulit larut dalam lemak, tidak mampu menembus lipid membran plasma sel sasaran. Hormon ini berikatan dengan reseptor spesifik yang terletak di permukaan luar membran plasma sel sasaran.
2. Hormon steroid dan tiroid yang lipofilik mudah menembus membran permukaan untuk berikatan dengan reseptor yang terletak di dalam sel sasaran.

Setiap interaksi antara hormon tertentu dan reseptor sel-sasaran menimbulkan respons sel-sasaran sangat khas, yang berbeda untuk hormon yang berbeda, dan berbeda antara sel-sasaran yang berlainan dari hormon yang sama. Sebagai contoh, salah satu katekolamin medula adrenal, yakni epinefrin, dengan distribusinya yang luas dan spesialisasi sel sasaran, secara simultan menimbulkan berbagai pengaruh, seperti kontraksi otot polos vaskuler, relaksasi otot polos saluran pernapasan, dan penguraian glikogen (simpanan glukosa) di hati.

Hormon menimbulkan pengaruh pada protein sel sasaran melalui tiga cara umum 
1. Sebagian kecil hormon hidrofilik, setelah berikatan dengan reseptor permukaan sel sasaran, menimbulkan perubahan permeabilitas sel (baik denQan membuka maupun menutup saluran bagi ion-ion tertentu ) dengan mengubah konformasi (bentuk) protein pembentuk saluran yang sudah ada di membran.
2. Sebagian besar hormon hidrofilik terikat ke permukaan berfungsi dengan mengaktifknn sistem peraTuara kedua di dalam sel sasaran. Pengaktifan ini secara langsung mengubah aktivitas protein intrasel yang sudah ada, biasanya erTzim, untuk menimbulkan pengaruh yang diingunkan.
3. Semua hormon lipofilik berfungsi dengan mengakti fkan gen spesifik di sel sasaran ztntuk rnenimbulkan pembentukan protein intrasel bant, yang kemudian menyebabkan efek yang diinginkan.

Walaupun semua hormon akhirnya mempengaruhi sel sasaran mereka dengan mengubah aktivitas protein intrasel, awitan kerja setiap hormon berbeda-beda terutama bergantung pada cara yang digunakan. Hormon yang bekerja melalui sistem perantara kedua untuk mengubah aktivitas protein yang sudah ada menimbulkan efek penuh dalam beberapa menit. Sebaliknya, respons hormon vang memerlukan sintesis protein baru mungkin membutuhkan waktu sampai beberapa jam sebelum timbul efek apapun. Marilah kita menekaji kedua proses pascareseptor (setelah hormon berikatan dengan reseptor) vtama secara lebih rinci.

Proses Pascareseptor: Hormon Hidrofilik Karena sistem perantara kedua umumnya, dan AMP siklik (c:'~MP) khususnya, memegang peranan utama dalam aktivtas hormon hidrofilik, maka perlu kiranya kita sedikit mengulang langkah-langkah yang terjadi:
1. Pengikatan perantara pertama ekstrasel, hormon hidrofilik, ke reseptor membran permukaannya mengaktifkan enzim adenilat siklase yang melekat ke membran plasma dan berada di sisi sitoplasmanya.
2. Adenilat siklase yang telah aktif kemudian mengubah .\TP intrasel menjadi cAMP, perantara kedua intrasel.
3. AMP siklik memicu serangkaian reaksi biokimia tetprogram yang menyebabkan perubahan bentuk dan funssi protein enzimatik yang sudah ada di sel.
4. Protein enzimatik yang mengalami perubahan ini bertanggung jawab menimbulkan perubahan aktivitas sel. Petubahan yang terjadi merupakan respons fisiologis sel sasai-an terhadap hormonnya.

Setelah hormon disingkirkan, cAMP diubah menjadi cAMP inaktif oleh suatu zat kimia spesifik di dalam sitoplasma, dan pesan intrasel "dihapus".
Sifat protein-protein enzimatik yang sudah ada, yang aktivitasnya akhirnya dimodifikasi oleh perantara kedua, berbeda-beda untuk sel sasaran yang berbeda. Dengan demikian, berbagai sel sasaran memberikan respons yang berlainan terhadap mekanisme universal perubahan kadar cAMP yang diinduksi oleh hormon. AMP siklik dapat "menyalakari" (atau "mematikan") berbagai proses sel bergantung pada jenis aktivitas enzim yang pada akhirnya dimodifikasi di sel sasaran yang bersangkutan.
Sebagian besar, tetapi tidak semua, hormon hidrofilik menggunakan cAMP sebagai perantara kedua mereka. Beberapa telah diketahui menggunakan Ca" intrasel sebagai perantara kedua; untuk hormon-hormon lainnya, perantara kedua masih belum diketahui.

Proses Paseareseptor: Hormon Lipofilik Semua hormon lipofilik (hormon steroid dan tiroid) menimbulkan efek mereka di sel sasaran dengan meningkatkan sintesis protein struktural atau enzimatik tertentu. Efek hormon-hormon ini timbul akibat stimulasi gen-gen sel sebagai berikut:
1. Hormon lipofilik bebas (hormon yang tidak terikat ke protein plasma pembawa) berdifusi menembus membran plasma sel sasaran dan berikatan dengan reseptor spesifiknya di dalam inti sel.
2. Setiap reseptor memiliki regio spesifik untuk mengikat hormon dan regio lain untuk mengikat DNA. Setelah berikatan dengan reseptor, kompleks hormonreseptor berikatan dengan DNA di tempat perlekatan spesifik di DNA yang dikenal sebagai hormone response element (HRE). Berbagai hormon steroid dan tiroid, setelah berikatan dengan setiap reseptor, melekat ke HRE yang berbeda-beda di DNA. Sebagai contoh, kompleks estrogen-reseptor berikatan di elemen estrogen-response DNA.
3. Pengikatan kompleks hormon-reseptor dengan DNA akhirnya "menyalakari" gen-gen spesifik di dalam se1 sasaran.
4. Gen yang diaktifkan memerintahkan sintesis protein sel baru dengan menghasilkan mRNA komplementor, yang masuk ke plasma dan berikatan dengan ribosom, "meja-kerja" yang memperantarai penyusunan protein baru.
5. Protein baru menghasilkan respons fisiologis sel sasaran terhadap hormon.

Melalui mekanisme ini, hormon lipofilik yang berlainan mengaktifkan gen-gen yang berbeda, sehingga efek bialogis ydng ditimbulkan juga berbeda-beda. Walaupun proses molekuler yang diinduksi oleh hormon hidrofilik dan lipofilik berbeda, kedua jenis hormon memiliki beberapa persamaan karakteristik yang memiliki implikasi penting untuk kerja hormon:
- Pertama, efek hormon sangat mengalami penguatan di sel sasaran. Hormon mengalami pengenceran luar biasa oleh darah sehingga harus menimbulkan efek pada konsentrasi yang sangat rendah-sampai serendah 1 pikogram (10-12 gram; sepersejuta dari sepersejuta gram) per ml-dibandingkan dengan konsentrasi lokal neurotransmiter di sel sasaran selama komunikasi saraf yang jauh lebih tinggi. Interaksi satu molekul hormon dengan reseptornya dapat menyebabkan pembentukan banyak produk protein aktif yang akhirnya melaksanakan efek fisiologis hormon yang bersangkutan. Sebagai contoh; sebuah molekul hormon peptida menyebabkan pembentukan banyak perantara cAMP, yang masingmasing kemudian mengaktifkan banyak enzim laten (lihat h. 54). Demikian juga, sebuah gen yang diaktifkan oleh hormon steroid memicu pembentukan banyak molekul RNA messenger, yang masing-masing digunakan untuk membentuk banyak enzim.
- Gambaran umum kedua dari efek hormon adalah bahwa hormon mengatur kecepatan reaksi-reaksi yang sudah ada dan bukan memulai reaksi baru. Enzim-enzim yang berada di bawah kontrol hormon biasanya memperlihatkan sejumlah aktivitas walaupun tidak terdapat hormon yang bersangkutan.
- Akhirnya, kerja hormon relatif lambat dan berkepanjangan. Secara umum, hormon lipofilik, yang bekerja dengan meningkatkan sintesis protein, memerlukan waktu lebih lama untuk menimbulkan efek dibandingkan dengan hormon hidrofilik, yang hanya perlu mengaktifkan enzim yang sudah ada. Setelah diaktifkan, suatu enzim tidak lagi memerlukan keberadaan hormon. Akibatnya efek hormon biasanya tetap ada setelah hormon tersebut menghilang.

