Ads 468x60px

31 Juli, 2015

Nyeri





Definisi Nyeri
Nyeri adalah Pengalaman Sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dam potensial. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang-orang di banding suatu penyakit manapun. Nyeri terjadi bersamaan dengan terjadinya proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatannya. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dari pada penyakit apapun.
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan ((Brunner & Suddarth, 2002).

Penyebab Nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. 
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah, dan lain–lain. Sedangkan secara psikis, penyebab nyeri terjadi oleh karena adanya trauma psikologis (Brunner & Suddarth, 2002).
Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu serangannya.
1. Nyeri Berdasarkan Tempatnya
a. Pheriperal pain
Pheriperal pain adalah nyeri yang terasa pada permukaan tubuh. Nyeri ini termasuk nyeri pada kulit dan permukaan kulit. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di kulit dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik.
b. Deep pain
Deep pain adalah yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam (nyeri somatik) atau pada organ tubuh visceral (nyeri visceral). Nyeri somatik mengacu pada nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi, dan arteri. Demikian juga pada nyeri Viseral adalah Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ internal. Nyeri yang timbul bersifat difus dan durasinya cukup lama.Sensasi yang timbul biasanya tumpul.
c. Refered pain
Reffered pain adalah nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan dari daerah asal nyeri. Misalnya, nyeri pada lengan kiri atau rahang berkaitan dengan iskemia jantung atau serangan jantung.
d. Central pain
Central pain adalah nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain-lain (Brunner & Suddarth, 2002).
2.  Nyeri Berdasarkan Sifat
a. Incidental Pain
Incidental pain adalah yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang. 
b. Steady Pain
Steady pain adalah nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama. Pada distensi renal kapsul dan iskemik ginjal akut merupakan salah satu jenis steady pain. Tingkatan nyeri yang konstan pada obstruksi dan distensi
e. Proximal Pain
Proximal pain adalah nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ±10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi (Asmadi, 2008).

3.   Nyeri Berdasarkan Ringan Beratnya
a. Nyeri Ringan
Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang ringan. Pada nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik
b. Nyeri Sedang
Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang. Pada nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik
c. Nyeri Berat
Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat. Pada nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang (Asmadi, 2008).

Mengkaji Persepsi Nyeri
Menurut  Brunner dan Suddarth (2002), alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk mengkaji persepsi nyeri seseorang. Agar alat-alat pengkajian nyeri dapat bermanfaat, alat tersebut harus memenuhi kriteria berikut: 1). Mudah dimengerti dan digunakan, 2). Memerlukan sedikit upaya dengan pihak pasien, 3). Mudah dinilai, 4). Sensitif terhadap perubahan kecil dalam intensitas nyeri. Alat – alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk mendokumentasikan kebutuhan. Untuk mengevaluasi efektivitas intervensi dan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan alternatife dan tambahan jika intervensi sebelumnya tidak efektif dalam meredakan nyeri individu.
1. Deskripsi Verbal tentang Nyeri
Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatannya. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individu dalam beberapa cara sebagai berikut:
a. Intensitas Nyeri
Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal misalnya tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat nyeri, atau 0-10, 0 = tidak nyeri 10= nyeri hebat.
b. Karakteristik Nyeri
Termasuk letak (arean dimana nyeri terasa), durasi (menit, jam, hari), irama (terus menerus, hilang timbul, berkurang dan bertambahnya intensitas) dan kualitas nyeri (seperti ditusuk, terbakar dan nyeri sepeti digencet)
c. Faktor-faktor yang meredakan nyeri
Misalnya gerakan, urang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obatan bebas dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengurangi nyeri.
d. Efek terhadap aktivitas sehari-hari
Efek terhadap tidur, nafsu makan, konsentrasi, interakasi dengan orang lain gerakan fisik dan pekerjaan.
e. Kekhawatiran tentang nyeri 
Dapat diliputi berbagai masalah yang luas seperti beban ekonomi, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri.

2. Skala Analogi Visual (VAS)
Skala Analogi Visual sangat berguna dalam mengkaji intensitas nyeri. Skala tersebut berbentuk garis horizontal sepanjang 10 cm, dan ujungnya mengindikasikan nyeri yang berat. Pasien diminta untuk menunjukkan titik pada garis yang menunjukkan titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri yang terjadi di sepanjang rentang tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada nyeri” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan biasanya menandakan “berat” atau nyeri yang paling buruk” untuk menilai hasil sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis diukur dan ditulis dalam sentimeter.
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsian verbal, merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama disepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri“ sampai  “nyeri yang tidak tertahankan“. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan.

