Ads 468x60px

11 Desember, 2011

Teori tentang Kecemasan


Pengertian
Atkinson dkk. (1991) mendefinisikan kecemasan sebagai emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan rasa khawatir, keprihatinan dan rasa takut yang kadang-kadang dalam, dan dalam tingkat yang berbeda. Frued (dalam Atkinson dkk. 1991) mengatakan kecemasan sebagai suatu keadaan tegang. Sedangkan menurut Wolman dan Stricker (1994) kecemasan adalah keadaan yang tidak menyenangkan dan  menegangkan akan bencana yang tidak diharapkan

Harriman (1995) memberikan pengertian bahwa kecemasan adalah ketakutan  yang dirasakan karena ancaman berbahaya. Calhoum dan Acocella (1995) dan Kartono  (1997) menyebutkan bahwa kecemasan adalah ketakutan yang tidak nyata, suatu  perasaan terancam sebagai tanggapan terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak  mengancam.

Steman (1994) mengatakan kecemasan sebagai suatu tanda dari adanya hal-hal  yang mengganggu ego. Menurut Sullivan (dalam Hall dan Lindzey 1994), kecemasan sebagai ketegangan akibat ancaman nyata dari luar yang membayangi keadaan seseorang.

Caplin (1997) mengatakan kecemasan dalam berbagai arti, yang pertama adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Kedua, rasa takut atau  kekhawatiran kronis pada tingkat yang ringan. Ketiga, kekhawatiran atau ketakutan yang  kuat dan meluap. Keempat, adalah dorongan sekunder mencakup suatu reaksi penghindaran yang dipelajari.

Menurut Hawari (2001) pada individu yang cemas, gejalanya didominasi oleh  keluhan psikis (ketakutan dan kekhawatiran), tetapi dapat pula disertai keluhan somatis (fisik). Adapun gejala pada individu yang mengalami kecemasan adalah cemas, khawatir, bimbang, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri dan mudah tersinggung; merasa tegang, tidak tenang, gelisah, gerakan sering serba salah dan mudah terkejut; takut sendirian, takut keramaian dan banyak orang; gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan; gangguan konsentrasi dan daya ingat; keluhan somatik seperti rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdengung (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, sakit kepala dan lain sebagainya.
Secara klinis, gejala cemas yang biasa disertai dengan kecemasan yang  menyeluruh dan menetap (paling sedikit berlangsung selama 1 bulan) dapat dikategorikan sebagai respon psikologis, dan respon psikos. Respon psikologis terdiri dari ketegangan motorik/alat gerak (gemetar, tegang, nyeri oto, letih, tidak dapat santai, kelopak mata bergetar, kening berkerut, muka tegang, gelisah, tidak dapat diam, dan muka kaget), hiperaktivitas saraf otonom (simpatis/parasimatetis, yang terdiri dari berkeringat berlebihan, jantung berdebar-debar, telapak tangan/kaki basah, muka kering, pusing, kepala terasa ringan, kesemutan, rasa mual, rasa aliran panas/dingin, sering buang air seni, diare, rasa tidak enak di hulu hati, kerongkongan tersumbat, muka merah atau pucat, dan denyut nadi dan nafas cepat.

Respon psikis merupakan rasa khawatir berlebihan tentang hal-hal yang akan  datang, dan kewaspadaan berlebihan. Rasa khawatir berlebihan bisa dalam bentuk cemas, khawatir, takut, bimbang, membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya atau orang lain, berfirasat buruk. Kewaspadaan berlebihan bisa dalam bentuk mengalami lingkungan secara berlebihan sehingga mengakibatkan perhatian mudah teralih, sukar berkonsentrasi, gerakan serba salah, sukar tidur, merasa grogi, mudah tersinggung, dan tidak sabar.
Menurut Ramaiah (2003), gejala kecemasan paling lazim adalah kejengkelan umum (seperti rasa gugup, jengkel, tegang dan rasa panik), sakit kepala (seperti ketegangan otot khususnya kepala, di daerah lengkuk dan di tulang punggung, menyebabkan sakit kepala atau rasa tidak enak (denyut kesakitan), gemetaran pada sekujur tubuh, khusunya lengan dan tangan, aktivitas sistem motorik. Menurut Blakburn dan Davidson (1990), ada beberapa gejala kecemasan, di antaranya adalah suasana hati, pikiran, motivasi, perilaku gelisah, reaksi biologis, ketakutan, ketegangan, dan  kekhawatiran. Menurut Sue dkk. (dalam Haber dan Runyon, 1984) ada empat cara untuk mengetahui ada tidaknya kecemasan, yaitu secara koginitif, motorik, somatik, dan afeksi.

