Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu prioritas utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Propenas serta strategi Making Pregnancy Safer (MPS) atau kehamilan yang aman sebagai kelanjutan dari program Safe Motherhood dengan tujuan untuk mempercepat penurunan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir (MDG’s, 2010), dalam pernyataan yang diterbitkan di situs resmi WHO dijelaskan bahwa untuk mencapai target Millennium Development Goal’s, penurunan angka kematian ibu dari tahun 1990 sampai dengan 2015 haruslah mencapai 5,5 persen pertahun (antaranews, 2007).
Perdarahan bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu, salah satu penyebab kematian ibu sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas yang terjadi karena retensio plasenta, sehingga perlu dilakukan upaya penanganan yang baik dan benar yang dapat diwujudkan dengan upaya peningkatan ketrampilan tenaga kesehatan khususnya dalam pertolongan persalinan, peningkatan manajemen Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Dasar dan Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Komprehensif, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan yang merupakan prioritas dalam pembangunan sektor kesehatan guna pencapaian target MDG’s tersebut.
Rentensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Berdasarkan data kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan di Indonesia adalah sebesar 43%. Menurut WHO dilaporkan bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio plasenta dan insidennya adalah 0,8-1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan dengan resiko-resiko lain dari ibu bersalin, perdarahan post partum dimana retensio plasenta salah satu penyebabnya dapat mengancam jiwa dimana ibu dengan perdarahan yang hebat akan cepat meninggal jika tidak mendapat perawatan medis yang tepat (PATH, 2002).
Data WHO menunjukkan sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran (WHO, 2010).
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN. Berdasarkan data WHO untuk tahun 2010 Rasio kematian ibu (MMR) selama kehamilan dan melahirkan atau dalam 42 hari setelah melahirkan, per 100.000 kelahiran hidup untuk negara Indonesia sebesar berkisar antara 140-380/100.000 kelahiran hidup sedangkan untuk sesama negara ASEAN seperti Thailand berkisar antara 32-36/100.000 Kelahiran Hidup dan Malaysia 14-68/100.000 kelahiran hidup. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI di Indonesia untuk periode lima tahun sebelum survei (2003-2007) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2009).
Angka kematian ibu di Propinsi Lampung berdasarkan Profil Kesehatan Lampung Tahun 2009 adalah sebesar 103 kasus (Dinkes Lampung, 2009), dan untuk AKI di Metro pada tahun 2009 mencapai 167 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Metro, 2009). Kejadian retensio plasenta di RSU A. Yani Metro untuk tahun 2009 tercatat sebanyak 79 kasus atau 11,93% dari 662 persalinan dan untuk tahun 2010 meningkat menjadi 93 kasus atau 15,89% dari 585 persalinan (RSU. A. Yani Metro, 2010), dimana angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan angka kejadian di RS Demang Sepulau Raya untuk tahun 2010 sebesar 10,68% dari 571 Persalinan (RS. DSR, 2010).
Retensio plasenta disebabkan oleh berbagai faktor yaitu faktor maternal seperti paritas dan faktor perlukaan uterus yaitu riwayat retensio plasenta terdahulu serta riwayat endometritis (Oxorn, 2010). Kejadian retensio plasenta juga berkaitan dengan grandemultipara dengan implantansi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive, akreta, inkreta dan perkreta serta memerlukan tindakan plasenta manual segera bila terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang (Manuaba, 2008). Kejadian retensio plasenta ini juga dapat berkaitan dengan usia ibu yang tidak dalam usia reproduksi yang sehat dimana wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan (Prawirohardjo, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Owolabi, dkk. (2008) di Barat Daya Nigeria bahwa terdapat hubungan antara usia dengan retensio plasenta dengan usia ibu 35 tahun atau lebih dengan dengan OR: 7,11, riwayat retensio plasenta sebelumnya dengan OR: 15,22, multiparitas besar dengan OR: 6,63, dan penelitian Dare FO, Oboro VO. (2003) di Obafemi Awolowo University Teaching Hospitals Complex, Ile-Ife, Nigeria dengan hasil bahwa faktor terkait dengan plasenta akreta yaitu usia ibu minimal 35 tahun dan graviditas.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan di BPS Sudilah Ganjar Agung masih ditemukan cukup tingginya kasus ibu bersalin dengan retensio plasenta yaitu pada tahun 2009 sebesar 32 kasus (10,28%) dari 311 persalinan, tahun 2010 sebesar 34 kasus (11,07%) dari 307 persalinan, dan untuk tahun 2011 sampai dengan bulan Desember sudah terdapat 59 kasus (20,55%) dari 287 persalinan dan dari 59 kasus tersebut, 10 ibu dirujuk ke dokter spesialis dan rumah sakit. Kejadian retensio plasenta di BPS Sudilah ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan BPS Siti Marhamah untuk tahun 2009 terapat 10,52% dari 76 persalinan, tahun 2010 sebesar 10,66% dari 75 persalinan dan tahun 2011 sampai dengan bulan Desember terdapat 6 kasus (12%) dari 50 persalinan
HASILPENELITIAN
- Proporsi kejadian retensio plasenta di BPS Sudilah pada tahun 2011 adalah sebanyak 37 responden (22,16%), dengan usia yang beresiko tinggi sebanyak 23 responden (13,77%), paritas beresiko tinggi (1 atau > 3) sebanyak 58 responden (34,73%) dan dengan riwayat retensio pada persalinan sebelumnya sebanyak 23 responden (13,77%).
- Terdapat hubungan antara usia dengan kejadian retensio plasenta di BPS Sudilah tahun 2011 dengan nilai p = 0,003 < = 0,05 dan OR : 4,160.
- Terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian retensio plasenta di BPS Sudilah tahun 2011 dengan nilai p = 0,043 < = 0,05 dan nilai OR: 2,291.
- Terdapat hubungan antara riwayat retensio plasenta sebelumnya dengan kejadian retensio plasenta di BPS Sudilah tahun 2011 dengan nilai p = 0,000 > = 0,05 dan nilai OR: 6,500.
Anda tertarik Untuk melakukan penelitian yang sama dengan penelitian di atas
ANDA DAPAT MEMILIKI KESELURUHAN ISI KTI : PESAN SEKARANG JUGA