Konsentrasi efektif suatu hormon dalam plasma secara normal diatur oleh perubahan kecepatan sekresinya.
Fungsi utama hormon adalah mengatur berbagai aktivitas homeostatik. Karena efek hormon setara dengan konsentrasinya dalam darah, konsentrasi tersebut harus dikontrol sesuai kebutuhan homeostatik. Konsentrasi hormon bebas yang secara biologis aktif dalam plasma-dan, dengan demikian, ketersediaan hormon untuk reseptornya-bergantung pada beberapa faktor (Gbr. 18-7): (1) Kecepatan sekresi hormon ke dalam darah oleh kelenjar endokrin, (2) kecepatan pengeluarannya dari tubuh melalui inaktivasi metabolik dan ekskresi di urin, (3) untuk hormon lipofilik, tingkat pengikatan ke protein plasma, dan (4) untuk beberapa hormon, kecepatan pengaktifan metaboliknya.
Dalam keadaan normal, konsentrasi plasma efektif suatu hormon diatur melalui penyesuaian kecepatan sekresinya. Kelenjar endokrin tidak mengeluarkan hormon pada kecepatan yang konstan; kecepatan sekresi semua hormon berbeda-beda dan berada di bawah kontrol, sering oleh kombinasi beberapa mekanisme kompleks. Sistem pengatur untuk setiap hormon akan dibahas secara lebih rinci pada bagian-bagian selanjutnya. Sewaktu Anda terus menelusuri pembahasan sistem endokrin, perhatikan mekanisme-mekanisme umum kontrol sekresi berikut-mereka lazim ditemukan pada banyak hormon yang berlainan.
Kontrol Umpan-Balik Negatif Umpan-balik negatif adalah gambaran yang menonjol pada sistem kontrol hormon (lihat h. 10). Secara sederhana dapat dikatakan, umpan-balik terjadi jika keluaran suatu sistem melawan perubahan masukan. Umpan-balik negatif mempertahankan konsentrasi plasma suatu hormon dalam kadar tertentu, serupa dengan cara sistem pemanas ruangan mempertahankan suhu ruangan pada tingkat tertentu. Kontrol sekresi hormon merupakan contoh fisiologis umpan-balik negatif yang klasik. Sebagai contoh (Gbr. 18-8), hipofisis anterior mensekresikan thyroidstimulating hormone (TSH), yang merangsang tiroid untuk mengeluarkan hormon tiroid. Hormon tiroid kemudian menghambat sekresi lebih lanjut TSH oleh hipofisis anterior. Umpan-balik negatif memastikan bahwa apabila sekresi kelenjar tiroid sudah "dinyalakan" (diaktifkan) oleh TSH, sekresi tersebut tidak akan terus menerus berlangsung tetapi akan "dimatikan" (dihentikan) apabila kadar hormon tiroid bebas yang beredar dalam darah sudah mencapai tingkat yang sesuai. Dengan demikian, efek suatu hormon tertentu dapat menyebabkan inhibisi sekresi hormon yang bersangkutan. Lengkung umpan-balik sering menjadi cukup rumit.
Refleks Neuroendokrin Banyak sistem kontrol endo;.--in melibatkan refleks neuroendokrin, yang menzakup komponen saraf maupun hormon. Tujuan refleks ~emacam ini adalah untuk meningkatkan dengan cepat sekresi hormon (yaitu, "menaikkan patokan termostat") sebagai respons terhadap rangsangan spesifik yang sering berupa rangsangan eksternal. Sistem saraf dapat memaeneanrhi sekresi hormon melalui empat cara berbeda, vang masing-masing akan diuraikan sewaktu hormon yang bersangkutan dibahas. Pada beberapa keberadaan, masukan saraf ke kelenjar endokrin merupakan satu-satunya faktor yang mengatur sekresi hormon. Sebagai contoh, sekresi epinefrin oleh medula adrenal mutlak di bawah pengaruh sistem saraf simpatis. Sebagian sistem kontrol endokrin, di pihak lain, mencakup kontrol umpan-balik negatif, yang mempertahankan kadar hormon dalam tingkat basal, dan refleks neuroendokrin, yang menyebabkan letupan mendadak sekresi hormon sebagai respons terhadap peningkatan kebutuhan yang mendadak, misalnya peningkatan sekresi kortisol oleh korteks adrenal selama respons stres.

Irama Diurnal atau Sirkadian Walaupun kecepatan sekresi hormon biasanya diatur oleh suatu bentuk umpan-balik negatif, hal ini tidak berarti bahwa sekresi hormon-hormon tersebut selalu dipertahankan konstan. Kecepatan sekresi semua hormon secara berirama berfluktuasi naik turun sebagai fungsi waktu. Irama endokrin yang paling sering adalah irama diurnal ("siang-malam") atau sirkadian ("sepanjang hari'), yang ditandai oleh osilasi berulang kadar hormon yang sangat teratur dan memiliki frekuensi satu siklus setiap dua puluh empat jam. Irama ini tampaknya disebabkan oleh osilator endogen yang serupa dengan neuron-neuron pernapasan pemacu di batang otak yang bertanggung jawab menimbulkan gerakan bernapas yang berirama. Namun, tidak seperti irama bernapas, irama endokrin terkunci atau "entrained" ke isyarat-isyarat eksternal yang disebut Zeitgebers ("time givers"), misalnya siklus teranggelap atau siklus aktivitas; yaitu, siklus pasang surut sekresi hormon selama dua puluh empat jam inheren disesuaikan agar "melangkah bersama" dengan siklus terang/aktivitas dan gelaplinaktivitas. Sebagai contoh, sekresi kortisol meningkat selama malam hari, mencapai puncak sekresi pada pagi hari sebelum individu terjaga, kemudian turun sepanjang siang hari sampai terendah menjelang tidur (Gbr. 18-10). Sebagian besar peneliti beranggapan bahwa irama hormon yang inheren dan berkaitan dengan Zeitgebers tersebut tidak dilakukan oleh organ endokrin itu sendiri, tetapi akibat pengaruh sistem saraf pusat yang mengubah titik patokan organ-organ tersebut. Mekanisme kontrol umpan-balik negatif bekerja untuk mempertahankan seberapapun titik patokan yang ditetapkan untuk hari itu.

Konsentrasi plasma efektif suatu hormon dapat dipengaruhi oleh transportasi, metabolisme, dan ekskresi hormon tersebut.
Walaupun konsentrasi plasma efektif suatu hormon secara normal diatur oleh penyesuaian-penyesuaian kecepatan sekresi, perubahan transportasi, metabolisme, atau ekskresi suatu hormon juga dapat mempengaruhi seberapa besar cadangan efektif hormon tersebut, yang kadangkadang tidak sesuai. Sebagai contoh, karena hati vang mensintesis protein plasma, penyakit hati dapat menimbulkan kelainan aktivitas endokrin karena perubahan ke-seimbangan antara bentuk bebas dan terikat horrnon-hormon tertentu.

Jalur yang Digunakan oleh Masukan Sistem Saraf untuk Mempengaruhi Sekresi Hormon Sistem saraf mempengaruhi sekresi hormon melalui empat cara berbeda: (1) Hipotalamus sebenarnya menghasilkan hormon yang disimpan di hipofisis posterior dan dikeluarkan dari kelenjar endokrin ini sebagai respons terhadap stimulasi hipotalamus. (2) Pengeluaran hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior sebagian dikontrol oleh hormonhormon regulatorik hipotalamus yang mencapai hipofisis anterior melalui sistem porta vaskuler khusus. Hormon-hormon hipofisis anterior pada gilirannya mengontrol pengeluaran sejumlah hormon lain dari kelenjar endokrin lain. (3) Pengeluaran hormon-hormon vang dihasilkan oleh medula adrenal, yang merupakan modifikasi neuron-neuron pascaganglion simpatis, seluruhnya-berada di bawah kontrol neuron praganglion simpatis. (4) Neuron otonom pascaganglion merupakan salah satu dari banyak masukan regulatorik ke sel endokrin pankreas. Hormon-hormon pencernaan dipengaruhi oleh sistem saraf otonom dengan cara serupa.
Hati adalah tempat tersering untuk inaktivasi hormon secara metabolik (atau pengaktifan, apabila hal itu yang terjadi), tetapi sebagian hormon juga dimetabolisasi di ginjal, darah, atau sel sasaran. Inaktivasi dan ekskresi hormon tidak berada di bawah kontrol. Cara utama eliminasi hormon dan metabolitnya dari daralt adalah melalui urin. Karena hati dan ginjal penting untuk mengeluarkan hormon inaktivasi metabolik dan ekskresi urin, pasien yang mengidap penyakit hati atau ginjal dapat menderita kelebihan aktivitas hormon tertentu semata-mata akibat penurunan eliminasi ltormon. Di pihak lain, saat hati dan ginjal berfungsi normal, pengukuran konsentrasi hormon dan metabolitnya dalam urin merupakan cara noninvasif penting untuk menilai fungsi endokrin, karena kecepatan ekskresi produk-produk ini dalam urin merupakan pencerminan langsung kecepatan sekresi mereka oleh kelenjar endokrin.
Selang waktu setelah suatu hormon disekresikan sebelum diinaktifkan dan cara-cara bagaimana hal tersebut berlangsung berbeda untuk kelas hormon yang berbeda. Secara umum, peptida dan katekolamin hidrofilik merupakan sasaran empuk bagi enzim darah dan jaringan, sehingga mereka berada di dalam darah hanya dalam waktu singkat (beberapa menit sampai jam) sebelum diinaktifkan secara enzimatis. Pada beberapa hormon peptida, sel sasaranlah yang sebenarnya mencaplok hormon melalui proses endositosis dan menguraikannya secara intrasel. Sebaliknya, pengikatan hormon lipofilik ke protein plasma menyebabkan mereka kurang rentan terhadap inaktivasi metabolik dan sulit lolos melalui urin. Dengan demikian, hormon-hormon lipofilik lebih lambat disingkirkan dari plasma. Mereka mungkin menetap dalam darah selama beberapa jam (steroid) atau sampai seminggu (hormon tiroid). Secara umum, hormon lipofilik mengalami serangkaian reaksi yang mengurangi aktivitas biologis mereka dan meningkatkan kelarutan dalam H20, sehingga mereka dapat dibebaskan dart protein pembawa dan dieliminasi melalui urin.