Secara kognitif, kecemasan dimanifestasikan ke dalam pikiran individu. Gejala yang tampak dalam diri individu menjadi cemas, sulit untuk berkonsentrasi, sulit untuk tidur, sulit untuk membuat keputusan, dan terlalu terpaku pada bahaya yang tidak jelas asalnya. Secara motorik, kecemasan dimanifesatikan ke dalam perilaku motorik seperti gerakan tidak beraturan, gerakan yang tidak terarah, yang bermula pada gemetaran secara halus kemudian meningkat intensitasnya. Secara somatic, kecemasan dimanifestasikan ke dalam reaksi fisik dan biologis. Perubahan somatik dapat dilihat dari pernafasan tidak teratur, dahi berkerut, muka pucat, berdebar-debar, tangan dan kaki dingin, mulut kering, sesak nafas, gangguan pencernaan dan sebagainya. Secara afeksi kecemasan dimanifestasikan pada perasaan emosi individu seperti adanya bahaya yang mengancam dan menimpa dirinya sehingga individu merasa tidak nyaman dan sangat khawatir dan  gelisah yang berlebihan.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecemasan
Menurut Iskandar (1998), faktor yang memengaruhi kecemasan dibagi menjadi dua (2) yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dari kecemasan berangkat dari pandangan psikoanalisis yang berpendapat bahwa sumber dari kecemasan itu bersifat internal dan tidak disadari. Menurut Freud (dalam Atkinson 1993), kecemasan merupakan akibat dari konflik yang tidak disadari antara implus dengan kendala yang ditetapkan oleh ego dan superego. Menurut Atkinson (1993) kecemasan lebih ditimbulkan oleh faktor eksternal dari pada faktor intrenal. Seorang yang mengalami kecemasan merasa bahwa dirinya tidak dapat mengendalikan situasi kehidupan yang bermacam-macam sehingga perasaan cemas hampir selalu hadir.
Penyebab kecemasan menurut Hardjana (1994) adalah keluarga, lingkungan sosial, bertambah atau berkurangnya anggota keluarga, dan perubahan kebiasaan. Menurut Thomas (1994), terdapat faktor potensial yang dapat membuat individu secara potensial mengalami kecenderungan untuk cemas secara umum, yaitu pewaris genetik, trauma mental, pikiran, dan kurang efektifnya mekanisme penyesuaian diri. Di samping faktor predisposisi, terdapat pula faktor terendap yang dapat menimbulkan kecemasan pada individu (Freeman dan Tomasso, 1994). Faktor tersebut adalah masalah fisik, penyebab eksternal, dan kepekaan emosional.

Rentang Respon Kecemasan
1. Kecemasan ringan
Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
Respon fisiologis dari kecemasan ringan ditandai dengan : sesekali napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar. Respon kognitif ditandai dengan : lahan persepsi meluas, mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah, dan dapat menyelesaikan masalah secara efektif. Respon perilaku dan emosi ditandai dengan : tidak dapat duduk dengan tenang, tremor halus pada tangan, dan suara kadang-kadang meninggi.

2. Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatiannya pada hal yang menurutnya penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Respon fisiologis pada tingkat kecemasan sedang adalah sering napas pendek, nadi ekstra sistole, tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare atau kosntipasi dan gelisah. Respon kognitif ditandai dengan : lahan persepsi menyempit, rangsang luar tidak mampu diterima, dan hanya berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya. Respon perilaku dan emosi ditandai dengan gerakan tersentaksentak (meremas tangan), bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, perasaan tidak aman.

3. Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. Respon fisiologisnya adalah napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan. Respon kognitif ditandai dengan lapang persepsi sangat sempit, dan tidak mampu menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi : perasaan ancaman meningkat, vervalisasi cepat dan blockiing.

4. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan diorganisasi kepribadian, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Respon fisiologis pada tingkat ini adalah napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi dan motorik rendah. Respon kognitif ditandai dengan lahan persepsi sangat sempit dan tidak dapat berpikir logis. Respon perilaku dan emosi : agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, blocking, kehilangan kendali atau kontrol diri, dan persepsi kacau.


Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Ada pertanyaan ataupun komentar ....!

Fans Page