Ads 468x60px

11 Desember, 2011

Rupture Perineum


1. Pengertian Rupture Perineum
Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul yang terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia  urogenitalis serta  diafragma pelvis. Rupture perineum adalah robekan yang terjadi pada  saat bayi   lahir baik   secara spontan maupun  dengan menggunakan   alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat.   Robekan  perineum   terjadi pada hampir semua   primipara (Wiknjosastro,   2005: 665). Robekan dapat  terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang  berkontraksi baik biasanya  disebabkan  oleh robekan  serviks atau vagina  (Mochtar,  1998).
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari pada biasa sehinga kepala janin terpaksa lahir lebih kebelakang dari pada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari pada sirkumferensia suboksipito bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vagina. (Prawirohardjo, 2002).

2. Klasifikasi Ruptur Perineum
a. Ruptur Perineum Spontan
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.
b. Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)
Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan pada perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina (Prawirohardjo, 2002).

Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan : 
a. Tingkat I
Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau mengenai kulit perineum sedikit.
b. Tingkat II
Robekan yang terjadi lebih dalam, yaitu selain mengenai selaput lendir vagina, juga mengenai musculus perinei tranversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani.
c. Tingkat III
Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot sfingter ani.
d. Tingkat IV
Robekan mengenai perineum sampai otot sfingter ani dan mukosa rektum (Prawirohardjo, 2002).
3. Tanda-tanda dan gejala rupture perineum
Tanda dan gejala robekan  rupture menurut Mochtar (1998) adalah sebagai berikut :
a. Tanda-tanda Rupture
1) Darah segar  yang mengalir  setelah  bayi lahir 
2) Uterus  tidak berkontraksi dengan baik
3) Plasenta tidak normal
b. Gejala  yang sering terjadi adalah:
1) Pucat
2) Lemah
3) Pasien dalam keadaan menggigil.

4. Penyebab Rupture Perineum
Penyebab dari  terjadinya robekan jalan lahir adalah: 
a. Partus presipitatus
b. Kepala janin  besar
c. Presentasi defleksi  (dahi, muka).
d. Primipara
e. Letak sungsang.
f. Pimpinan persalinan yang salah.
g. Pada obstetric dan embriotomi: ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, dan embriotomi  (Mochtar, 1998).

Menurut Oxorn (2010), faktor-faktor yang menyebabkan ruptur perineum terdiri atas : 
a. Faktor maternal, mencangkup :
1) Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong (sebab paling sering)
2) Pasien tidak mampu berhenti mengejan.
3) Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan.
4) Edema dan kerapuhan pada perineum
5) Varikositas Vulva yang melemahkan jaringan-jaringan perineum.
6) Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala bayi ke arah posterior.
7) Perluasan episitomi. 
8) Posisi Persalinan (Wikjosastro, 2007)

b. Faktor janin mencangkup :
1) Bayi yang besar 
2) Posisi kepala yang abnormal, seperti presentasi muka
3) Kelahiran bokong
4) Ekstraksi forceps yang sukar
5) Dystocia bahu
6) Anomali kongenital, seperti hidrocephalus

Menurut Wiknjosastro (2007), terjadinya rupture perineum disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak kelahiran dan berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya, riwayat persalinan, ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi.

5. Risiko  Robekan Jalan Lahir
Risiko yang ditimbulkan karena robekan jalan lahir adalah  perdarahan yang dapat menjalar ke segmen  bawah uterus (Mochtar,  1998).  Risiko lain yang dapat terjadi karena robekan jalan lahir dan perdarahan yang hebat adalah ibu tidak berdaya, lemah, tekanan  darah turun,  anemia dan berat badan turun.

6. Tindakan pada Rupture Perineum 
Tindakan yang dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah sebagai berikut:
a. Memasang kateter ke dalam kandung kencing untuk  mencegah trauma terhadap uretra saat penjahitan  robekan jalan lahir
b. Memperbaiki  robekan  jalan lahir.
c. Jika perdarahan tidak berhenti, tekan luka dengan kasa secara kuat kira-kira selama beberapa menit. Jika perdarahan masih berlangsung, tambahkan satu atau lebih jahitan untuk menghentikan perdarahan
d. Jika perdarahan  sudah berhenti, dan ibu merasa nyaman dapat diberikan makanan dan minuman pada ibu.