Gangguan endokrin disebabkan oleh kelebihan hormon, defisiensi hormon, atau penunuian ketanggapan sel sasaran.
Dari pembahasan sebelumnya, seharusnya tampak jelas bahwa kelainan konsentrasi plasma efektif suatu hormon dapat disebabkan oleh berbagai faktor (Tabel 18-3). Gangguan endokrin paling sering disebabkan oleh kelainan konsentrasi hormon dalam plasma akibat kecepatan sekresi yang tidak sesuai; jadi, sekresi terlalu sedikit (hiposekresi) atau terlalu banyak (hipersekresi). Kadang-kadang disfungsi endokrin terjadi akibat kelainan ketanggapan sel sasaran terhadap hormon, walaupun konsentrasi hormon dalam plasma normal.
Hiposekresi Apabila suatu organ endokrin mengeluarkan terlalu sedikit hormon akibat kelainan di dalam organ tersebut, keadaan yang terjadi disebut hiposekresi primer. Yang mungkin menjadi penyebab defisiensi hormon: (1) genetik (ketiadaan suatu enzim bawaan yang mengkatalisasi sintesis hormon); (2) makanan (ketiadaan iodium, yang penting untuk sintesis hormon tiroid); (3) kimia atau toksik (residu insektisida tertentu dapat merusak korteks adrenal); (4) imunologis (antibodi autoimun dapat menyebabkan perusakan-diri kelenjar tiroid seseorang); (5) proses penyakit lain (kanker atau tuberkulosis dapat merusak kelenjar endokrin); (6) iatrogenik (disebabkan oleh dokter, misalnya pengangkatan tumor tiroid secara bedah); dan (7) idiopatik (yang berarti penyebabnya tidak diketahui).
Metode tersering untuk mengobati hiposekresi hormon adalah pemberian hormon yang sama seperti (atau serupa dengan, misalnya dari spesies lain) hormon yang kurang atau hilang. Terapi penggantian ini secara teoritis bersifat langsung pada sasaran, tetapi sumber dan cara pemberian hormon sering menimbulkan masalah. Sumber-sumber preparat hormon untuk digunakan secara klinis antara lain adalah: (1) jaringan endokrin dari hewan ternak; (2) jaringan plasenta dan urin wanita hamil; (3) sintesis hormon di laboratorium; dan (4) "pabrik hormori", yaitu bakteri yang dimasukkan gengen yang mengkode pembentukan hormon manusia. Metode yang dipilih untuk hormon tertentu terutama ditentukan oleh tingkat spesifisitas spesies dan kompleksitas struktur hormon tersebut.
Hipersekresi Seperti hiposekresi, hipersekresi oleh organ endokrin tertentu disebut sebagai primer atau sekunder bergantung pada apakah defeknya terletak pada organ tersebut atau akibat stimulasi berlebihan dari luar. Hipersekresi dapat disebabkan oleh (1) tumor yang mengabaikan masukan regulatorik normal dan secara terus menet~,ts mengeluarkan hormon dan (2) faktor imunologik, misalnya stimulasi berlebihan terhadap kelenjar tiroid oleh antibodi abnormal yang menyerupai efek TSH, hormon tropik tiroid. Peningkatan berlebihan kadar suatu hormon juga dapat disebabkan oleh penyalahgunaan obat.
Terdapat beberapa cara untuk mengobati hipersekresi hormon. Apabila tumor merupakan penyebabnya, tumor, dapat diangkatsecara bedah atau dihancurkan dengan terapi radiasi. Pada beberapa keadaan, hipersekresi dapat dibatasi oleh obat-obatan yang menghambat sintesis atau sekresi hormon. Kadang-kadang keadaan tersebut dapat diterapi dengan memberikan obat yang menghambat kerja hormon tanpa sebenarnya mengurangi sekresi hormon yang berlebihan itu.
Kelainan Responsivitas Sel Sasaran Disfungsi endokrin juga dapat terjadi akibat gangguan ketanggapan sel sasaran terhadap hormon, walaupun konsentrasi hormon dalam plasma normal. Gangguan ketanggapan ini dapat disebabkan, sebagai contoh, oleh ketiadaan bawaan sejak lahir reseptor untuk hormon yang bersangkutan, seperti yang terjadi pada sindrom feminisasi testis. Pada keadaan tersebut, reseptor untuk testosteron, suatu hormon maskulinisasi yang dihasilkan oleh testis, tidak dibentuk akibat defek gen tertentu. Walaupun testosteron yang tersedia cukup, maskulinisasi tidak terjadi, seolah-olah testosteron tidak ada. Kelainan ketanggapan juga dapat terjadi apabila sel sasaran untuk hormon tertentu tidak memiliki enzim penting untuk melaksanakan respons.
Ketanggapan sel sasaran terhadap hormonnya dapat diubah-ubah dengan mengatur jumlah reseptor yang spesifik terhadap hormon tersebut.
Berbeda dengan disfungsi endokrin yang disebabkan oleh kelainan reseptor yang tidak disengaja, reseptor sel sasaran untuk hormon tertentu dapat secara sengaja diubah oleh kontrol fisiologis. Respons sel sasaran terhadap hormon berkaitan erat dengan jumlah reseptor sel yang ditempati oleh hormon itu, yang pada gilirannya bergantung pada jumlah reseptor yang ada di sel sasaran serta pada konsentrasi hormon dalam plasma. Dengan demikian, respons suatu sel sasaran terhadap konsentrasi plasma tertentu dapat diatur naik atau turun de3tgan mengubah-ubah jumlah reseptor yang tersedia untuk mengikat hormon.
Sebagai gambaran, apabila konsentrasi insulin dalam plasma meningkat secara kronis, jumlah total reseptor sel sasaran untuk insulin berkurang sebagai akibat langsung dari efek peningkatan insulin terhadap reseptor insulin. Fenomena ini, yang dikenal sebagai down regulation (penekanan), merupakan mekanisme umpan-balik negatif lokal yang mencegah sel sasaran bereaksi berlebihan terhadap konsentrasi insulin yang tinggi; yaitu, sel sasaran mengalami desensitisasi terhadap insulin, yang membantu meringankan efek hipersekresi insulin. Down regulation insulin ditimbulkan oleh mekanisme berikut ini. Pengikatan insulin ke reseptor permukaannya mengiduksi endositosis kompleks hormon-reseptor, yang kemudian diserang oleh enzim-enzim lisosom intrasel. Endositosis ini memiliki dua tujuan: memberikan jalur degradasi hormon dan juga berperan mengatur jumlah reseptor yang tersedia untuk mengikat hormon di permukaan sel sasaran. Pada konsentrasi insulin yang tinggi, jumlah reseptor permukaan untuk insulin secara bertahap berkurang akibat peningkatan kecepatan pemasukan dan penguraian yang ditimbulkan oleh peningkatan pengikatan hormon. Kecepatan sintesis reseptor baru di dalam retikulum endoplasma serta insersinya ke membran plasma tidak dapat mengimbangi kecepatan destruksinya. Seiring waktu, pengurangan reseptor sel sasaran untuk insulin ini menyebabkan penurunan kepekaan sel-sel sasaran terhadap peningkatan kadar hormon.
Efek hormon tertentu tidak saja dipengaruhi oleh konsentrasi hormon itu sendiri, tetapi juga oleh konsentrasi hormon lain yang berinteraksi dengannya. Karena hormon tersebar luas melalui darah, sel-sel sasaran dapat terpajan ke banyak hormon secara bersamaan, sehingga timbul interaksi hormon yang kompleks di sel sasaran. Hormon sering mengubah reseptor hormon jenis lain sebagai bagian dari aktivitas fisiologis normal mereka. Suatu hormon dapat mempengaruhi aktivitas hormon lain di sel sasaran tertentu melalui salah satu dari tiga cara berikut: kepermisifan (permissiveness), sinergisme, dan ant:egonisme. Pada kepermisifan, satu hormon harus ada dalam jumlah adekuat agar efek hormon lain dapat bekes;a penuh. Pada dasarnya, hormon pertama, dengan meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap hormon lain, "mengijinkan" hormon ini melaksanakan tugasnya secara penuh. Sebagai contoh, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor untuk epinefrin di sel sasaran epinefrin, sehingga efektivitas epinefrin meningkat. 'Tanpa adanya hormon tiroid, epinefrin kurang begitu efektif. Sinergisme terjadi apabila efek beberapa hormon bersifat komplementer dan efek kombinasi mereka lebih besar daripada apabila efek masing-masing dijumlahkan. Salah satu contoh adalah diperlukan efek sinergistik beberapa hormon (follicle-stimulating hormone dan testosteron) untuk mempertahankan kecepatan produksi sperma yang normal. Sinergisme mungkin timbul baik akibat pengaruh pada jumlah reseptor maupun afinitas setiap hormon terhadap reseptor hormon lain.

Antagonisme terjadi jika satu hormon menyebabkan berkurangnya reseptor untuk hormon lain, sehmgga efektivitas hormon kedua berkurang. Sebagai contoh, progesteron (hormon yang disekresikan selama kehamilan dan menurunkan kontraksi uterus) menghambat kepekaan uterus terhadap estrogen (hormon lain yang disekresikan selama kehamilan yang meningkatkan kontraksi uterus). Progesteron, dengan menyebabkan berkurangnya reseptor estrogen di otot polos uterus, mencegah estrogen menjalankan efek eksitatoriknya selama kehamilan, sehingga uterus ada dalam situasi tenang (tidak berkontraksi) yang sesuai untuk perkembangan janin.

HIPOTALAMUS DAN HIPOFISIS
Kelenjar hipofisis terdiri dari lobus anterior dan posterior.
Kelenjar pituitari, atau hipofisis, adalah sebuah kelenjar endokrin kecil yang terletak di rongga bertulang di dasar otak tepat di bawah hipotalamus. Apabila Anda menunjuk satu jari di antara kedua mata Anda dan satu jari lain ke arah salah satu telingaAnda, titik imajiner tempat kedua garis tersebut berpotongan adalah lokasi hipofisis. Hipofisis dihubungkan ke hipotalamus oleh sebuah tangkai kecil, infundibulum, yang mengandung serat saraf dan pembuluh darah halus.
Hipofisis memiliki dua lobus yang secara anatomis dan fungsional berbeda, hipofisis posterior dan hipo$sis anterior. Hipofisis posterior, secara embriologis berasal dari pertumbuhan berlebihan otak., terdiri dari jaringan saraf dan disebut juga neurohipofisis. Hipofisis anterior, sebaliknya, terdiri dari jaringan epitel kelenjar yang secara embriologis berasal dari penonjolan dari atap mulut. Dengan demikian, hipofisis anterior juga dikenal sebagai adenohipofisis (adeno berard "kelenjar'). Hipofisis anterior dan posterior tidak memiliki persamaan selain lokasi mereka. Hipofisis posterior dihubungkan ke hipotalamus melalui jalur saraf, sementara hipofisis anterior dihubungkan ke hipotalamus melalui pembuluh darah.