Karakteristik Nyeri
Nyeri sukar digambarkan, saat pasien mengeluh nyeri, dengarkan  (lakukan sesuatu) karena nyerinya adalah apa yang ia rasakan meskipun ia mungkin kesulitan menggambarkannya. Observasi objektif yang bisa ditemui yakni (Brunner dan Suddarth, 2002).
a. Kulit menjadi pucat, dingin dan lembab saat nyeri hebat dan lama
b. Ekspresi wajah kening mengernyit, mulut dan gigi terkatup rapat, pasien mungkin meringis.
c. Mata tertutup rapat atau terbuka, pupil mungkin dilatasi
d. Nadi mungkin meningkat atau menurun dengan beragam intensitas
e. Perspirasi, frekwensinya meningkat dan berubah karakternya.

Respon Terhadap Nyeri
Respon tingkah laku terhadap nyeri
1. Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
2. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
3. Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
4. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan tangan
5. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri)

Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri
Nyeri yang dialami oleh pasien dipengaruhi oleh sejumlah faktor termasuk pengalaman masa lalu dengan nyeri, ansietas, usia dan pengharapan tentang penghilang nyeri (efek placebo). Faktor-faktor ini dapat meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri pasien, meningkat dan menurunnya toleransi terhadap nyeri dan pengaruh sikap respon terhadap nyeri.
1. Pengalaman Masa lalu dengan nyeri
Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selam rentang kehidupannya. Sekali individu mengalami nyeri hebat, individu tersebut mengetahui hanya seberapa berat nyeri itu dapat terjadi, Sebaliknya individu yang tidak pernah mengalami nyeri hebat tidak mempunyai rasa takut terhadap nyeri.
2. Ansietas dan Nyeri
Ansietas yang berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Terdapat beberapa kasus ansietas dapat meningkatkan nyeri. .
3. Budaya dan Nyeri
Budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pda bagimana seseorang berespon terhadap nyeri, namun budaya dan etnik tidak mempengaruhi persepsi nyeri. Sejak dini pda masa kanak-kanak individu belajar dari sekitar mereka respon nyeri dan bagaimana yang dapat diterima atau tidak diterima.
4. Usia dan Nyeri
Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri dapat ditunjukkan dari pengkajian nyeri pada lansia yang sedikit lebih sulit karena adanya perubahan fisiologis dan psikologis yang menyertai proses penuaan. Cara lansia berespon terhadap nyeri berbeda dengan cara merespon nyeri pada usia yang lebih muda.
5. Efek Plasebo
Efek placebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan tersebut akan memberikan hasil bukan karena tindakan atau pengobatan tersebut benar-benar bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan dapat memberikan efek positif terhadap nyeri. Efek placebo timbul dari produksi alamiah (endogen) endorphin dalam sistem kontrol desenden. Efek ini merupakan respon fisiologis yang dapat diputar balik oleh nalokson suatu antagonis narkotik (Brunner dan Suddarth, 2002).