7. Penanganan  Robekan Jalan Lahir
Menurut Mochtar (1998), penanganan robekan jalan lahir adalah:
a. Untuk mencegah  luka yang robek dan pinggir luka yang tidak rata dan kurang bersih pada beberapa keadaan dilakukan episotomi.
b. Bila  dijumpai  robekan  perineum dilakukan penjahitan luka dengan baik lapis demi lapis, dengan memperhatikan jangan ada robekan yang terbuka  ke arah vagina yang biasanya dapat dimasuki oleh bekuan darah yang akan menyebabkan luka lama sembuh.
c. Dengan memberikan antibiotik  yang cukup.
Tujuan penjahitan robekan perineum adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu. Penjahitan dilakukan dengan cara jelujur menggunakan benang catgut kromik.  Dengan memberikan anastesi lokal pada ibu saat penjahitan laserasi, dan mengulangi pemberian anestesi jika  masih terasa sakit.  Penjahitan  dimulai satu  cm dari puncak luka. Jahit  sebelah dalam  ke arah luar,  dari atas   hingga mencapai bawah laserasi. Pastikan jarak setiap  jahitan  sama  dan otot yang terluka telah  dijahit.  Ikat benang dengan  membuat simpul  dalam vagina.  Potong  ujung benang  dan sisakan  1,5 cm. melakukan  pemeriksaan ulang pada  vagina  dan jari paling  kecil ke dalam  anus untuk mengetahui  terabanya  jahitan pada   rectum karena bisa menyebabkan   fistula dan bahkan infeksi  (Depkes,  2004).

8. Pengobatan Robekan Jalan Lahir
Pengobatan yang dapat dilakukan untuk  robekan jalan lahir adalah dengan memberikan  uterotonika setelah lahirnya plasenta, obat  ini tidak  boleh diberikan sebelum  bayi  lahir.  Manfaat  dari pemberian obat ini  adalah  untuk  mengurangi terjadinya  perdarahan  pada kala III dan  mempercepat lahirnya  plasenta.
Perawatan luka perineum pada ibu setelah melahirkan berguna untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan, menjaga kebersihan, mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka. Perawatan perineum umumnya bersamaan dengan perawatan   vulva. Hal-hal yang perlu  diperhatikan adalah  :
a.  Mencegah  kontaminasi dengan  rectum
b.  Menangani  dengan lembut jaringan luka
c.  Membersihkan  darah yang menjadi sumber  infeksi dan bau (Saifuddin, 2001).
9. Komplikasi
Risiko komplikasi yang mungkin  terjadi  jika rupture perineum  tidak segera di atas, yaitu :
a. Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan  dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan menilai tonus otot (Depkes, 2006).
b. Fistula
Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan pada vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing  luka, maka air kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan  kandung kencing atau rectum yang lama antara kepala janin dan panggul, sehingga  terjadi iskemia (Depkes,  2006).
c.  Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena adanya penekanan kepala janin serta  tindakan persalinan yang ditandai dengan  rasa nyeri pada  perineum  dan  vulva  berwarna biru dan merah. 
c. Infeksi
Infeksi pada  masa nifas adalah peradangan  di sekitar alat genetalia pada kala nifas.  Perlukaan  pada persalinan merupakan tempat masuknya  kuman ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan meningkatnya  suhu tubuh melebihi  380C, tanpa menghitung pireksia nifas. Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan, diisolasi, dan dilakukan inspeksi  pada traktus gentitalis untuk  mencari laserasi, robekan atau luka episiotomi (Liwellyn, 2001).
Robekan jalan lahir selalu menyebabkan perdarahan yang berasal dari perineum, vagina, serviks dan robekan uterus (rupture uteri). Penanganan yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah dengan melakukan  evaluasi  terhadap sumber dan jumlah perdarahan. Jenis   robekan perineum adalah mulai dari tingkatan ringan sampai dengan robekan yang terjadi pada seluruh  perineum yaitu  mulai dari derajat satu sampai dengan derajat empat. Rupture perineum dapat diketahui dari tanda dan gejala yang muncul serta  penyebab terjadinya. Dengan diketahuinya tanda dan gejala terjadinya rupture perineum, maka tindakan dan penanganan selanjutnya dapat dilakukan.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Ada pertanyaan ataupun komentar ....!

Fans Page