Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan saikt dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan (Notatmodjo, 2007)
Berdasarkan teori Lewrence Green dalam Notoatmodjo menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi atau dilatar belakangi oleh 3 faktor pokok yaitu faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors) diantaranya adalah pengetahuan, faktor-faktor yang mendukung (enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat/mendorong (reinforcing factors). Berdasarkan teori tersebut maka akan dijabarkan beberapa faktor yang berhubungan dengan kunjungan balita ke posyandu meliputi faktor usia, pendidikan dan dukungan keluarga sebagai berikut:
1. Umur balita
a. Pengertian umur
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung. Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Notoatmodjo (2007: 20) menjelaskan bahwa umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian didalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dan melihat pola kesakitan atau kematian menurut golongan umur. Persoalan yang dihadapi adalah apakah umur yang dilaporkan tepat, apakah panjangnya interval didalam pengelompokan cukup untuk tidak menyembunyikan peranan umur pada pola kesakitan atau kematian dan apakah pengelompokan umur dapat dibandingkan dengan pengelompokan umur pada penelitian orang lain.
b. Hubungan Umur balita dengan kunjungan ke Posyandu
Menurut Poerdji dalam (2002) menyatakan bahwa umur 12 hingga 35 bulan merupakan umur yang paling berpengaruh terhadap kunjungan karena pada umur ini merupakan pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Hal lain yang menyebabkan ibu balita tidak lagi hadir di posyandu khususnya balita diatas usia 36 bulan, karena ibu balita merasa bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap dan perkembangan sosial anak semakin bertambah.
Berdasarkan penelitian Balitbang Depkes RI (2002) dengan analisis menggunakan data sekunder Survei Sosial Ekonomi Nasional 2001, dengan jumlah sampel 27021 balita berusia 0 hingga 59 bulan dengan hasil analisis menunjukkan secara bivariate dan multivariate bahwa faktor umur balita berhubungan dengan kunjungan baoita ke posyandu. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kunjungan balita ke posyandu adalah faktor umur, umur 12 hingga 35 bulan merupakan umur yang paling berpengaruh terhadap kunjungan.
2. Pendidikan
a. Pengertian Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), ”Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik”. Teori pendidikan mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha untuk meningkatkan kepribadian, sehingga proses perubahan perilaku menuju kepada kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia (Notoatmodjo, 2002). Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (http://id.wikipedia.org/). Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan (http://pakguruonline. pendidikan.net/).
Menurut Undang-undang RI tahun 2003 nomor 20 pasal 14 menyebutkan bahwa jenjang pendidikan terbagi atas tiga tingkatan yaitu: pendidikan dasar sembilan tahun yang terdiri dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama, pendidikan menengah yaitu sekolah lanjutan tingkat atas dan pendidikan tinggi yaitu diploma dan pendidikan strata satu keatas.Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi pula tingkat kecakapan emosionalnya, serta semakin berkembang kedewasaan. Di sini jelas bahwa faktor pendidikan besar pengaruhnya terhadap perkembangan emosional dan intilektual dalam bersosisalisasi dengan lingkungan.
Menurut UU Nomor 20 tahun 2004, jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
1) Pendidikan dasar 9 tahun, terdiri dari:
a) Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
b) SMP/MTs
2) Pendidikan Menengah, terdiri dari:
a) SMA dan MA
b) SMK dan MAK
3) Pendidikan Tinggi, terdiri dari:
a) Akademi
b) Institut
c) Sekolah tinggi
d) Universitas
b. Hubungan Pendidikan dan kunjungan ke posyandu
Menurut Suharjo dalam Hidayati (2008) rendahnya tingkat pendidikan erat kaitannya dengan perilaku ibu dalam memanfaatkan sarana kesehatan (Posyandu). Tingkat pendidikan ibu yang rendah mempengaruhi penerimaan informasi sehingga pengetahuan tentang Posyandu terbatas. Tingkat pendidikan ibu yang rendah merupakan penghambat dalam pembangunan kesehatan, hal ini disebabkan oleh sikap dan perilaku yang mendorong kesehatan masih rendah. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, mortalitas dan morbiditas akan semakin menurun. Sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka kesadaran untuk berkunjung ke Posyandu semakin aktif. Tingkat pendidikan juga berkaitan dengan pengetahuan yang juga merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku ibu balita membawa balitanya ke Posyandu. Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang akan membentuk suatu sikap dan menimbulkan suatu perilaku dalam kehidupan sehari- hari. Tingginya tingkat pengetahuan tentang Posyandu yang dimiliki oleh kader kesehatan dapat membentuk sikap positif terhadap program Posyandu khususnya perilaku ibu balita membawa balitanya yang dianggap masih buruk. Tanpa adanya pengetahuan maka para ibu balita sulit dalam melakukan kunjungan ke Posyandu (Notoatmodjo, 2007).
3. Dukungan keluarga
a. Pengertian dukungan keluarga
Dukungan keluarga menurut Satiadarma dalam Ambari (2010) merupakan bantuan/sokongan yang diterima salah satu anggota keluarga dari anggota keluarga lainnya dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi yang terdapat di dalam sebuah keluarga. Pendapat diatas diperkuat oleh pernyataan dari Commission on the Family) bahwa dukungan keluarga dapat memperkuat setiap individu, menciptakan kekuatan keluarga, memperbesar penghargaan terhadap diri sendiri, mempunyai potensi sebagai strategi pencegahan yang utama bagi seluruh keluarga dalam upaya menjaga kesehatan keluarganya (Ambari, 2010).
b. Hubungan dukungan keluarga dengan kunjungan ke Posyandu
Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu keluarga (Nortoatmodjo, 2007). Dukungan keluarga sangat berperan dalam memelihara dan mempertahankan status gizi balita yang optimal. Keluarga merupakan sistem dasar dimana perilaku sehat dan perawatan kesehatan diatur, dilaksanakan, dan diamankan, keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan secara bersama-sama merawat anggota keluarga. Keluarga mempunyai tanggung jawab utama untuk memulai dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh para professional perawatan kesehatan (Azzahry, 2011).
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Ada pertanyaan ataupun komentar ....!