1. Pengertian Rupture Perineum
Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul yang terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta diafragma pelvis. Rupture perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat. Robekan perineum terjadi pada hampir semua primipara (Wiknjosastro, 2005: 665). Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Mochtar, 1998).
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari pada biasa sehinga kepala janin terpaksa lahir lebih kebelakang dari pada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari pada sirkumferensia suboksipito bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vagina. (Prawirohardjo, 2002).
2. Klasifikasi Ruptur Perineum
a. Ruptur Perineum Spontan
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.
b. Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)
Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan pada perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina (Prawirohardjo, 2002).
Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan :
a. Tingkat I
Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau mengenai kulit perineum sedikit.
b. Tingkat II
Robekan yang terjadi lebih dalam, yaitu selain mengenai selaput lendir vagina, juga mengenai musculus perinei tranversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani.
c. Tingkat III
Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot sfingter ani.
d. Tingkat IV
Robekan mengenai perineum sampai otot sfingter ani dan mukosa rektum (Prawirohardjo, 2002).
3. Tanda-tanda dan gejala rupture perineum
Tanda dan gejala robekan rupture menurut Mochtar (1998) adalah sebagai berikut :
a. Tanda-tanda Rupture
1) Darah segar yang mengalir setelah bayi lahir
2) Uterus tidak berkontraksi dengan baik
3) Plasenta tidak normal
b. Gejala yang sering terjadi adalah:
1) Pucat
2) Lemah
3) Pasien dalam keadaan menggigil.
4. Penyebab Rupture Perineum
Penyebab dari terjadinya robekan jalan lahir adalah:
a. Partus presipitatus
b. Kepala janin besar
c. Presentasi defleksi (dahi, muka).
d. Primipara
e. Letak sungsang.
f. Pimpinan persalinan yang salah.
g. Pada obstetric dan embriotomi: ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, dan embriotomi (Mochtar, 1998).
Menurut Oxorn (2010), faktor-faktor yang menyebabkan ruptur perineum terdiri atas :
a. Faktor maternal, mencangkup :
1) Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong (sebab paling sering)
2) Pasien tidak mampu berhenti mengejan.
3) Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan.
4) Edema dan kerapuhan pada perineum
5) Varikositas Vulva yang melemahkan jaringan-jaringan perineum.
6) Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala bayi ke arah posterior.
7) Perluasan episitomi.
8) Posisi Persalinan (Wikjosastro, 2007)
b. Faktor janin mencangkup :
1) Bayi yang besar
2) Posisi kepala yang abnormal, seperti presentasi muka
3) Kelahiran bokong
4) Ekstraksi forceps yang sukar
5) Dystocia bahu
6) Anomali kongenital, seperti hidrocephalus
Menurut Wiknjosastro (2007), terjadinya rupture perineum disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak kelahiran dan berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya, riwayat persalinan, ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi.
5. Risiko Robekan Jalan Lahir
Risiko yang ditimbulkan karena robekan jalan lahir adalah perdarahan yang dapat menjalar ke segmen bawah uterus (Mochtar, 1998). Risiko lain yang dapat terjadi karena robekan jalan lahir dan perdarahan yang hebat adalah ibu tidak berdaya, lemah, tekanan darah turun, anemia dan berat badan turun.
6. Tindakan pada Rupture Perineum
Tindakan yang dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah sebagai berikut:
a. Memasang kateter ke dalam kandung kencing untuk mencegah trauma terhadap uretra saat penjahitan robekan jalan lahir
b. Memperbaiki robekan jalan lahir.
c. Jika perdarahan tidak berhenti, tekan luka dengan kasa secara kuat kira-kira selama beberapa menit. Jika perdarahan masih berlangsung, tambahkan satu atau lebih jahitan untuk menghentikan perdarahan
d. Jika perdarahan sudah berhenti, dan ibu merasa nyaman dapat diberikan makanan dan minuman pada ibu.
7. Penanganan Robekan Jalan Lahir
Menurut Mochtar (1998), penanganan robekan jalan lahir adalah:
a. Untuk mencegah luka yang robek dan pinggir luka yang tidak rata dan kurang bersih pada beberapa keadaan dilakukan episotomi.
b. Bila dijumpai robekan perineum dilakukan penjahitan luka dengan baik lapis demi lapis, dengan memperhatikan jangan ada robekan yang terbuka ke arah vagina yang biasanya dapat dimasuki oleh bekuan darah yang akan menyebabkan luka lama sembuh.
c. Dengan memberikan antibiotik yang cukup.
Tujuan penjahitan robekan perineum adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu. Penjahitan dilakukan dengan cara jelujur menggunakan benang catgut kromik. Dengan memberikan anastesi lokal pada ibu saat penjahitan laserasi, dan mengulangi pemberian anestesi jika masih terasa sakit. Penjahitan dimulai satu cm dari puncak luka. Jahit sebelah dalam ke arah luar, dari atas hingga mencapai bawah laserasi. Pastikan jarak setiap jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit. Ikat benang dengan membuat simpul dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan 1,5 cm. melakukan pemeriksaan ulang pada vagina dan jari paling kecil ke dalam anus untuk mengetahui terabanya jahitan pada rectum karena bisa menyebabkan fistula dan bahkan infeksi (Depkes, 2004).
8. Pengobatan Robekan Jalan Lahir
Pengobatan yang dapat dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah dengan memberikan uterotonika setelah lahirnya plasenta, obat ini tidak boleh diberikan sebelum bayi lahir. Manfaat dari pemberian obat ini adalah untuk mengurangi terjadinya perdarahan pada kala III dan mempercepat lahirnya plasenta.
Perawatan luka perineum pada ibu setelah melahirkan berguna untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan, menjaga kebersihan, mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka. Perawatan perineum umumnya bersamaan dengan perawatan vulva. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
a. Mencegah kontaminasi dengan rectum
b. Menangani dengan lembut jaringan luka
c. Membersihkan darah yang menjadi sumber infeksi dan bau (Saifuddin, 2001).
9. Komplikasi
Risiko komplikasi yang mungkin terjadi jika rupture perineum tidak segera di atas, yaitu :
a. Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan menilai tonus otot (Depkes, 2006).
b. Fistula
Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan pada vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing luka, maka air kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan kandung kencing atau rectum yang lama antara kepala janin dan panggul, sehingga terjadi iskemia (Depkes, 2006).
c. Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah.
c. Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genetalia pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan meningkatnya suhu tubuh melebihi 380C, tanpa menghitung pireksia nifas. Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan, diisolasi, dan dilakukan inspeksi pada traktus gentitalis untuk mencari laserasi, robekan atau luka episiotomi (Liwellyn, 2001).
Robekan jalan lahir selalu menyebabkan perdarahan yang berasal dari perineum, vagina, serviks dan robekan uterus (rupture uteri). Penanganan yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah dengan melakukan evaluasi terhadap sumber dan jumlah perdarahan. Jenis robekan perineum adalah mulai dari tingkatan ringan sampai dengan robekan yang terjadi pada seluruh perineum yaitu mulai dari derajat satu sampai dengan derajat empat. Rupture perineum dapat diketahui dari tanda dan gejala yang muncul serta penyebab terjadinya. Dengan diketahuinya tanda dan gejala terjadinya rupture perineum, maka tindakan dan penanganan selanjutnya dapat dilakukan.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Ada pertanyaan ataupun komentar ....!