Hipotalamus


Anatomi Kelenjar Hipofisis (a) Hubungan kelenjar hipofisis ke hipotalamus dan bagian otak lainnya. (b) Pembesaran skematik kelenjar hipofisis dan hubungannya dengan hipotalamus.
Pada adenohipofisis beberapa spesies, lobus intermedius (lobus ketiga) juga ditemukan, tetapi pada manusia lobus ini rudimenter. Pada vertebra rendah, lobus intermedius mengeluarkan beberapa melanocyte-stimulating hormones atau MSH, yang mengatur warna kulit dengan mengontrol penyebaran granula berpigmen melanin. Dengan menyebabkan warna kulit berubahubah pada amfibi, reptil, dan ikan tertentu, MSH berperan penting dalam kamuflase spesies-spesies ini. Pada manusia, sekresi MSH yang jumlahnya sedikit secara umum dilakukan oleh hipofisis anterior. Fungsi MSH ini, kalaupun ada, masih belum jelas. Hormon ini tidak berperan menentukan perbedaan jumlah melanin yang terdapat di kulit individu dari berbagai ras dan tidak berkaitan dengan proses tanning (penyamakan). Namun, aktivitas MSH yang berlebihan memang menyebabkan kulit menjadi gelap. Beberapa bukti menunjukkan bahwa MSH pada manusia memainkan peran yang sama sekali berbeda dengan mempengan.ihi eksitabilitas sistem saraf, mungkin berperan dalam meningkatkan daya ingat dan kemampuan belajar.
Hipotalamus dan hipofisis posterior membentuk suatu sistem neurosekretorik yang mengeluarkan vasopresin dan oksitosin. Pengeluaran hormon dari hipofisis posterior dan anterior secara langsung dikontrol oleh hipotalamus, tetapi sifat hubungan kedua lobus dengan hipotalamus sangat berbeda. Hipotalamus dan hipofisis posterior membentuk suatu sistem neuroendokrin yang terdiri dari populasi neuron-neuron neurosekretorik yang badan selnya terletak dalam dua kelompok yang jelas di hipotalamus (nukleus paraventrikel dan supraoptik) dan aksonnya berjalan ke bawah melalui tangkai penghubung untuk berakhir di kapiler hipofisis posterior. Hipofisis posterior terdiri dari ujung-ujung saraf ditambah sel-sel penunjang mirip-glia yang disebut pituisit. Secara fungsional dan anatomis, hipofisis posterior hanyalah perluasan dari hipotalamus. Hipofisis posterior sebenarnya tidak menghasilkan hormon apapun. Bagian ini hanya menyimpan dan, setelah mendapat rangsangan yang sesuai, mengeluarkan dua hormon peptida kecil (sebenarnya, neurohormon), yaitu vasopresin dan oksitosin yang disintesis oleh badan sel neuron di hipotalamus, ke dalam darah. Kedua peptida hidrofilik ini dibentuk di nukleus supraoptik dan paraventrikel, tetapi sebuah neuron hanya mampu menghasilkan salah satu dari kedua hormon ini. Hormon yang sudah dibentuk kemudian- dikemas dalam granula-granula sekretorik yang disalurkan ke bawah melalui sitoplasma akson untuk disimpan di ujung-ujung saraf di dalam hipofisis posterior. Setiap ujung menyimpan vasopresin atau oksitosin tetapi tidak keduanya. Dengan demikian, hormon-hormon ini dapat dikeluarkan secara independen sesuai kebutuhan. Dengan adanya masukan stimulatorik ke hipotalamus, vasopresin atau oksitosin dilepaskan ke dalam darah dari hipofisis posterior melalui proses eksositosis granula sekretorik yang bersangkutan. Pengeluaran hormon ini terjadi sebagai respons terhadap potensial aksi yang berasal dari badan sel di hipotalamus dan menjalar ke bawah melalui akson menuju ujung saraf di hipofisis posterior. Seperti pada neuron lainnya, potensial aksi di neuron-neuron neurosekretorik-ini timbul sebagai respons terhadap masukan sinaptik ke badan sel mereka.
Vasopresin Vasopresin (hormon antidiuretik, ADH) memiliki dua efek utama yang sesuai dengan namanya: (1) meningkatkan retensi HZO oleh ginjal (suatu efek antidiuretik), dan (2) menyebabkan kontraksi otot polos arteriol (efek presor pembuluh darah-vasopresor). Efek pertama memiliki makna fisiologis yang lebih besar. Pada keadaan normal, vasopresin adalah faktor endokrin utama yang mengatur pengeluaran H,O urin dan keseimbangan H,O keseluruhan. Sebaliknva, vasopresin dengan kadar normal tidak begitu berperan dalam mengatur tekanan darah melalui efek presor hormon.
Peneontrol utama pengeluaran vasopresin dari hipofisis posterior adalah masukan dari osmoreseptor hipotalamus, yang meningkatkan sekresi vasopresin sebagai respons terhadap peningkatan osmolaritas plasma. Masukan yang lebih lemah datang dari reseptor volume atrium kiri yang meningkatkan sekresi vasopresin sebagai respons terhadap penurunan volume CES dan tekanan darah arteri (lihat h. 519). Mekanisme osmoreseptnr dan reseptor volume keduanya berfungsi sebagai sistem umpan-balik negatif untuk menahan, masing-masing, perubahan pada osmolaritas dan volume CES dengan menyesuaikan beban Hz0 di tubuh melalui variasi aktivitas vasopresin.
Oksitosin Oksitosin merangsang kontraksi otot polos uterus untuk membantu pengeluaran bayi selama proses persalinan, dan hormon ini juga mendorong pengeluaran susu dari kelenjar mammaria (payudara) selama menyusui. Sekresi oksitosin ditingkatkan oleh refleksrefleks yang berasal dari jalan lahir sewaktu persalinan dan oleh refleks-refleks yang dipicu oleh tindakan bayi mengisap puting payudara.

Hipofisis anterior rnengeluarkan enam hormon yang sudah diketahui, yang banyak diantaranya bersifat tropik bagi kelenjar endokrin lain.
Tidak seperti hipofisis posterior, yang mengeluarkan hormon yang disintesis di hipotalamus, hipofisis anterior itu sendiri mensintesis hormon-hormon yang kemudian dikeluarkannya ke dalam darah. Populasi-populasi sel yang berbeda di hipofisis anterior menghasilkan dan mengeluarkan enam hormon peptida yang sampai sejauh ini telah diketahui. Efek setiap hormon akan dibahas secara rinci di bagian-bagian berikut. Saat ini, disajikan ringkasan efek utama yang menjadi dasar pemberian nama hormon-hormon tersebut:
1. Hormon pertumbuhan (growth hormone, GH, somatotropin), hormon utama yang bertanggung jawab mengatur pertumbuhan tubuh secara keseluruhan dan juga penting dalam metabolisme perantara.
2. Thyroid-stimulating hormone (TSH, tirotropin) merangsang sekresi hormon tiroid dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
3. Hormon adrenokortikotropik (adrenocorticotropic hormone, ACTH) merangsang sekresi kortisol oleh korteks adrenal dan meningkatkan pertumbuhan korteks adrenal.
4. Follicle-stimulating hormone (FSH) memiliki fungsi berbeda pada pria dan wanita. Pada wanita hormon ini merangsang pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium, tempat berkembangnya ovum atau telur. Selain itu, FSH mendorong sekresi hormon estrogen oleh ovarium. Pada pria, FSH diperlukan untuk produksi sperma.
5. Luteinizing hormone (LH) juga memiliki fungsi berbeda pada pria dan wanita. Pada wanita, LH bertanggung jawab untuk ovulasi, luteinisasi (yaitu, pembentukan korpus luteum pascaovulasi yang menghasilkan hormon di ovarium), dan pengaturan sekresi hormon seks wanita, estrogen dan progesteron, oleh ovarium. Pada pria, hormon ini merangsang sel interstisium Leydig di testis untuk mengeluarkan hormon seks pria, testosteron, sehingga hormon ini juga diberi nama interstitial cell-stimulating hormone (ICSH).
6. Prolaktin (PRL) meningkatkan perkembangan payudara dan pembentukan susu pada wanita. Fungsinya pada pria tidak diketahui, walaupun bukti-bukti menunjukkan bahwa hormon ini mungkin menginduksi pembentukan reseptor LH testis.