Strategi Penatalaksanaan Nyeri
Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup baik pendekatan farmakologis dan Non Farmakologis. Pendekatan ini seleksi berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan pasien secara individu. Semua intervensi akan sangat berhasil bila dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih parah, dan keberhasilan terbesar sering dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara simultan (Burnner dan Suddarth, 2002).
1. Intervensi Farmakologis
Menanganai nyeri yang dialami pasien melalui intervensi farmakologi yang dilakukan dengan kolaborasi dengan dokter. Nyeri ditanggulangi dengan cara memblokade transmisi stimulant nyeri agar terjadi perubahan persepsi dan dengan mengurangi respon kortikal terhadap nyeri. Adapun obat yang digunakan untuk terapi nyeri adalah:
a. Analgesik Spesifik Narkotik
Opioid merupakan obat yang paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri pada klien, untuk nyeri sedang hingga nyeri yang sangat berat. Opioid dapat diberikan melalui beragama rute termasuk oral, intravena, subkutan, intraspinal, ektal dan rute transdermal. Pengaruhnya sangat bervariasi tergantung fisiologi klien itu sendiri. Klien yang sangat muda dan sangat tua adalah yang sensitive terhadap pemberian analgesic ini dan hanya memerlukan dosisi yang sangat rendah untuk meringankan nyeri. Narkotik dapat menurunkan tekanan darah dan menimbilkan depresi pernafasan pada fungsi–fungsi vital lainya, termasuk depresi respiratori, bradikardi dan mengantuk, mual muntah, konstipasi. Namun pada pasien hipotensi akan menimbulkan syok akibat dosis yang berlebihan.
b. Obat-obat Antiinflamasi Nonsteroid (NSAID)
Obat-obat Antiinflamasi Nonsteroid (NSAID) diduga dapat menurunkan nyeri dengan menghambat produksi prostaglandin dari jaringan-jaringan yang engalami trauma atau inflamasi yang menghambat reseptor nyeri untuk menjadi sensitive terhadap stimulus menyakitkan. Pada dosis rendah obat – obat ini bersifat analgesic. Pada dosis tinggi, obat obat ini bersifat antiinflamatori sebagai tambahan dari khasiat analgesik. Prinsip kerja obat ini adalah untuk mengendalikan nyeri sedang dari dismenorea, arthritis dan gangguan musculoskeletal yang lain, nyeri postoperative dan migraine. NSAID digunakan untuk menyembuhkan nyeri ringan sampai sedang.
2. Tindakan  Non Farmakologis
Selain tindakan farmakologis untuk menanggulangi nyeri ada pula tindakan nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri terdiri dari beberapa tindakan yakni:
a. Stimulasi dan Masase Kutancus
Teori gate control nyeri bertujuan menstimulasi serabut-serabut yang menstranmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi impuls nyeri. Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pda punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian reseptor yang sama seperti reseptor nyeri pada bagian reseptor yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena massase membuat relaksasi otot.
b. Terapi Es dan Panas
Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan. Terapi es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama seperti pada cedera. Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi. Saat es diletakkan di sekitar cidera kebutuhan analgesik menurun sekitar 50%. Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan.Namun demikian, menggunakan panas kering dengan lampu pemanas tampak tidak seefektif penggunaan es. Baik terapi panas kering dan lembab kemungkinan memberi efek analgesia. Baik terapi es maupun panas harus digunakan dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit. 

c. Stimulasi Saraf Elektris Transkutan
Stimulasi saraf elektris transkutan (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri (TENS) telah digunakan baik pada menghilangkan nyeri akut dan kronik. TENS diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang mentransmisikan nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate control. Reseptor tidak nyeri diduga memblok transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asenden sistem saraf pusat. Mekanisme ini akan menguraikan keefektifan stimulasi kutan saat digunakan pada area yang sama seperti pada cedera. Bila pasien benar-benar mengalami peredaan nyeri, peredaan ini biasanya berawitan cepat tetapi dengan cepat berkurang saat stimulator dimatikan.
d. Tehnik Relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan keteganggan otot yang mendukung rasa nyeri. Teknik relaksasi mungkin perlu diajarkan bebrapa kali agar mencapai hasil optimal. Dengan relaksasi pasien dapat mengubah persepsi terhadap nyeri. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri.
d. Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai sedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar musik), distraksi sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main catur)
e. Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri atas menggabungkan napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan. Setiap kali menghirup napas, pasien membayangkan energi penyembuh dialirkan ke bagian yang tidak nyaman. Setiap kali napas dihembuskan, pasien diinstruksikan untuk membayangkan bahwa udara yang dihembuskan membawa pergi nyeri dan ketegangan. Banyak pasien ntulai mengalami efek rileks dari imajinasi terbimbing saat pertama kali mereka mencobanya. Nyeri mereda dapat berlanjut selama berjam-jam setelah imajinasi digunakan. Imajinasi terbimbing harus digunakan hanya sebagai tambahan dari bentuk pengobatan yang telah terbukti, sampai riset telah menunjukkan apakah dan bilakah teknik ini efektif.
f. Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan nada nyeri akut dan kronis. Teknik ini membantu dalam memberikan peredaan nyeri terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya hipnosis tidak jelas tetapi tidak tampak diperantarai oleh sistem enclortin. Keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu. Pada beberapa kasus hipnosis dapat efektif pada pengobatan pertama; keefektifannya meningkat dengan tambahan sesi hipnotik berikutnya.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Ada pertanyaan ataupun komentar ....!

Fans Page