Karena mereka masing-masing mengatur sekresi kelenjar endokrin spesifik, TSH, ACTH, FSH, dan LH adalah hormon-hormon tropik. Secara lebih spesifik, FSH dan LH secara kolektif disebut sebagai gonadotropin, karena keduanya mengontrol sekresi hormon seks oleh gonad (ovarium dan testis). Karena hormon pertumbuhan, baru-baru ini telah dibuktikan, menggunakan efek merangsang pertumbuhannya secara tidak langsung dengan merangsang pengeluaran hormonhormon hati, somatomedin, hormon ini juga kadangkadang digolongkan sebagai hormon tropik. Di antara hormon-hormon hipofisis anterior, prolaktin adalah satu-satunya yang tidak merangsang sekresi hormon lain. Dari hormon-hormon tropik, FSH, LH, dan hormon pertumbuhan berbeda dari TSH dan ACTH, yaitu bahwa yang pertama juga memiliki fungsi nontropik selain merangsang sekresi hormon lain.
Hormon-hormon pelepas (releasing) dan penghambat (inhibiting) hipotalamtis disalurkan ke hipofisis anterior melalui sistem porta hipotalamus-hipofisis untuk mengontrol sekresi hormon hipofisis anterior. Semua hormon hipofisis anterior tidak disekresikan dengan kecepatan konstan. Walaupun tiap-tiap hormon ini memiliki sistem kontrol khas, terdapat pola-pola regulasi umum. Dua faktor terpenting yang mengatur sekresi hormon hipofisis anterior adalah (1) hormon hipotalamus dan (2) umpan-balik oleh hormon organ sasaran.
Karena hipofisis anterior mensekresikan hormonhormon yang mengontrol sekresi berbagai hormon lain, kelenjar ini sejak lama dianggap sebagai "master gland" (kelenjar utama) walaupun sebenarnya tidak layak. Sekarang telah diketahui bahwa pengeluaran setiap hormon hipofisis anterior sebagian besar dikontrol oleh hormon-hormon lain yang dihasilkan oleh hipotalamus dan bahwa sekresi neurohormon regulatorik ini, pada gilirannya, dikontrol oleh berbagai masukan saraf dan hormon ke sel netu-osekretorik hipotalamus.
Sekresi setiap hormon hipofisis anterior dirangsang atau dihambat oleh satu atau lebih dari tujuh hormon hlpofisiotropik (tropic berarti "mengatur"), yang tercantum dalam. Peptida-peptida kecil ini disebut sebagai hormon pelepas (releasing hormones) atau hormon penghambat (inhibiting hormones) bergantung pada kerja mereka. Dalam hal ini, efek primer hormon yang bersangkutan telah jelas dari namanya. Sebagai contoh, thyrotropin releasing hormone (TRH) merangsang pengeluaran TSH (alias tirotropin) dari hipofisis anterior, sedangkan prolactin inhibiting hormone (PIH) menghambat pengeluaran prolaktin dari hipofisis anterior. Walaupun semula diperkirakan terdapat korespondensi satu-satu yang ketat-satu hormon hipofisiotropik untuk setiap hormon hipofisis anterior-sekarang telah jelas bahwa ban_yak hormon hipotalamus ini memiliki lebih dari satu efek, sementara nama-nama hormon hanya menandakan fungsi yang pertama kali diketahui. Selain itu, sebuah hormon hipofisis anterior mungkin diatur oleh dua atau lebih hormon hipofisiotropik, yang bahkan mungkin menimbulkan efek bertentangan. Sebagai contoh, growth hormone-releasing hormone (GHRH) merangsang sekresi hormon pertumbuhan, sementara growth hormone-inhibiting hormone (GHIH). Keluaran sel-sel hipofisis anterior pensekresi hormon pertumbuhan (yaitu, kecepatan sekresi hormon pertumbuhan), dalam menimbulkan respons terhadap dua masukan yang saling bertentangan ini, bergantung pada konsentrasi relatif hormon-hormon hipotalamus tersebut serta pada intensitas masukan regulatorik lainnya. Keadaan tersebut analog dengan keluaran sel saraf (yaitu, kecepatan penjalaran potensial aksi) yang bergantung pada kekuatan relatif masukan sinaptik eksitatorik dan inhibitorik (EPSP dan IPSP) padanya.
Bagian-bagian otak lain di luar hipotalamus juga mengeluarkan perantara-perkimiawi yang strukturnya identik dengan hormon pelepas dan penghambat hipotalamus dan dengan vasopresin. Zat-zat perantara ini tidak disekresikan ke dalam darah tetapi bekerja lokal sebagai neurotransmiter atau neuromodulator di luar hipotalamus. Mereka diperkirakan memodulasi berbagai fungsi yang berkisar dari aktivitas motorik (TRH) sampai libido (GnRH) sampai belajar (vasopresin). Dengan demikian, mereka menjadi contoh lain dari keanekaragaman fungsi zat perantara kimiawi.
Hormon-hormon pengatur hipotalamus mencapai hipofisis anterior melalui jalur vaskuler khusus. Berbeda dengan hubungan saraf langsung antara hipotalamus dar: hipofisis posterior, hubungan anatomis dan fungsinya antara hipotalamus dan hipofisis anterior merupakan hubungan kapiler-ke-kapiler yang tidak lazim, yang disebut sistem porta hipotalamus-hipofiisis. Sistem porta adalah susunan vaskuler yang darah venanya mengalir secara langsung dari satu jaringan kapiler melalui suatu pembuluh penghubung ke jaringan kapiler lain tanpa melalui sirkulasi sistemik. Sistem porta terbesar dan paling terkenal adalah sistem porta hepatis, yang mengalirkan darah vena usus langsung ke hati untuk pengolahan zat-zat gizi yang diserap (lihat h. 565). Walaupun jauh lebih kecil, sistem porta hipotalamushipofisis tidak kalah penting, karena merupakan penghubung sangat penting antara otak dan sebagian besar sistem endokrin. Sistem ini berawal di dasar hipotalamus berupa sekelompok kapiler yang bersatu menjadi pembuluh-pembuluh porta, yang mengalir ke bawah melalui tangkai penghubung ke hipofisis anterior. Di sini mereka bercabang-cabang untuk membentuk sebagian besar kapiler hipofisis anterior, untuk kemudian mengalir ke dalam sistem vena sistemik
Akson-akson neuron neurosekretorik yang menghasilkan hormon pengatur hipotalamus berakhir di kapiler di pangkal sistem porta. Neuron-neuron hipotalamus ini mengeluarkan hormon-hormon mereka dengan cara yang sama dengan yang dilakukan oleh neuron hipotalamus dalam menghasilkan vasopresin dan oksitosin. Hormon disintesis di badan sel dan kemudian diangkut ke ujung akson. Hormon tersebut disimpan sampai kemudian dikeluarkan ke dalam kapiler di dekatnya sewaktu, setelah mendapat rangsangan yang tepat, timbul potensial aksi di neuron yang bersangkutan. Perbedaan yang utama adalah bahwa hormon-hormon hipofisiotropik dikeluarkan ke dalam pembuluh porta, yang kemudian menyalurkan mereka ke hipofisis anterior. 
Dengan mengetahui bahwa sekresi hormon hipofisis anterior sebagian besar dikontrol oleh hormon pelepas dan penghambat hipotalamus, pertanyaan logis berikutnya adalah: Apa yang mengatur sekresi hormon-hormon hipofisiotropik ini? Seperti neuron-neuron lainnya, neuron-neuron yang mensekresikan hormon-hormon pengatur ini menerima banyak masukan inforrnasi (baik dari saraf maupun hormon, dan baik yang eksitatorik maupun inhibitorik) yang harus mereka integrasikan. Saat ini sedang dilakukan penelitian-penelitian untuk mengungkapkan masukan saraf kompleks dari berbagai bagian otak ke neuron sekretorik hipofisiotropik. Sebagian dari masukan itu berisi informasi mengenai berbagai keadaan lingkungan. Salah satu contoh adalah peningkatan mencolok sekresi corticotropin-releasing hormone (CRH) sebagai respons terhadap keadaan stxes (Gbr. 18-14). Juga terdapat banyak hubungan saraf antara hipotalamus dan bagian-bagian otak yang berhubungan dengan emosi. Dengan demikian, sekresi hormon-hotmon hipofisiotropik sangat dipengaruhi oleh emosi. Ketidakteraturan haid yang kadang-kadang dialami oleh wanita saat emosi mereka terganggu adalah salah satu contoh hubungan ini.
Selain diatur oleh berbagai bagian otak, neuron-neuron hipotalamus juga dikontrol oleh berbagai masukan kimiawi yang mencapai hipotalamus melalui darah. Tidak seperti bagian-bagian otak lainnya, bagian hipotalamus tidak dijaga oleh sawar darah-oak, sehingea hipotalamus dapat dengan mudah memantau perubahanperubahan kimia dalam darah. Pada beberapa keadaan, sekresi hipofisiotropik dipengatuhi oleh keadaan metabolik sesaat individu. Sebagai contoh, satu atau lebih respons metabolik yang dihasillcan oleh hormon pertumbuhan (misalnya peningkatan kadar glukosa darah) menimbulkan umpan-balik negatif ke hipotalamus untuk mengontrol sekresi hormon pertumbuhan. Faktorfaktor dalam aliran darah yang banyak mempengaruhi neurosekresi hipotalamus adalah efek umpan-balik negatif hipofisis anterior atau hormon organ-sasaran.

Seeara umum, umpan-balik negatif oleh hormon organ-sasaran adalah usaha untuk mempertahankan agar kecepatan sekresi hormon hipofisis anterior konstan.
Umumnya hormon-hormon hipofisiotropik mengawali rangkaian tiga-hormon (three-hormone sequence): (1) pengeluaran hormon hipotalamus, (2) hormon tropik hipofisis anterior, dan (3) hormon organ-sasaran perifer. Dengan satu pengecualian, selain menimbulkan efek fisiologisnya, hormon organ-sasaran juga bekerja menekan sekresi hormon tropik yang mendorong sekresinya. Penekanan ini, yang disebut sebagai umpanbalik negatif lengkung panjang (long-loop negative feedback), dilaksanakan oleh hormon organ-sasaran dengan bekerja secara langsung pada hipofisis itu sendiri atau pada pengeluaran hormon hipotalamus, yang kemudian mengatur fungsi hipofisis anterior. Sebagai contoh, perhatikan sistem CRH-ACTH-kortisol. CRH (corticotropin-releasing hormone) hipotalamus merangsang hipofisis anterior untuk mengeluarkan ACTH (hormon adrenokortikotropik, alias kortikotropin), yang kemudian merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol. Hormon akhir pada sistem ini, kortisol, menehambat sekTesi CRH oleh hipotalamus serta menumnkan kepekaan sel-sel penghasil ACTH terhadap CRH dengan bekerja secara langsung pada hipofisis anterior. Melalui pendekatan ganda ini, kortisol melakukan kontrol umpan-balik negatif untuk menstabilkan konsentrasinya sendiri dalam plasma. Jika kadar kortisol plasma mulai meningkat melebihi patokan yang sudah ditetapkan, kortisol akan menekan sekresinya sendiri melalui inhibisi pada hipotalamus dan hipofisis anterior. Mekanisme ini menjamin bahwa apabila sistem hormon telah diaktifkan, sekresinya tidak akan berlangsung tanpa kendali. Apabila kadar kortisol mulai turun di bawah patokan yang telah ditentukan, efek inhibisi kortisol pada hipotalamus dan hipofisis anterior berkurang, sehingga faktor-faktor yang merangsang peningkatan sekresi kortisol (CRH-ACTH) akan meningkat.
Demikian juga, hormon-hormon organ sasaran lainnya bekerja melalui mekanisme umpan-balik negatif lengkung panjang. Tujuan umpan-balik semacam itu adalah agar kadar hormon organ-sasaran relatif konstan. Namun, ingatlah bahwa irama diurnal juga berpengaruh dalam menstabilkan mekanisme pengaturan umpan-balik negatif ini. Selain itu, masukan pengontrol lain dapat menembus kontrol umpan-balik negatif untuk mengubah sekresi hormon (yaitu mengubah titik patokan) pada saat-saat dibutuhkan.
Salah satu pengecualian untuk hubungan umpan-balik negatif yang baru saja dijelaskan adalah efek umpanbalik positif estrogen pada sekresi LH. Hal ini menyebabkan peningkatan drastis sekresi LH untuk memicu ovulasi. Hubungan ini akan dijelaskan lebih lanjut.
Selain mekanisme umpan-balik negatif lengkung panjang yang sangat penting secara fisiologis, terdapat bukti adanya umpan-balik negatif lengkung pendek, yang mengacu pada efek inhibisi hormon hipofisis anterior terhadap pengeluaran neurohormon stimulatoriknya. Sebagai contoh, prolaktin, yaitu satu-satunya hormon hipofisis anterior yang tidak ikul serta dalam rangkaian tiga-hormon, diduga bekerja secara langsung pada hipotalamus untuk mempengaruhi ,ekreci hnrmnn hinnfisiotronik vane meneontrol sekresi prolaktin. Mungkin hormon-hormon tropik hipofisis anterior juga melakukan umpan-balik negatif lengkung pendek terhadap neuron hipofisiotropik mereka masingmasing. Penemuan terkini tentang adanya aliran balik darah dari hipofisis anterior ke hipotalamus sebelum darah tersebut memasuki sirkulasi sistemik mengisyaratkan bahwa hat tersebut mungkin terjadi. Aliran darah retrograd tersebut memungkinkan hormon-hormon hipofisis anterior mencapai otak dalam konsentrasi yang memadai untuk mempengaruhi sekresi hormon pelepas. Keberadaan sebenarnya dan pentingnya mekanisme semacam itu pada manusia masih belum jelas.
Selain itu, hormon-hormon lain di luar rangkaian hormon tertentu juga dapat menimbulkan pengaruh penting, baik yang bersifat stimulatorik atau inhibitorik, pada sekresi hormon hipotalamus atau hipofisis anterior dalam rangkaian tersebut. Sebagai contoh, walaupun estrogen bukan berada langsung di bawah rantai komando sekresi prolaktin, steroid seks ini jelas meningkatkan sekresi prolaktin oleh hipofisis anterior. Keadaan ini adalah salah satu contoh fenomena yang lazim dijumpai dalam sistem endokrin, yakni suatu hormon yang tampaknya tidak berkaitan dapat sangat mempengaruhi sekresi atau kerja hormon lain.

KONTROL ENDOKRIN TERHADAP PERTUMBUHAN
Fungsi terinci dan kontrol dari semua hormon hipofisis anterior, kecuali hormon pertumbuhan, dibahas di bagian lain bersama dengan jaringan perifer sasaran yang mereka pengaruhi sebagai contoh, thyroid stimulating hormone 

Pertumbuhan bergantung pada hormon pertumbuhan, tetapi juga dipengarulu oleh faktor lain.
Pada anak yang sedang tumbuh, terjadi sintesis protein netto yang terus menerus di bawah pengaruh hormon pertumbuhan seiring dengan tubuh yang semakin membesar. Penambahan berat badan saja tidak sinonim dengan pertumbuhan, karena penambahan berat badan dapat terjadi akibat retensi kelebihan H20 atau lemak tanpa pertumbuhan struktural jaringan yang sejati. Pertumbuhan mensyaratkan sintesis netto protein dan mencakup pemanjangan tulang-tulang panjang (tulang ekstremitas) serta peningkatan ukuran dan jumlah sel di jaringan lunak di seluruh tubuh.
Walaupun, seperti yang diisyaratkan oleh namanya, hormon pertumbuhan merupakan hal yang paling pokok untuk pertumbuhan, hormon itu sendiri tidak seluruhnya bertanggung jawab menentukan kecepatan dan tingkat akhir pertumbuhan pada seseorang. Kapasitas pertumbuhan maksimum seseorang ditentukan secara genetis. Pencapaian potensi pertumbuhan penuh tersebut selanjutnya bergantung pada:
- Diet yang adekuat, mencakup asam amino esensial dan protein total yang cukup untuk memenuhi sintesis protein yang penting untuk pertumbuhan. Anak-anak yang mengalami malnutrisi tidak pernah mencapai potensi pertumbuhannya secara penuh. Efek kekurangan nutrisi dalam rnenghambat pertumbuhan paling mencolok terjadi pada masa bayi. Pada kasus yang parah, pertumbuhan tubuh dan perkembangan otak anak yang bersangkutan dapat terhenti sama sekali. Sekitar 70% pertumbuhan total otak terjadi pada dua tahun pertama kehidupannya. Di pihak lain, individu tidak dapat melebihi pertumbuhan maksimum yang telah ditentukan secara genetis dengan memakan diet yang Iebih dari adekuat. Kelebihan asupan makanan menyebabkan kegemukan, bukan pertumbuhan.
- Bebas dari penyakit kronik dan keadaan lingkungan yang penuh stres. Pertumbuhan terhambat pada keadaankeadaan yang menyimpang terutama disebabkan oleh sekresi kortisol yang berkepanjangan dari korteks adrenal yang diinduksi oleh stres. Kortisol memiliki beberapa efek antipertumbuhan yang kuat seperti meningkatkan penguraian protein, menghambat pertumbuhan tulang panjang, dan menghambat sekresi hormon pertumbuhan. Walaupun anak yang sakit atau mendapat stres tidak tumbuh dengan baik, apabila kondisinya dipulihkan sebelum ukuran dewasa tercapai, anak yang bersangkutan dapat mengejar kurva pertumbuhan normal mereka melalui lonjakan pertumbuhan yang luar biasa.
- Lingkungan hormon-hormon pendorong pertumbuhan yang normal. Selain hormon pertumbuhan yang mutlak perlu, hormon-hormon lain, termasuk hormon tiroid, insulin, dan hormon seks, berperan sekunder dalam mendorong pertumbuhan.

Kecepatan pertumbuhan tidak berlangsung secara kontinu selama masa pertumbuhan, demikian juga faktorfaktor yang mendorong pertumbuhan. Pertumbuhan janin, tampaknya, sebagian besar tidak bergantung pada kontrol hormon, ukuran saat lahir terutama ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor hormon mulai berperan penting dalam mengatur pertumbuhan setelah lahir. Faktor genetik dan nutrisi juga sangat mempengaruhi pertumbuhan pada masa ini.
Pubertas dimulai pada usia sekitar sebelas pada anak perempuan dan tiga betas pada anak laki-laki, dan berlangsung beberapa tahun pada kedua jenis kelamin. Mekanisme yang bertanggung jawab menimbulkan lonjakan pertumbuhan pubertas belum secara jelas diketahui. Tampaknya baik faktor genetik maupun hormon berperan. Beberapa bukti mengisyaratkan bahwa sekresi hormon pertumbuhan meningkat selama pertumbuhan, sehingga mungkin berperan mempercepat pertumbuhan pada masa ini. Selain itu, androgen (hormon seks "pria"), yang sekresinya meningkat secara drastis pada masa pubertas, juga berperan dalam lonjakan pertumbuhan pubertas dengan mendorong sintesis protein dan pertumbuhan tulang. Androgen kuat dari testis pria, yakni testosteron, sangat penting dalam mendorong peningkatan tinggi yang mencolok pada remaja laki-laki; sedangkan androgen adrenal yang kurang poten dari kelenjar adrenal, yang juga mengalami peningkatan sekresi selama masa remaja, kemungkinan besar penting dalam menentukan lonjakan pertumbuhan pubertas pada wanita. Walaupun sekresi estrogen oleh ovarium juga dimulai pada masa pubertas, belum jelas apa peranan hormon seks "wanita" ini dalam lonjakan pertumbuhan pubertas pada anak perempuan. Tidak diragukan lagi bahwa testosteron dan estrogen akhirnya bekerja pada tulang untuk menghentikan pertumbuhan lebih lanjut, sehingga tinggi dewasa penuh sudah dicapai pada akhir masa remaja.

Hormon perltunbuhan esensial untuk pertumbuhan, tetapi juga memilild efek metabolik yang tidak berkaitan dengan perhunbuhan.
Hormon pertumbuhan adalah hormon yang paling banyak diproduksi oleh hipofisis anterior, bahkan pada orang dewasa yang pertumbuhannya sudah berhenti. Sekresi hormon pertumbuhan yang terus tinggi di luar masa pertumbuhan ini mengisyaratkan bahwa hormon ini memiliki pengaruh penting selain pengaruhnya pada pertumbuhan. Efeknya mendarong pertumbuhan sudah banyak diketahui. Efek metaboliknya yang tidak berkaitan dengan pertumbuhan juga diketahui, tetapi peran fisiologis hormon ini masih belum jelas benar.
Efek Metabolik yang Tidak Berkaitan dengan Pertumbuhan Hormon pertumbuhan meningkatkan kadar asam lemak di dalam darah dengan meningkatkan penguraian simpanan lemak trigliserida di jaringan adiposa, dan meningkatkan kadar glukosa darah dengan mengurangi penyerapan glukosa oleh otot. Otot menggunakan asam lemak dan tidak menggunakan glukosa sebagai bahan bakar metaboliknya. Dengan demikian, efek metabolik keseluruhan hormon pertumbuhan adalah untuk memobilisasi simpanan lemak sebagai sumber energi utama sementara menyimpankan glukosa untuk jaringan yang bergantung pada glukosa, misalnya otak. Otak hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan bakar metaboliknya, namun jaringan saraf tidak dapat menyimpan glikogen (bentuk simpanan glukosa). Pola metabolik ini dapat digunakan untuk mempertahankan tubuh selama periode puasa jangka panjang atau situasi lain saat kebutuhan energi tubuh melebihi simpanan glukosa yang tersedia.
Efek Mendorong Pertumbuhan Jaringan Lunak Pada saat jaringan tanggap terhadap efek mendorong pertumbuhannya, hormon pertumbuhan merangsang pertumbuhan baik jaringan lunak maupun tulangbelulang. Pertumbuhan jaringan Iunak terjadi karena (1) peningkatan jumlah set (hiperplasia) dengan merangsang pembelahan set dan (2) peningkatan ukuran set (hipertrofi) dengan mendorong sintesis protein, komponen struktural utama pada set.
Hormon pertumbuhan merangsang hampir semua aspek sintesis protein sementara secara bersamaan juga menghambat penguraian protein. Hon-non pertumbuhan meningkatkan penyerapan asam amino (bahan mentah untuk sintesis protein) oleh set dan dalam prosesnya mengurangi kadar asam amino dalam darah. Selain itu, hormon ini merangsang perangkat set yang bertanggung jawab menyelesaikan sintesis protein sesuai dengan kode genetik set.
Efek Mendorong Pertumbuhan Tulang Pertumbuhan tulang panjang yang mer.yebabkan penambahan tinggi tubuh adalah efek paling dramatis dari hormon pertumbuhan. Tulang adalah jaringan hidup. Karena merupakan suatu bentuk jaringan ikat, tulang terdiri dari set dan matriks organik ekstrasel yang dihasilkan oleh set. Sel-sel tulang yang menghasilkan matriks organik dikenal sebagai osteoblas ("pembentuk tulang). Matriks organik terdiri dari serat-serat kolagen dalam gel semipadat yang kaya mukopolisakarida yang disebut juga sebagai bahan dasar (ground substance). Matriks ini memiliki konsistensi seperti karet dan menentukan daya rentang tulang (ketahanan tulang terhadap kerusakan ketika mendapat tekanan). Tulang menjadi keras karena pengendapan kristal-kristal kalsium fosfat di dalam matriks. Kristal anorganik ini memberikan kekuatan kompresi (kemampuan tulang untuk mempertahankan bentuknya ketika ditekan atau terjepit) pada tulang. Jika hanya terdiri dari kristal anorganik, tulang akan rapuh seperti kapur tulis. 'lltlang memiliki kekuatan struktural yang mendekati beton bertulang, namun tulang tidak rapuh dan jauh lebih ringan akibat pencampuran struktural matriks organik yang diperkuat oleh kristal anorganik. Tulang  rawan (kartilago) serupa dengan tulang, kecuali bahwa tulang rawan yang hidup tersebut tidak mengalami kalsifikasi. ' Sebuah tulang panjang pada dasarnya terdiri dari batang silindris yang relatif uniform, yaitu diafisis, dan epifisis, yaitu benjolan persendian di kedua ujungnya. Pada tulang yang sedang tumbuh, diafisis dipisahkan dari epifisis di kedua ujungnya oleh sebuah lapisan tulang rawan yang dikenal sebagai lempeng epifisis. Rongga sentral tulang terisi oleh sumsum tulang, yang merupakan tempat produksi sel-sel darah.
Pertumbuhan ketebalan tulang dicapai oleh penambahan tulang baru di atas tulang yang sudah ada di permukaan luarnya. Pertumbuhan ini terjadi melalui aktivitas osteoblas di dalam periosteum, suatu pembungkus jaringan ikat yang menutupi permukaan luar tulang. Sewaktu tulang baru diendapkan oleh osteoblas di permukaan eksternal, sel-sel lain di dalam tulang, osteoklas ("penghancur tulang"), melarutkan jaringan tulang di permukaan dalam yang berdekatan dengan rongga sumsum. Dengan cara ini, rongga sumsum membesar mengimbangi peningkatan lingkaran batang tulang.
Pertumbuhan panjang tulang-tulang panjang dilakukan oleh mekanisme yang berbeda dengan pertumbuhan ketebalan. Tulang bertambah panjang sebagai akibat proliferasi sel tulang rawan di lempeng epifisis (Gbr. 18-19b). Selama pertumbuhan, dihasilkan sel-sel tulang rawan (kondrosit) baru melalui pembelahan sel di batas luar lempeng yang berdekatan dengan epifisis. Saat kondrosit baru sedang dibentuk di batas epifisis, sel-sel tulang rawan lama ke arah batas diafisis membesar. Kombinasi proliferasi sel tulang rawan baru dan hipertrofi kondrosit matang menyebabkan lempeng epifisis mengalami peningkatan ketebalan (lebar) tulang untuk sementara. Penebalan lempeng tulang rawan ini menyebabkan epifisis terdorong menjauhi diafisis. Matriks yang mengelilingi kartilago tua yang hipertrofi dengan segera mengalami kalfisikasi. Karena tulang rawan tidak memiliki jaringan kapiler sendiri, kelangsungan hidup selsel tulang rawan bergantung pada difusi nutrien dan OZ melalui ground substance, suatu proses yang dihambat oleh adanya endapan garam-garam kalsium. Akibatnya, sel-sel tulang rawan tua yang terletak di batas diafisis mengalami kekurangan nutrien dan mati. Dengan osteoklas membersihkan kondrosit yang mati dan matriks terkalsifikasi yang mengelilinginya, daerah ini kemudian diinvasi oleh osteoblas-osteoblas yang berkerumun ke atas dari diafisis, sambil menarik jaringan kapiler bersama mereka. Penghuni baru ini meletakkan tulang di sekitar bekas sisa-sisa tulang rawan yang terpisah-pisah sampai bagian dalam tulang rawan di sisi diafisis lempeng seluruhnya diganti oleh tulang. Apabila proses osifikasi (pembentukan tulang) ini selesai, tulang di sisi diafisis telah bertambah panjangnya, dan lempeng epifisis telah kembali ke ketebalannya semula. Tulang rawan yang diganti oleh tulang di ujung diafisis lempeng memiliki ketebalan yang setara dengan pertumbuhan tulang rawan baru di ujung epifisis lempeng. Dengan demikian, pertumbuhan tulang dimungkinkan oleh pertumbuhan dan kematian tulang rawan, yang bekerja seperti suatu "pengatur jarak" (di mesin tik) untuk mendorong epifisis menjauh sementara menyediakan kerangka untuk pembentukan tulang di ujung diafisis.
Ketika matriks ekstrasel yang dihasillcan oleh osteoblas mengalami kalsifikasi, osteoblas, seperti kondrosit pendahulunya, terkubur oleh matriks yang mengendap yang terperangkap di dalam matriks terkalsifikasi tidak mati karena sel-sel tersebut mendapat pasokan nutrien dari saluran-saluran kecil yang dibentuk oleh osteoblas itu sendiri dengan menjulurkan tonjolan-tonjolan sitoplasma menembus matriks tulang. Dengan demikian, pada produk tulang akhir, terbentuk jaringan saluran yang memancar dari setiap osteoblas yang terperangkap yang berfungsi sebagai sistem penyalur untuk penyampaian nutrien dan pengeluaran zat sisa. Osteoblas yang terperangkap, yang sekarang disebut osteosit, berhenti melaksanakan tugas membentuk tulang karena "dipenjara" dan tidak lagi dapat meletakkan tulang baru. Namun, selsel ini ikut serta dalam pertukaran kalsium antara tulang dan darah yang diatur oleh hormon. Pertukaran ini berada di bawah kontrol hormon paratiroid (akan dibahas di bab berikutnya), bukan hormon pertumbuhan.
Hormon pertumbuhan meningkatkan pertumbuhan tulang baik tebal maupun panjangnya. Hormon ini merangsang proliferasi tulang rawan epifisis, sehingga menyediakan lebih banyak ruang untuk membentuk tulang serta juga merangsang aktivitas osteoblas. Hormon pertumbuhan dapat meningkatkan pemanjangan tulang panjang selama lempeng epifisis tetap berupa tulang rawan atau "terbuka". Pada akhir masa remaja, di bawah pengaruh hormon-hormon seks, lempeng ini mengalami penulangan sempurna atau "tertutup", sehingga tulang tidak lagi dapat bertambah panjang walaupun terdapat hormon pertumbuhan. Dengan demikian, setelah lempeng tertutup, individu tidak dapat lagi bertambah tinggi.

Hormon pertumbuhan menimbulkan efeknya mendorong pertumbuhan secara tidak langsung dengan merangsang somatomedin.
Efek mendorong pertumbuhan hormon pertumbuhan (peningkatan pembelahan sel, peningkatan sintesis protein, dan pertumbuhan tulang) tidak dilakukan secara langsung oleh pengaruhnya pada sel sasaran. Efek-efek ini ditimbulkan secara tidak langsung oleh mediator peptida yang dikenal sebagai somatomedin, yang sintesisnya dinduksi oleh hormon pertumbuhan. Peptidapeptida ini juga dikenal sebagai insulin-like growth factors (IGF; faktor-pertumbuhan mirip-insulin) karena secara struktural dan fungsional mirip dengan insulin. Sampai saat ini berhasil diidentifikasi dua somatomedin-IGF I dan IGF II.
Tempat utama pembentukan somatomedin adalah hati, yang mengeluarkan peptida-peptida ini ke dalam darah. Namun, pembentukan somatomedin juga telah dibuktikan dapat berlangsung di berbagai jaringan lain. Diperkirakan bahwa somatomedin yang diproduksi secara lokal di jaringan sasaran ini mungkin bekerja secara parakrin paling tidak bagi sebagian dari berbagai efek hormon pertumbuhan. Mekanisme ini mungkin dapat menjelaskan kenyataan bahwa selama beberapa tahun pertama kehidupan kadar hormon pertumbuhan dalam darah tidak lebih tinggi, dan bahkan kadar somatomedin dalam darah lebih rendah, dibandingkan dengan kadarnya pada masa dewasa, walaupun pada periode pascanatal pertumbuhan berlangsung sangat cepat. Selama periode ini, pembentukan somatomedin secara lokal di jaringan sasaran mungkin lebih penting daripada somatomedin dalam darah.

Sekresi hormon pertumbuhan diatur oleh dua hormon hipofisiotropik.
Dua hormor. pengatur antagonistik dari hipotalamus terlibat dalam kontrol sekt-esi hormon pertumbuhan: growth hormone-releasing hormone (GHRH), yang bersifat stimulatorik, dan growth hormone-inhibiting hormone (GHIH), yang inhibitorik. (Perhatikan perbedaan antara somatotropin, alias hormon pertumbuhan; somatomedin, hormon hati yang secara langsung memperantarai efek hormon pertumbuhan; dan somatostatin, yang menghambat sekresi hormon pertumbuhan.) Setiap faktor yang meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan secara teoritis dapat melakukannya dengan merangsang pengeluaran GHRH atau menghambat pengeluaran GHIH. Tidak diketahui yang mana dari jalur-jalur ini yang digunakan untuk setiap kasus spesifik.
Seperti sumbu hipotalamus-hipofisis anterior lainnya, pengaturan sekresi hormon pertumbuhan melibatkar. lengkung umpan-balik negatif. Hormon pertumbuhan dan somatomedin menghambat sekresi hornon-hormon pertumbuhan oleh hipofisis anterior, mungkin dengan merangsang pengeluaran GHIH. Somatomedin juga mungkin memiliki efek langsung pada hipofisis anterior untuk menghambat pengaruh . GHRH pada pengeluaran hormon pertumbuhan.
Terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi sekresi horman pertumbuhan yang berinteraksi atau mengalahkan sistem kontrol umpan-balik negatif dasar tersebut. Sekresi ltormon pertumbuhan memperlihatkan irama diurnal yang jelas. Selama siang hari, kadar hormon pertumbuhan cenderung rendah dan relatif konstan. Namun, sekitar satu jam setelah tidur lelap sekresi hormon pertumbunan sangat meningkat sampai lima kali lipat dibandingkan kadarn,ya pada siang hari, dan kemudian cepat menurun dalam beberapa jam kemudian.
Pada irama diurnal sekresi hormon pertumbuhan ini terdapat letupan-letupan sekresi yang timbul sebagai respons terhadap olahraga, stres, dan hipoglikemia i,penurunan glukosa darah), stimulus utama untuk meningkatkan sekresi. Keuntungan peningkatan sekresi hormon pertumbuhan selama situasi-situasi pada saat kebutuhan energi melampaui cadangan glukosa tubuh ini mungkin merupakan konservasi glukosa untuk otak dan penggunaan asam lemak sebagai sumber energi alternatif untuk otot.
Karena hormon perturnbuhan meningkatkan penggunaan simpanan lemak dan mendorong sintesis protein tubuh, hormon ini mendorong perubahan komposisi tubuh menjauhi penyimpanan lemak menu,ju ke peningkatan protein otot. Dengan demikian, peningkatan sekresi hormon pertumbuhan yang menyertai olahraga muragkin berperan memperantarai efek olahraga dalam menurunkan persentase lemak tubuh sementara meningkatkan massa tubuh nonlemak.
Asam amino darah yang berlimpah, misalnya setelah makan makanan berprotein tinggi, iuga meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan, yang pada gilirannya mendorong penggunaan asam-asam amino ini untuk sintesis protein. Pengeluaran hormon pertumbuhan juga dirangsang oleh penurunan kadar asam lemak dalam darah. Karena lrormon pertumbuhan bekerja memobilisasi lemak, pengaturan tersebut ikut berperan untuk mempertahankan kadar asam lemak darah yang relatif konstan.

Sekresi hormon pertumbuhan yang abnormal menyebabkan gangguan pola pertumbuhan.
Defisiensi atau kelebihan hormon pertumbuhan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Efek pada pola pertumbuhan jauh lebih menonjol daripada konsekuensikonsekuensi metabolik.
Defisfensi Hormon Pertumbuhan Defisiensi hormon pertumbuhan dapat disebabkan oleh defek hipofisis (tidak adanya hormon pertumbuhan) atau sekunder dari disfungsi hipotalamus (tidak adanya GHRH). Hiposekresi hormon pertumbuhan pada anak-anak menimbulkan cebol (dwarfism). Gambaran utamanya adalah tubuh yang pendek akibat retardasi pertumbuhan tulang. Karakteristik yang lebih samar adalah gangguan pertumbuhan otot (penurunan sintesis protein otot) dan kelebihan lemak subkutis (penurunan mobilisasi lemak).
Selain itu, pertumbuhan mungkin terhalang karena jaringan tidak berespons secara normal terhadap hormon pertumbuhan. Cebol Laron (Laron dwarfism) adalah salah satu contoh keadaan ini. Gejala-gejalanya mirip dengan defisiensi hormon pertumbuhan yang parah walaupun kadar hormon pertumbuhan dalam darah sebenarnya tinggi. Pada beberapa keadaan, kadar hormon pertumbuhan adekuat dan ketanggapan sel sasaran normal, tetapi terjadi defisiensi somatomedin. Orang-orang pigmi di AErika adalah contoh yang menarik. Tubuh mereka yang pendek disebabkan oleh defisiensi genetik somatomedin-somatomedin yang paling kuat.
Defisiensi hormon pertumbuhan yang muncul pada masa dewasa setelah pertumbuhan selesai hanya menimbulkan sedikit gejala. Orang dewasa yang mengalami defisiensi hormon pertumbuhan cenderung mengalami penurunan kekuatan otot (protein otot berkurang) serta penurunan kepadatan tulang (penurunan aktivitas osteoblas selama remodeling tulang yang berlangsung terus menerus). (Lihat fitur penyerta dalam kotak, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi.)
Kelebihan Hormon Pertumbuhan Hipersekresi hormon pertumbuhan paling sering disebabkan oleh tumor sel-sel penghasil hormon pertumbuhan di hipofisis anterior. Gejala-gejala yang timbul bergantung pada usia individu saat sekresi abnormal tersebut dimulai. Apabila produksi berlebihan hormon pertumbuhan berawal pada masa kanak-kanak sebelum lempeng epifisis menutup, manifestasi utama gangguan adalah pertambahan tinggi yang mencolok tanpa gangguan proporsi tubuh. Keadaan ini dikenal sebagai gigantisme. Apabila tidak diobati dengan mer.gangkat tumor atau dengan memberi obat yang menghambat efek hormon pertumbuhan, individu yang bersangkutan dapat mencapai tinggi lebih dari dua meter. Semua jaringan lunak ikut tumbuh, sehingga proporsi tubuh masih normal.

Hormon-hormon lain selain hormon periumbuhan juga penting untuk pertumbuhan yang normal.
Beberapa bon-non lain di luar hormon pertumbuhan juga berperan menurut caranya yang khusus bagi pertumbuhan keseluruhan.
- Hormon tiroid esensial untuk pertumbuhan tetapi ia sendiri tidak secara langsung bertanggung jawab menimbulkan efek hormon pertumbuhan. Hormon ini berperan permisif dalam mendorong pertumbuhan tulang; efek hormon pertumbuhan akan maksimum hanya apabila terdapat hormon tiroid dalam jumlah adekuat. Akibatnya, pada anak hipotiroid pertumbuhan akan sangat terganggu, tetapi hipersekresi hormon tiroid tidak menyebabkan pertumbuhan berlebihan.
- Insulin diperkirakan merupakan suatu faktor pendorong pertumbuhan yang penting, seperti dibuktikan oleh korelasi antara kadar insulin dan pertumbuhan. Kegagalan pertumbuhan sering menyertai defisiensi insulin, dan hiperinsulinisme sering berkaitan dengan pertumbuhan berlebihan. Karena insulin meningkatkan sintesis protein, pengaruh hormon ini dalam mendorong pertumbtiltan tidaklah mengejutkan. Namun, efek insulin mendorong pertumbuhan juga mungkin timbul dari mekanisme lain selain efek langsungnya pada sintesis protein. Insulin secara struktural mirip dengan somatomedin, dan mungkin berinteraksi dengan reseptor somatomedin (IGF I), yang sangat mirip dengan reseptor insulin.
- Androgen, yang diperkirakan berperan penting dalam lonjakan pertumbuhan pubertas, merupakan stimulan kuat bagi sintesis protein di banyak organ. Androgen merangsang pertumbuhan linear, meningkatkan berat badan, dan meningkatkan massa otot. Androgen paling kuat, testosteron testis, bertanggung jawab membentuk massa otot yang lebih berat pada pria dibandingkan wanita. Efek androgen dalam mendorong pertumbuhan ini bergantung pada keberadaan hormon pertumbuhan. Androgen sebenarnya hampir sama sekali tidak memiliki pengaruh pada pertumbuhan tubuh apabila tidak terdapat hormon pertumbuhan, tetapi dengan keberadaan hormon tersebut, keduanya secara sinergistis meningkatkan pertumbuhan linear. Walaupun merangsang pertumbuhan, hormon-hormon androgen akhirnya menghentikan pertumbuhan lebih lanjut dengan mendorong penutupan lempeng epifisis.
- Estrogen, seperti androgen, pada akhirnya menghentikan pertumbuhan linear dengan merangsang pentbahan lempeng epifisis menjadi tulang. Namun, efek hormon golongan estrogen pada pertumbuhan sebelum pematangan tulang belum sepenuhnya dipahami. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa estrogen dosis tinggi bahkan dapat menghambat pertumbuhan tubuh lebih lanjut.
Beberapa faktor ikut berperan menentukan perbedaan tinggi rata-rata antara pria dan vvanita. Pertama, karena pubertas pada anak perempuan berlangsung dua tahun lebih awal dibandingkan dengan pada anak laki-laki, secara rata-rata anak laki-laki memiliki masa pertumbuhan prapubertas dua tahun lebih lama daripada anak perempuan. Akibatnya, anak laki-laki biasanya beberapa sentimeter lebih tinggi daripada anak perempuan pada permulaan lonjakan pertumbuhan masing-masing. Kedua, anak laki-laki lebih mengalami lonjakan pertumbuhan yang diinduksi oleh androgen dibandingkan dengan anak perempuan sebelum steroid-steroid gonad mereka menutup lempeng epifisis tulang panjang, sehingga tidak ada lagi penambahan tinggi; hal ini menyebabkan tinggi pria rata-rata melebihi tinggi daripada wanita. Ketiga, bukti-bukti terakhir mengisyaratkan bahwa androgen "mencap" otak pria selama perkembangan, sehingga muncul pola sekresi hormon pertumbuhan yang "maskulin" yang ditandai oleh puncakpuncak siklus yang lebih tinggi, yang diperkirakan berperan menyebabkan pria lebih tinggi. Selain hormon-hormon di atas yang mempengaruhi pertumbuhan tubuh, telah diidentifikasi sejumlah faktor pertumbuhan peptida yang belum sepenuhnya dipahami yang merangsang aktivitas mitosis jaringan tertentu (misalnya, faktor pertumbuhan epidermis).

Fans Page